Show
Hmmm....Awal mendengar nama dari dua kebudayaan ini agak sedikit aneh sih. Bacson Hoabinh dan Dongson. Anyway, mungkin kamu sudah mengenal bagaimana kebudayaan-kebudayan ini di Indonesia. Perlu diketahui bahwa kedua kebudayaan ini merupakan sebuah transisi antara kebudayaan batu dengan kebudayaan logam. Manusia yang melakukan kebudayaan hingga kini dapat anda temukan dikawasan Indocina dan kepulauan Indonesia.Siapakah mereka? Ternyata mereka adalah saudara kita orang papua yang merupakan melanosoid, serta orang melayu yang bersemayang di dalam diri anda.Apakan kebudayaan Bacson-Hoabinh dan Kebudayaan Dongson ini asal muasal dari nenek moyang bangsa Indonesia? So, mari mengenal mengenal lebih detail tentang kebudayaan Bacson-Hobinh lebih jauh, Kapan sih kebudayaan Bacson-Hoabinh ini? Kebudayaan Bacson-Hoabinh ini diperkiraan sejak dari tahun 10.000 SM-4000 sebelum masehi (BC), Kebudayaan ini berlangsung kala Holosen yang merupakan pertanda bahwa sebuah kehidupan yang hangat setelah melewati musim dingin yang sangat panjang yang terjadi di permukaan bumi ini.
Note II: Kata Holosen secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, “holos” yang berarti menyeluruh dan “ceno” yang artinya baru. Penyebutan periode Holosen mengindikasikan bahwa periode tersebut memiliki sesuatu yang benar-benar baru.Keadaan bumi kala zaman holosen menuju stabil, kondisi periode Holosen juga sering kali dikaitkan dengan periode-periode terakhir dari zaman es.Sebuah Zaman yang dimulai dari akhir Pleistosen yaitu 11.500 tahun yang lalu saat sebagian bumi mendapat pasokan kehangatan yang cukup, saat gletser-glester itu mencair, lalu tundra memberi jalan bagi terciptanya hutan.
Apa sih Peninggalan dari Kebudayaan ini?Kapak Persegi: menyebar melalui Muangthai, semenanjung Malaya, kemudia ke Indonesia Barat dengan manusia pendukug Melayu Austronesia. Untuk jenis Kapang Lonjong: menyebar melalui thaildan, Filipina menuju Indonesia Timur dengan manusia pendukungnya Papua Melanosoid Sedangkan kebudayaan DongSon merupakan kebudayaan zaman Perunggu yang berkembang di Lembah Song Hong, Vietnam. Kebudayaan ini juga berkembang di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. 1500 SM - 500 SM. Menurut para peneliti sejarah mengatakan bahwa Kebudayaan Dong Son telah berkembang di Lembah Song Hong, Vietnam. Kala Zaman Kebudayaan Dong Son ini berkembang tepatnya pada zaman Perunggu pada masa peralihan dari periode Mesolitikum, Neolitikum, hingga Megalitikum. Pada dasarnya Kebudayaan Dong Son merupakan sebuah kebudayaan yang berasal dari evolusi kebudayaan Austronesia yang berkembang antara abad ke-5 hingga abad ke-2 SM. Nah, nama Dong Son diambil dari salah satu nama yang ada di kawasan atau di daerah di Tonkin, ketika itu ditemukan bermacam macam alat yang dibuat dari perunggu dan diyakini sebagai asal kebudayaan perunggu.Penyebaran Kebudayaan Dong son di IndonesiaMenurut beberapa sumber hasil penelitian mengatakan bahwa Kebudayaan Dong Son sampai ke Indonesia melalui jalur Barat, yaitu Semenanjung Malaya. Mereka yang membawa kebudayaan ini adalah bangsa Austronesia. Pendapat tentang kebudayaan Dong Son, sampai kepulauan Indonesia terbagi dalam 2 tahap:Zaman Neolitikum, berlangsung kurang lebih sejak 2000 SM, merupakan zaman batu tulis, zaman kebudayaan kapak persegi Zaman Perunggu, kurang lebih sejak 500 SM, merupakan kebudayaan kapak corong, nekara, dan candrasa Nah, berikut ini beberapa Hasil Kebudayaan Dongson: Nekara, Patung-patung, Peralatan rumah tangga, Peralatan bertani, Peralatan berburu, Perhiasan-perhiasan, Kapak corong, Candrasa, Nekara, Bejana perunggu, Arca-arca perunggu, Gerabah, Benda-benda besi Kebudayaan Dong son memiliki pola kehidupan menetap diperkampungan, Berladang, Ada pembagian kerja, Menguasai ilmu perbintangan, pelayaran, perdagangan dan pertanian, Menguasai pelayaran dengan perahu bercadik. Nah, itulah beberapa hal yang berkaitan dengan keberadaan Kebudayaan Bacson-Hoabinh dan kebudayaan Dongson di Indonesia.
Pada zaman pra sejarah daerah kawasan Asia Tenggara merupakan satu kesatuan daerah kebudayaan, yaitu jenis kebudayaan batu muda (Neolitikum) dengan pusatnya di Bacson dan Hoa-Bihn, dan jenis kebudayaan perunggu dengan pusat di Dong son.
Kecuali hasil kebudayaan, banyak pula ditemukan tulang-belulang manusia. Ternyata bahwa pada waktu itu Tonkin didiami terutama oleh dua golongan bangsa, yakni jenis ras Papua Melanesoid dan jenis ras Europaeid. Disamping itu, ada pula ras Mongoloid dan Austroloid. Ras Papua Melanesoid ini mempunyai penyebaran yang paling luas di daerah selatan, yakni di Hindia Belakang, Nusantara, sampai di pulau-pulau Lautan Teduh. Bangsa inilah yang berkebudayaan alat-alat Mesolitikum yang belum diasah (pebbles), sedangkan kecakapan mengasah (proto-neolitikum) rupa-rupanya hasil pengaruh dari ras Mongoloid yang sudah lebih tinggi dari peradabannya. Sejalan dengan pesebaran ras Melanesoid ke wilayah selatan, maka kebudayaan neolith ini pun terbawa pula sehingga sisa alat-alat ini banyak ditemukan di Kepulauan Nusantara, Fillipina, Formusa, Melanesia, Micronesia dan kepulauan-kepulauan di lautan teduh. Demikian juga kebudayaan perunggu dari Dongson, sisa-sisanya pun yang berupa: nekara, bejana perunggu, kapan corong, moko dan sebagainya banyak dijumpai di Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Oleh para ahli pra sejarah disebut Kebudayaan Dongson karena penemu pertama kali kebudayaan tersebut ialah Dong Son, yakni di Annam Utara, Indo Cina. Mengenai umur kebudayaan Dongson , semula Victor Goloubew (penyidik pertama) berpendapat bahwa kebudayaan perunggu itu berkembang sejak abad pertama SM. Pendapatnya berdasarkan atas penemuan berbagai mata uang Tionghoa zaman Han sekitar tahun 100 sebelum masehi (SM) yang didapatkan dikuburan-kuburan di Dongson. Anehnya, disitu juga ditemukan nekara-nekara tiruan kecil, dari perunggu pula. Rupa-rupanya nekara-nekara kecil itu diberikan kepada orang yang meninggal sebagai bawaan ke akhirat. Tentu saja nekara tiruan itu dibuatnya itu dibuatnya lama sesudah nekara betulan ada. Kalau nekara bekal mayat itu sama umurnya dengan mata uang zaman Han, bekal mayat juga; Maka nekara harus sudah dibuat sebelum tahun 100 SM. Maka menurut Von Heine, Pendapat ini diperkuat lagi oleh hasil penyelidikan atas hiasan-hiasan nekara Dongson yang ternyata tidak ada persamaannnya dengan hiasan-hiasan Cina pada zaman Han. Seperti telah dikemukakan diatas, kebudayaan Mesolitikum di negeri kita asalnya dari daerah Bacson Hoabihn. Akan tetapi, disana tidak ditemukan flakes, sedangkan dari abris sous roche banyak sekali flakes itu. Demikian pula di Pulau Luzon (Fillipina) ditemukan flakes, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kebudayaan flakes datangnya dari daratan asia melalui Jepang , Formusa dan Fillipina. Hal ini diperkuat kenyataan bahwa di Sumatera Timur, Malaysia Barat dan Hindia Belakang tidak juga ditemukan flakes. Maka rupanya di Jawa dan Sulawesi bertemulah dua macam aliran kebudayaan Mesolitikum itu, yakni:
|