Mengapa keberagaman di Indonesia sering memicu terjadinya konflik jelaskan faktor penyebabnya

  • home
  • nasional
  • Mengapa keberagaman di Indonesia sering memicu terjadinya konflik jelaskan faktor penyebabnya

    Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama meletakan batu pertama Prasasti Jarum Mei 1998 ini untuk mengenang tragedi Mei 98 di TPU Pondok Rangon, Jakarta (17/05). Prasasti ini sebagai tanda memorialisasi TPU Pondok Rangon sebagai salah satu situs sejarah terkait tragedi Mei 1998. Tempo/Dian Triyuli Handoko

    TEMPO.CO , Jakarta:Badan Pusat Statistik merilis data pada 2010 yang menyebut ada 1.128 suku di Indonesia yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Keberagaman ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan budaya paling kaya. Di sisi lain, keberagaman juga dapat memicu konflik bila tak dijembatani dengan baik. Tempo mencatat beberapa tragedi di Indonesia yang bersumber karena perbedaan budaya. Konflik itu tak hanya menelan korban materi namun juga menghilangkan nyawa ratusan orang.

    1. Tragedi Sampit

    Tragedi ini bermula dari konflik antara kelompok etnis Dayak dan Madura yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah. Tempo mencatat konflik bermula pada 18 Februari 2001 saat empat anggota keluarga Madura, Matayo, Haris, Kama dan istrinya, tewas dibunuh. Warga Madura lantas mendatangi rumah milik suku Dayak bernama Timil yang dianggap telah menyembunyikan si pembunuh. Massa meminta agar Timil menyerahkan pelaku pembunuhan itu. Karena permintaan mereka tidak dituruti, massa marah dan membakar rumah. Insiden malam itu dapat dihentikan polisi. Sayang, pembakaran terus meluas ke rumah-rumah lainnya. Warga Dayak pinggiran Sampit pun mulai berdatangan, baik melalui darat maupun sungai. Etnis Madura dikejar dan dibunuh. Penduduk asli sepertinya tahu di mana kantong-kantong warga Madura berada. Tua-muda pria-wanita menjadi sasaran pembunuhan. Di beberapa ruas jalan, tampak bergelimangan tubuh korban tanpa kepala. Sebagian besar warga dari etnis Madura harus diungsikan ke Jawa Timur dan Jawa Tengah. Korban bertambah dan sudah tidak bisa dihitung berapa rumah dan fasilitas umum yang terbakar. Diperkirakan korban jiwa mencapai angka 469 orang dalam konflik yang berlangsung selama 10 hari ini.

    2. Konflik Maluku

    Konflik ini adalah konflik kekerasan dengan latar belakang perbedaan agama yakni antara kelompok Islam dan Kristen. Konflik Maluku disebut menelan korban terbanyak yakni sekitar 8-9 ribu orang tewas. Selain itu, lebih dari 29 ribu rumah terbakar, serta 45 masjid, 47 gereja, 719 toko, 38 gedung pemerintahan, dan 4 bank hancur. Rentang konflik yang terjadi juga yang paling lama, yakni sampai 4 tahun.

    3. Konflik 1998

    Krisis ekonomi berujung menjadi konflik sosial pada penghujung Orde Baru. Jatuhnya Soeharto ditandai dengan merebaknya kerusuhan di berbagai wilayah di Indonesia. Pada kerusuhan tersebut, banyak toko dan perusahaan dihancurkan massa yang mengamuk. Sasaran utama adalah properti milik warga etnis Tionghoa. Perempuan keturunan Tionghoa bahkan menjadi korban pelecahan dan pemerkosaan dalam kerusuhan itu. Banyak yang diperkosa beramai-ramai, dianiaya, lalu dibunuh. Di antara etnis Tionghoa, banyak yang meninggalkan Indonesia untuk mencari keselamatan. Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan 21 Mei sebagai Hari Dialog dan Keberagaman sejak 2002. Peringatan hari ini berawal saat UNESCO mengeluarkan Deklarasi Universal tentang Keberagaman Budaya. Melalui Resolusi Nomor 57/249, ditetapkanlah 21 Mei sebagai hari merayakan keberagaman di seluruh dunia. PBB mencatat sebanyak 75 persen dari konflik besar yang terjadi di dunia saat ini berakar pada dimensi kultural. PBB pun mencanangkan dialog untuk menjembatani budaya demi menciptakan perdamaian. Tindakan sederhana yang disarankan PBB untuk merayakan keberagaman budaya antara lain mengunjungi pameran kebudayaan, mendengarkan musik dari kebudayaan berbeda, mengundang tetangga beda agama atau suku untuk makan bersama, atau menonton film yang berkisah seputar budaya berbeda.

    MOYANG KASIH DEWIMERDEKA




    Poin pada soal terkait sikap pemicu konflik sosial. 

    Dalam kehidupan masyarakat memiliki banyak sekali keragaman-keragaman dari agama hingga suku, hal ini mengakibatkan mudahnya konflik sosial yang muncul pada kehidupan sosial yang mana konflik sosial ini merupakan pertentangan antaranggota atau masyarakat yang bersifat menyeluruh di kehidupan. yang mana pada konflik ini memiliki bentuk konflik horizontal karena berdasarkan keragaman suku yang memiliki kesetaraan, Yang artinya adanya keragaman ini menjadi kekayaan sekaligus menjadi pemicu konflik yang dapat memecah kesatuan dan persatuan bangsa. Pada konflik sosial ini dapat terjadi karena dipengaruho dari faktor-faktor : 

    • Perbedaan antara individu-individu, yang meliputi perbedaan pendapat, ideologis, pendirian yang mengakibatkan bentro antar individu.
    • Perbedaan kebudayaan, perbedaan pola kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tanpa didasari toleransi
    • Perbedaan kepentingan, biasanya meliputi kepentingan ekonomi, politik dan lain-lain untuk dapat mencapai sebuah tujuan
    • Perubahan sosial, perubahan pada sistem-sistem sosial yang sangat cepat terkait adanya perubahan nilai dan norma masyarakat.

    Kalau di kaitkan dengan keanekaragaman di masyarakat salah satunya dapat terlihat dari adanya keragaman suku bangsa, ras, agama dll yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Sehingga membuat perbedaan kebudayaan menjadi salah satu penyebab konflik karena hal  ini dapat memunculkan adanya sikap etnosentrisme yaitu sikap dimana melihat kebudayaan kelompok lain dengan ukuran kebudayaannya sendiri, sehingga kebudayaan suku bangsanya dianggap yang terbaik. Sikap ini dapat memunculkan adanya pertentangan dengan kelompok lain. 

    Berdasarkan penjelasan tersebut, maka jawaban yang tepat adalah B

    Mengapa keberagaman di Indonesia sering memicu terjadinya konflik jelaskan faktor penyebabnya

    Mengapa keberagaman di Indonesia sering memicu terjadinya konflik jelaskan faktor penyebabnya
    Lihat Foto

    KOMPAS.com/MASRIADI

    Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Provinsi mendengar kesaksian 16 korban konflik Aceh dalam kurun waktu 4 Desember-15 Agustus 2005di Gedung DPRK Aceh Utara di Kota Lhokseumawe, Selasa (16/7/2019)

    KOMPAS.com - Keberagaman bangsa Indonesia menimbulkan potensi masalah. Sebab masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, ras, agama, budaya dan kebiasaan yang berbeda.

    Tahukah kamu masalah apa yang bisa timbul dalam keberagaman masyarakat?

    Masalah dalam keberagaman masyarakat

    Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, masalah yang timbul dalam keberagaman masyarakat antara lain:

    1. Timbulnya pertentangan antar budaya
    2. Kecemburuan sosial
    3. Sentimen kedaerahan
    4. Perubahan nilai-nilai budaya akibat globalisasi

    Berikut ini penjelasannya:

    • Timbulnya pertentangan antar budaya

    Pertentangan antarbudaya akan timbul jika tidak benar-benar ditangani secara tepat. Kehidupan bangsa Indonesia yang beragam suku bangsa dan budaya, kadang-kadang diwarnai konflik antarbudaya.

    Hal itu terbukti dari timbulnya berbagai kerusakan sosial. Seperti di Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Situbondo, Ambon, Poso, Sambas, Aceh, Papua (Irian Jaya) dan daerah lain.

    Baca juga: Kasus Kekerasan yang Dipicu Masalah Keberagaman di Indonesia

    Berikut ini beberapa contoh konflik di Indonesia akibat kecemburuan sosial:

    1. Peristiwa Tasikmalaya adalah contoh konflik yang disebabkan oleh kecemburuan sosial penduduk antara penduduk pribumi terhadap masyarakat Tionghoa.
    2. Peristiwa Poso adalah contoh konflik yang disebabkan oleh perbedaan agama antarumat Islam dengan umat Kristen.
    3. Peristiwa Sambas adalah konflik yang disebabkan perbedaan etnis (suku bangsa) antara suku Dayak (penduduk asli) dengan suku Madura (penduduk pendatang).
    4. Peristiwa Aceh dan Papua (Irian Jaya) adalah contoh konflik sosial yang disebabkan perbedaan kepentingan politik antara pemerintah pusat dengan masyarakat daerah setempat.

    Sentimen kedaerahan misalnya kerusakan sosial yang terjadi di ibukota Jakarta antara suku bangsa Betawi (penduduk asli) dengan suku bangsa Madura (penduduk pendatang).

    • Perubahan nilai-nilai budaya akibat globalisasi

    Perubahan nilai-nilai budaya akibat pengaruh globalisasi ternyata telah memicu timbulnya konflik sosial budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

    Jakarta sebagai ibu kota negara seringkali diwarnai oleh peristiwa kerusuhan sosial seperti peristiwa Tanjung Priuk.

    Baca juga: Keberagaman dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika