Mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari dengan cara merupakan wujud rasa bakti kepada

Admin disbud | 31 Mei 2021 | 31591 kali

Mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari dengan cara merupakan wujud rasa bakti kepada

Nawa Widha Bhakti adalah sembilan ajaran dimana digunakan sebagai pedoman untuk meningkatkan sradha dan bhakti umat sedharma terhadap tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa).

Bagian-bagian dari Nawa Widha Bhakti :

1.Srawanam : artinya mendengarkan wejangan atau saran-saran yang baik, contohnya senang mendengarkan, menerima hal-hal baik yang diberikan oleh orang tua maupun guru.

2. Wedanam : artinya membaca kitab-kitab suci agama yang diyakinni, membiasakan diri untuk membaca hal-hal yang dapat menuntun kejalan yang baik, dalam agama hindu bisa seperti sloka-sloka bhagawadgita.

3. Kirthanam : artinya melantunkan tembang-tembang suci/kidung, contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah mekidung saat selesai melaksanakaan persembahyangan/upacara.

4. Smaranam : artinya secara berulang-ulang menyebutkan nama Tuhan, contohnya seperti mengucapkan OM Nama Siwa, maupun mantra dimana tujuannya agar diberikan keselamatan jiwa maupun raga.

5. Padasewanam : artinya sujud bhakti di kaki nabe. Contoh sederhananya kita menghormati atau melaksanaakan ajaran Pendeta (Ratu Pedanda), Pemangku.

6. Sukhyanam : artinya menjalin persahabatan, dimana kita sebagai mahluk social tidak bisa hidup sendiri, maka kita perlu menjalin persahabatan agar memiliki hidup yang tenang dan damai.

7. Dhasyam : artinya berpasrah diri memuja kehadapan para dewa. Berpasrah diri merupakan sikap penuh bertanggung jawab kehadapan tuhan dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

8. Arcanam : artinya Bhakti kepada Hayng Widhi melalui symbol-simbol suci keagamaan, contohnya menjaga kesucian pura.

9. Sevanam : artinya memberikan pelayanan yang baik, contohnya membantu orang atau memberikan pelayanan terbaik terhadap sesama.

Sumber : pesonataksubali.com/prabhagib.com

Foto By : Candra Balon

                                                                        I. PENDAHULUAN

Ajaran agama pada dasarnya memberi tuntunan kepada pemeluknya tentang tiga hal yaitu :


1.  Mengenai hakikat kehidupan dalam agama Hindu disebut Tattwa
2.  Tuntunan prilaku social dalam kehidupan, dalam agama Hindu disebut Susila
3. Tata cara pelaksanaan ibadah, dalam Hindu disebut bhakti yang menjadi bagian pelaksanaan upacara yadnya dalam kehidupan beragama

Di dalam agama Hindu ketiga tuntunan tersebut dirumuskan menjadi Tri kerangka Dasar Agama Hindu. Atau dengan kata lain Tri Kerangka dasar Agama Hindu adalah :


1.  Tattwa berkaitan dengan keyakinan atau Sradha
2.  Susila berkaitan dengan tata hubungan dan prilaku baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh
3.  Upacara menyangkut berbagai bentuk bhakti dalam berbagai upacara yadnya

Dalam pelaksnananya Tri kerangka agama Hindu ini menjadi satu kesatuan yang utuh. Untuk memudahkan pemahaman, disini dapat dinyatakan bahwa :


1.  Dalam memahami dan melaksanakan Tattwa patut bersusila dan berupacara,
2.  Dalam memahami dan melaksanakan susila patut bertattwa dan berupacara
3.  Dalam tur Narmemahami dan melaksanakan upacara patut bertattwa dan bersusila

Ketiga tuntunan dalam Tri Kerangka dasar Agama Hindu tersebut patut dan harus dimengerti, dipahami, diyakini, selalu dilatihkan, diterapkan, dirasakan hasilnya dan akhirnya dijadikan sikap yang membudaya pada diri seseorang agar hidup ini menjadi senang, bebas dari rasa takut, berprilaku baik dan benar, sejahtera , harmonis dan damai. Jika ketiga tuntunan ini dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik dan benar merupakan indikator keberhasilan dalam mencapai tujuan hidup beragama.

Sebagaimana telah diketahui bahwa tujuan hidup beragama didalam agama Hindu adalah Moksartham jagadhita ya ca iti Dharma atmanam (dapat mencapai kesejahteraan duniawi dan kebahagiaan rohani, atma/jiwa). Kesejahteraan duniawi subjeknya adalah manusia itu sendiri Secara lahiriah, sedangkan kebahagiaan rohani subjeknya adalah jiwa/ atma.


Guna dapat melaksanakan ajaran agama yang diyakini dan agar tujuan hidup beragama dapat dicapai, ditetapkan adanya empat jalan yang disebut Catur Marga yaitu : 1) karma marga jalan karma/ berbuat yang baik dan benar berdasarkan dharma, 2) Bhakti marga (jalan bhakti penyerahan diri pada Tuhan berdasarkan keyakinan agama). 3). Jenyana marga (jalan pengabdian ilmu pengetahuan/Jnana/olah pikir) dan 4) Raja Marga (jalan yoga atau jalan yang dilandasi tiga jalan terdahulu ditambah dengan pelaksanaan yoga yang sudah mapan)

Dari keempat jalan dimaksud dilihat dari sisi pelaksanaannya dapat dikelompokan menjadi dua saja yang disebut : 1) Prawerti Marga dan 2) Niwerti Marga. Bagi umat Hindu pelaksanaan jalan dalam kehidupan didunia ini dapat dipilih sesuai dengan tingkat umur, kemampuan (fisik, pendidikan, sosial, sikap dan adaptasi budaya) kondisi setempat dan kesepakatan bersama (Atmanastuti)

Didalam tulisan ini diuraikan secara khusus tentang bentuk Sradha dan Bhakti dalam hidup beragama sebagai salah satu jalan dalam penguatan beragama

                                                            II. PENGERTIAN SRADHA DAN BHAKTI

Sradha berarti keyakian/ kepercayaan sebagai cikal bakal dari penguatan beragama, bayangkan kalau sebagai umat beragama tidak mempunyai, keyakinan atau kepercayaan akan agama yang dianut maka akan terjadi kerapuhan akan inti sari dari ajaran agama yang dianut untuk itu pentingnya menjaga kemurnian ajaran agama. Maka dalam agama Hindu bentuk keyakinan disebut Panca Sradha yaitu Lima bentuk keyakinan/ kepercayan terhadap Ida Sanghyang widhi :


- Percaya dengan Adanya Ida Sanghyang Widhi
Ida Sanghyang Widhi Wasa memiliki Cadu sakti (empat kemahakuasaan), beliau tunggal tetapi berfungsi banyak, beliau anandi ananta (tidak berawal dan tidak berakhir, sumber dari segala yang ada (janma dyasya yatah), beliau dapat menunjukkan wujudnya kedunia (Awatara)

- Percaya dengan adanya Atman


Percikan sinar suci Tuhan pada setiap tubuh makhluk, utamanya manusia. Atma bersifat suci, purusa berasal dari Tuhan (Brahman Atman Aikyam), dari keyakinan ini pula timbul kesadaran bahwa sesungguhnya manusia itu adalah bersaudara (wasudewa kutumbakam), dengan kesadaran ini orang dapat bertoleransi, bersahabat, saling menghargai dan menghormati dalam perbedaan sosial (Tat Twam Asi)

- Percaya dengan adanya hukum karma phala


Yakin adanya hasil perbuatan/ buah karma sesuai dengan perbuatan itu sendiri.Keyakinan ini melahirkan pelaksanaan bhakti dalam bentuk prilaku yang baik dan benar. Kalau setiap orang berbuat baik, mereka akan meneriama kebaikan sebagai hasilnya, dan Secara keseluruhan manusia akan menjadi orang baik-baik. Orang baik-baik akan membawa kemajuan, kesejahteraan, kedamaian dan keharmonisan. Dasar prilaku yang ditekankan disini adalah TRI Kaya Parisudha.

- Percaya dengan adanaya Punarbhawa


Yakin adanya penjelmaan kembali yang dialami oleh atma itu sendiri.Keyakinan ini member dorongan agar umat manusia selalu berbuat baik, agar dapat mencapai kesempurnaan. Jika manusia karmanya belum sempurna dia akan diberi kesempatan menjelma kembali untuk memperbaiki karmanya yang masih kurang. Atma bisa mengalami penjelmaan berulang–ulang dalam keadaan yang berbeda-beda sesuai sari karma yang menjadi dasar/ bekal penjelmaannya itu.Maka penjelmaan merupakan kesempatan memperbaiki karma terdahulu agar memperoleh kesempatan yang lebih baik atau sempurna untuk kehidupan berikutnya.

- Percaya dengan adanya Moksa


Yakin adanya kebebasan yang kekal abadi (Sat Cit Ananda, sukha tanpawali duhkha, amor ring acintya) atau atma bisa bersatu kembali kepada asalnya yaitu Brahman). Oleh karena itu, moksa bukan hanya dicapai oleh atma ketika sudah kembali keasalnya, akan tetapi moksa juga bisa dicapai ketika atma masih menjiwai tubuh manusia yang disebut dengan Jiwan Mukti.

Bhakti dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar dan sering memakainya sesuai dengan tujuannya. Secara etimologi kata bhakti dalam kamus besar bahasa Indonesia (1997 : 82) diartikan tunduk dan hormat atau perbuatan yang menyatakan setia (kasih, hormat dan Tunduk). Karena bhakti berarti tunduk, hormat dan setia, maka dalam berbagai aspek kehidupan dipakai sebuah pernyataan penyampaian rasa bhakti itu sendiri, seperti : bhakti kepada Tuahn yang maha Esa dan para leluhur (tanda penyampaian rasa hormat dan tunduk), bhakti kepada Nusa dan Bangsa, bhakti kepada orang tua, bhakti pada guru, bhakti kepada Raja atau pemimpin. Kata bhakti dengan tulisan “Bhakti” bahasa sanskerta berarti bagian, pembagian, penghormatan, bhakti, kesetiaan (Tim penyusun, 1986 :269). Sedangkan dalam kamus istilah Agama Hindu (2002 :18) dinyatakan bhakti dari urat kata bhaj = horamt, sujud, bhakti. Bhakti marga = jalan bhakti : melaksanakan agama dengan jalan sembahyang mempersembahkan upakara dan sebagainya. Pengertian bhakti disini analog dengan takwa, sedangkan sradha analog dengan iman, sehingga istilah iman dan takwa (imtag) dalam bahasa yang sudah popular dalam agama Hindu disebut Sradha–Bhakti.

Keyakinan hindu terhadap Ida sanghyang Widhi wasa, Tuhan Ynag Maha Esa tentu berbeda dengan ajaran diluar agama Hindu .agama Hindu mengajarkan bahwa Tuhan itu tunggl, tetapi punya sebutan banyak, (Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti). Tuhan itu bersifat Nirguna dan saguna, dapat berwujud/ bermanifestasi kedunia disebut Awatara.Tuhan memiliki ribuan sifat kemahakuasaanNya. Tuhan penggerak dharma dengan tiga fungsi utama (Tri Murti : Brahma, Wisnu, Siwa), Tuhan sebagai pencipta, pemelihara, pelebur kembali sesuai putaran dharma. Oleh Karen itu, jika umat Hindu melaksanakan Bhakti/sembahyang ataupun persembahan dapat dilakukan berkali-kali, walaupun Ida Sanghyang Widhi tunggal, namun memiliki berbagai kemahakuasaan.Sembahyang atau bhakti dapat dilakukan dimana saja, asalkan tempat yang telah disucikan atau dianggap suci dan layak sebagai tempat sembahyang/mebhakti.

Disamping sembahyang kepada Ida Sanghyang Widhi wasa, Tuhan Maha Esa, Hindu mengajarkan juga patut sembahyang kepada Leluhur, karena para leluhur tersebut sudah berjasa memberikan perlindungan kepada turunannya sepanjang hidupnya, bahkan setelah di alam niskala. Mereka yang meninggalkan leluhurnya akan terkutuk, tidak merasa bahagia dalam hidupnya, walaupun tampaknya kaya (paling tidak hatinya selalu terganggu dan ragu-ragu). Salah satu petunjuk tentang bhakti ini dapat dipahami dalam Kekawin Ramayana Sargah II sloka 2 yang menyatakan :


Gunamanta Sang Dasarata, Weruh sira ring Weda,
bhakti  ring Dewa, Tarmalupeng pitra puja,
masih te sireng sawagotra kabeh

Maksudnya :


Sang Dasarata adalah seorang Raja yang terkenal dan bijaksana, beliau paham tentang isi Veda (agama), beliau selalu bhakti kepada Dewa yaitu prabawa Ida sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, tidak melupakan pemujaan kepada leluhur, dan cinta kasih pada keluarga juga selalu ditunjukkan.

Berdasarkan pengertian yang terkandun dalam sloka diatas maka bhakti/ sembahyangdalam agama Hindu merupakan kewajiban (swadarma) umat Hindu tanpa kecuali untukmelakukannya. Obyek utamanya adalah Ida sanghyang Widhi Wasa dengan segala kemahakuasaan-NYA (Dewa) dan Sakti-NYA (Dewi), sejumlah manifestasi-NYA, dan para leluhur, baik leluhur yang mempunyai hubungan Vertikal pada setiap umat maupun leluhur Secara horizontal mendapat pengakuan bersama dalam agama. Pelaksanaan bhakti dapat dilakukan Secara sendiri- sendiri/menyendiri dan bisa juga dilakukan Secara bersama–sama. Dengan kata lain beragama bisa dalam kesendirian dan bisa dalam kebersamaan.

                                                               III. DASAR-DASAR ADANYA BHAKTI

Bhakti/Sembahyang/persembahan merupakan bagian dari pelaksanaan upacara yadnya. Yadnya itu ada karena adanya Tri Rnam (tiga hutang ) Yaitu :


1.  Hutang kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa (Dewa Rnam)
2.  Hutang Kepada para Leluhur (Pitra Rnam)
3.  Hutang kepada orang Suci (Rsi Rnam)

Para astika (orang yang meyakini Veda sebagai kitab sucinya/umat Hindu) meyakini punya hutang kepada ketiga obyek tersebut , karena ketiganya berjasa terhadap penciptaan diri manusia, alam beserta isinya yang dimanfaatkan manusia, berjasa dalam memelihara dan member perlindungan pada manusia, dan berjasa dalam meneruskan keberlangsungan hidup manusia sesuai dengan swadarmanya masing-masing.

Salah satu contoh kenapa manusia berhutang terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa adalah karena beliau telah menciptakan dunia ini sebagai yadnya dan diperuntukkan kepada manusia itu sendiri. Didalam adhyaya III Sloka 10 Bhagawavad Gita termuat sebagai berikut :


Saha yajnah prajah purovaca prajapatih,
anema prasavisdhvam, esa vo sty ista kamadhuk

Maksudnya :


Sesungguhnya sejak dahulu dikatakan, Tuhan (Prajapati)
Telah menciptakan manusia melalui yadnya dan bersabda : dengan (cara)
Ini engkau akan berkembang, sebagaimana sapi perah yang akan memenuhi keinginanmu (sendiri)

Bertitiktolak dari maksud yang terkandung pada sloka diatas dapat dipahami bahwa dunia beserta isinya termasuk manusia diciptakan berdasarkan yadnya.Dunia ini diciptakan untuk manusia agar manusia berkembang, karena dunia dinyatakan bagaikan sapi perahan/kamaduk yang selalu yang selalu memberikan susunya sesuai keinginan pemiliknya.Jika dunia tidak tercipta maka manusiapun tidak mungkin ada.Oleh karena itu, sekali lagi manusia berhutang terhadap Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan fungsi Tri Murti-NYA.

Untuk mengembalikan ketiga hutang tersebut (walaupun tidak seluruhnya bisa dikembalikan) umat hindu wajib melaksanakan Yadnya. Yadnya dilaksanakan dalam lima kelompok yaitu:


1. Dewa Yadnya (kurban suci dengan tulus iklas ditujukan kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa dengan segala kemahakuasaan dan manifestasi-NYA)
2. Pitra Yadnya (kurban suci dengan dasar tulus iklas/lascarya yang ditujukan kepada para leluhur suci atau sudah disucikan)
3. Rsi Yadnya (kurban suci yang tulus iklas yang ditujukan kepada para Rsi/orang-orang suci baik beliau masih hidup maupun sesudah amor ring acintya.
4.  Manusa Yadnya (kurban suci dengan dasar tulus iklas kepada sesame manusia)
5.  Bhuta Yadnya (kurban suci dengan dasar tulus iklas yang ditujukan kepada para bhuta untuk keharmonisan alam dan hidup manusia)

Perlu ditambahkan disini tentang pemahaman mengenai istilah Ida Sanghyang Widhi wasa, pitra Resi, manusa dan Bhuta yang dijadikan objek yadnya sebagai berikut.


1. Menyebut Dewa dalam Dewa yadnya maksudnya adalah sama dengan menyebut Ida Sanghyang Widhi. Dewa adalah kekuatan sinar suci IdaSanghyang Widhi wasa. Kekuatan atau saktinya Dewa disebut dewi
2. Yang dimaksud Pitra dalam pitra yadnya adalah mereka para roh dariorang tua keatas yang telah disucikan (leluhur lurus)
3. Yang dimaksud Resi dalam pelaksanaan Resi Yadnya adalah mereka orang-orang yang telah suci, disucikan atau dianggap suci baik masih hidup maupun sudah meninggal
4. Yang dimaksud manusa dalam manusa yadnya adalah mereka sebagai manusia dari sejak bayi dalam kandungan sampai dengan umur tua yang keberadaannya sudah patut diberi upacara
5. Yang dimaksud bhuta dalam bhuta yadnya ada tiga pengertian :
a.  Bhuta dalam arti unsur alam atau unsure pembentuk dunia materi berupa alam dan diri manusia (Panca maha Bhuta)
b. Bhuta dalam arti Roh-roh atau makhluk halus yang keberadaannya  lebih rendah dari manusia
c. Bhuta dalam arti binatang-binatang atau makhluk yang tampak kita lihat dan keberdaannya juga lebih rendah dari tingkat hidup manusia

Tentu timbul pula pertanyaan bahwa manusia punya tri rnam, tetapi kenapa yadnya sebagai bentuk pengembalian rnam ada lima (Panca Yadnya) tambahannya/lebihnya adalah adanya  manusa yadnya dan bhuta yadnya, apakah kita berhutang kepada sesama manusia dan pada bhuta itu ? atas pertanyaan demikian dapat dijelaskan bahwa , Secara sepintas mungkin tidak tampak manusia ada hutang kepada sesama manusia dan pada bhuta. Namun jika ditelusuri lebih dalam tampaknya manusia punya hutang terhadap sesama seperti seorang anak jelas berhutang pada orang tuanya (sudah Inklusif dalam pelaksanaan Pitra Yadnya).

Oleh karena itu, bhuta yadnya sifatnya berbeda dengan keempat yadnya yang lain (Dewa,Pitra Resi dan manusa yadnya) bahwa bhuta yadnya dilaksanakan hanyalah untuk menjaga hubungan yang harmonis terhadap keberadaan bhuta yang sama sama ada dibhur loka ini. Manusia tidaklah salah kalau melakukan yadnya sesuai keperluannya.

                                                                           IV. WUJUD BHAKTI

Wujud bhakti Secara umum ada dua yaitu :


1. Bhakti Dalam Arti Persembahan
Ada beberapa bentuk bhakti persembahan, sesajen/banten yaitu :
a. Sesuai dengan macam dan tujuan persembahan (dalam Panca Yadnya)
b. Tingkat bhakti persembahan (Nista, Madya, Utama)
c. Bhakti sesuai Dresta (Kuna dresta, Loka Dresta, desa dresta dan sastra dresta)
d. Sesuai kondisi para astika (Desa, Kala Patra)

2. Bhakti dalam arti sembahyang/Muspa


Sebagaimana telah diketahui bahwa di dalam Agama Hindu ditentukan adanya pelaksanaan bhakti/sembahyang yang bersifat insdentil/ tidak tetap, atau sewaktu-waktu. Pelaksanaan yang bersifat tetap adalah berupa pelaksanaan Tri sandya (tiga saat/ waktu sembahyang dalam sehari ) yaitu pagi hari antara jam 06.00 -06.15, siang hari antara jam 12.00 -12.15, dan senja hari antara jam 18.00 -18.15 waktu setempat. Waktu untukTri sandya ditetapkan tiga kali sehari sesuai dengan arti kata Tri sandya itu sendiri yaitu Tri artinya tiga dan sandya dari sandy (perpaduan) menunjukkan saat terjadi perpaduan sekaligus peralihan waktu. Tri sandya berarti sembahyang tiga kali pada saat terjadi peralihan waktu (pagi, tengah hari dan senja Hari)

                                                                             V. PENUTUP

Bertolak dari uraian-uraian yang diutarakan di atas, maka pada bagian penutup ini dapat disarikan Secara ringkas hal-hal sebagai berikut :


a. Ajaran agama Hindu pada intinya tergambar pada Tri Kerangka Agama Hindu yaitu menyangkut Tattwa, Susila dan Upacara
b. Pemahaman tattwa terkait dengan pelaksanaan bhakti tampak pada dasar keyakinan yang dirumuskan dalam Panca Sradha (Widhi tattwa, atma tattwa, Hukum karma Phala tattwa , punarbhawa tattwa dan moksa tattwa)
c.Untuk menjaga hubungan manusia (Hindu) sesuai posisinya diantara isi alam itu sendiri tampak dalam pelaksanaan Panca Yadnya (Dewa yadnya, Pitra Yadnya, Resi Yadnya, manusa Yadnya dan bhuta yadnya )
d. Setiap pelaksanaan yadnya diikuti dengan bhakti dalam arti persembahan maupun bhakti dalam arti sembahyang.
e. Pelaksanaan bhakti memiliki ketentuan baik mengenai bentuk/wujud bhakti, tata cara pelaksanaan, doa/ mantra-mantranya, tempat maupun waktu pelaksanaan bhakti itu sendiri
f. Melalui bhakti yang dilaksanakan dengan pemahaman dan pelaksanaannya yang baik dan benar, diharapkan dapat memperkuat sradha dan bhakti (Iman dan Takwa), kualitas beragamanya dan peningkatan mental spiritual dalam kehidupan beragama, bermasyarakat , berbangsa dan bernegara.

Demikian bahan mengenai Sradha dan bhakti ini dapat disajikan untuk dapatdi manfaatkan dalam upaya penguatan Sradha dan Bhakti serta mental spiritual dalam melaksanakan dharma agama dan dharma Negara dengan sebaik-baiknya.