MAKMUM WAJIB BACA AL-FATIHAH? Pertanyaan. Jawaban. Namun ada perbedaan Ulama tentang hukum membaca al-Fâtihah bagi makmum sebagai berikut :
Pendapat yang paling kuat dari ketiga pendapat di atas adalah pendapat ke tiga, dengan dalil-dalil sebagai berikut : 1. Membaca al-Fâtihah merupakan salah satu rukun dalam ibadah shalat عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ Dari Ubâdah bin ash-Shâmit dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca al-Fâtihah.’ [HR. al-Bukhâri, no. 723 ; Muslim, no. 394; dll] Imam al-Bukhâri meriwayatkan hadits ini dalam sebuah bab yang beliau rahimahullah beri judul : بَابُ وُجُوبِ الْقِرَاءَةِ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ فِي الصَّلَوَاتِ كُلِّهَا فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ وَمَا يُجْهَرُ فِيهَا وَمَا يُخَافَتُ Bab: “Kewajiban membaca bagi imam dan makmum dalam semua shalat, di kota sendiri dan di luar kota, dan pada shalat yang dijahrkan dan yang dibaca pelan”. Sedangkan imam Muslim meriwayatkan hadits ini dalam bab: بَابُ وُجُوْبِ قِرَاءَةِ الْفَاتِحَةِ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ Bab: “Kewajiban membaca al-Fâtihah di dalam setiap raka’at. 2. Makmum dalam shalat jahriyah juga wajib membaca al-Fâtihah عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْغَدَاةِ فَثَقُلَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ إِنِّي لَأَرَاكُمْ تَقْرَءُونَ وَرَاءَ إِمَامِكُمْ قَالُوا نَعَمْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا لَنَفْعَلُ هَذَا قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَإِنَّهُ لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِهَا Baca Juga Shalat Fardhu Bermakmum Kepada Orang yang Shalat Sunat Dari ‘Ubâdah bin ash-Shâmit, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunaikan shalat Shubuh bersama kami (menjadi imam-pen), lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kesusahan membaca. Setelah berpaling (salam), beliau bersabda, ‘Aku melihat kalian membaca di belakang imam kamu.’ Mereka menjawab, “Ya, demi Allâh ! Wahai Rasûlullâh, kami betul melakukannya.” Lalu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Jangan kalian lakukan, kecuali membaca Ummul Qur’ân, karena sesungguhnya tidak ada shalat bagi orang yang tidak membacanya.” [HR. Ahmad, no. 22694; al-Bukhâri dalam al-Juz fil Qirâ’ah; Ibnu Khuzaimah, no. 1581; Ibnu Hibbân, no. 1782, 1792, 1848; dll. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Shahîh lighairihi, adapun riwayat ini maka dia derajatnya hasan karena perawi bernama Muhammad bin Ishâq”. Syaikh al-Albâni menshahîhkannya dalam kitab Sifat Shalat Nabi, hlm. 99] Imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan hadits ini dalam kitabnya dalam bab : بَابُ الْقِرَاءَةِ خَلْفَ الْإِمَامِ وَ إِنْ جَهَرَ الْإِمَامُ بِاْلقِرَاءَةِ وَ الزَّجْرِ عَنْ أَنْ يَزِيْدَ الْمَأْمُوْمُ عَلَى قِرَاءَةِ فَاتِحَةِ الْكِتَابِ إِذَا جَهَرَ الْإِمَامُ بِاْلقِرَاءَةِ “Bab: Membaca di belakang imam, walaupun imam menjaharkan bacaan. Dan larang terhadap makmum dari membaca lebih dari al-Fâtihah jika imam menjaharkan bacaan.” Kesimpulannya: Perbedaan pendapat ini tidak boleh menjadi sebab kebencian dan permusuhan di antara kaum Muslimin. Demikian juga kita tidak boleh menghukumi tidak sah shalat orang yang berbeda pendapat dengan kita dalam masalah ini. Namun hendaklah kita memilih pendapat yang lebih selamat dan menetramkan hati. Wallâhu a’alam. MAKMUM TERTINGGAL BACAAN AL-FATIHAH Oleh Pertanyaan. Jawaban. لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ Tidak sempurna shalat seseorang yang tidak membaca al-Fatihah Menurut para Ulama’ hukum membaca al-Fatihah ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan jenis shalat dan kondisi ketika saudara mendirikan.
Baca Juga Bagaimana Cara Bersedekap Dalam Shalat Pada kondisi semacam ini, para ulama bersilang pendapat, apakah saudara dianggap mendapatkan hitungan satu rakaat atau tidak mendapatkannya, karena saudara ruku’ sebelum menyelesaikan bacaan al-Fatihah? Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini ialah yang menyatakan bahwa saudara telah dianggap mendapatkan satu rakaat. Hal ini berdasarkan hadits sahabat Abu Bakrah yang mendapatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang ruku’ maka beliau bergegas ruku’ sambil berjalan bergabung ke shaf barisan shalat guna mengikuti gerakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada kisah ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan sahabat Abu Bakrah untuk mengulang rakaat yang beliau tertinggal, namun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya mengingatkan sahabat Abu Bakrah agar tidak mengulangi sikapnya ruku’ di belakang shaf lalu berjalan menuju ke shaf. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. زادك اللّهُ حرصاًولاتَعُدْ “Semoga engkau bertambah rajin dan janganlah engkau mengulanginya lagi” [al-Bukhari] Dengan demikian dapat dipahami bahwa jamaah yang mendapatkan imamnya sedang membaca surat, tentu lebih pantas untuk dianggap telah mendapatkan rakaat tersebut. Terlebih Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ Barangsiapa memiliki imam, maka bacaan imamnya adalah bacaannya [HR. Ibnu Majah dan lainnya] Sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda. الإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمِنٌ Imam itu menanggung sedangkan muadzin itu adalah orang yang mendapatkan amanah (untuk menentukan waktu shalat) [Abu daud dan lainnya] [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVII/1435H/2014M dan Edisi 01/Tahun XVII/1434H/2013M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
|