Jika populasi ular meningkat pesat bagaimana populasi tikus di tempat itu

TIMESINDONESIA, MALANG – Pakar ular atau herpetologi Universitas Brawijaya (UB) Nia Kurniawan, D.Sc mengungkapkan fenomena teror ular yang kian marak memasuki permukiman warga.

Ia menyebut bahwa fenomena teror ular disebabkan salah satunya karena putusnya ekosistem rantai makanan. Dua pemangsa ular yakni elang dan musang dinilai semakin menurun populasinya.

Hal ini dianggap penyebab meningkatnya populasi ular. Apalagi masyarakat kurang ramah dengan dua jenis binatang pemangsa ular tersebut.

Jika populasi ular meningkat pesat bagaimana populasi tikus di tempat itu

Pakar ular atau herpetologi Universitas Brawijaya (UB) Nia Kurniawan, D.Sc. (foto: Naufal Ardiansyah/TIMES Indonesia)

"Pengetahuan masyarakat harus ditingkatkan. Elang sekarang jarang. Garangan atau musang juga mengurang. Warga pasti mengusir musang, karena takut ayamnya dimangsa," kata Wawan saat ditemui TIMES Indonesia, Sabtu (21/12/2019) di Malang.

Ketika populasi pemangsa ular menurun, tentu kata dia, populasi ular semakin meningkat. Ular punya mangsa favorit, terutama ular kobra yang suka mangsa sejenis katak, kadal dan tikus.

Katak, tikus dan kadal, bagi kobra, menjadi sasaran empuk karena mempunyai kadar kalori tinggi. Sementara ular jenis piton, cenderung membiarkan karena bukan termasuk mangsa favoritnya.

Dosen Jurusan Biologi Fakultas MIPA UB itu menerangkan fenomena teror ular yang merambah ke permukiman warga karena musim kemarau yang berkepanjangan.

Kata dia, saat musim kemarau, ular kobra memasuki masa perkawinan. Nah, masa itu lah ular jantan dan betina melakukan perkawinan.

Sedangkan musim hujan, ular mulai masuk masa bertelur. Proses menetasnya telur ular berlangsung singkat, sekitar 2-3 bulan.

Satu ular betina bisa menelurkan 10-30 telur. Dari puluhan telur tersebut, perkiraan menetas hingga hidup dewasa sekitar 20 ekor.

"Bisa dibayangkan bagaimana populasi ular berkembang. Itu baru sepasang ular. Belum lagi ular yang berkembang biak lainnya," beber pria yang juga Bendahara di Perhimpunan Herpetofauna Indonesia (PHI) itu.

Masa hidup ulang bisa mencapai 5-6 tahun. Hal ini tentu berbeda jika ular tersebut dirawat dan dipelihara.

"Makannya disuplai, bisa hidup lebih nyaman dan lama. Saya prediksi sampai Februari 2020 ular masih banyak bertelur," ujarnya.

Populasi ular yang belakangan ini meningkat memang bukan pertama. Musim kemarau yang berkepanjangan juga menjadi salah satu faktor.

"Masyarakat rajin-rajin bersihkan halaman rumah. Buat pintu kawat supaya ular tidak masuk. Kalau ketemu ular, jangan panik dan jangan dibuat mainan," jelas pakar herpetologi dari UB itu. (*)

Pewarta : Mohammad Naufal Ardiansyah
Editor : Faizal R Arief

Udhalen manut tembung linggane Saka ukara pekarangan ditanduri sayur​.

kelemahan dari pupuk kimia adalah​

sekolah yang dapat digunakan sebagai sabuk hijau adalah sekolah yang memiliki lahan ​

urutan planet dari yang periode revolusinya paling lama ke paling singkat adalah​

manusia memiliki kromosom sebanyak ...*​

Jika populasi ular meningkat pesat bagaimana populasi tikus di tempat itu

Jika populasi ular meningkat pesat bagaimana populasi tikus di tempat itu
Lihat Foto

KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN

Warga Kampung Kandang Sapi, Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat memerlihatkan ular piton sepanjang 4 meter yang berhasil ditangkap mereka di sebuah saluran air pinggir gang.

KOMPAS.com - Teror ular yang terjadi belakangan ini cukup meresahkan warga. Pasalnya tak hanya satu ataupun dua wilayah saja yang mendapati ular di sekitaran rumah mereka.

Kejadian ini bisa berakibat spesies ular tidak terkontrol. Lalu seperti apakah posisi ular pada ekosistem atau rantai makanan?

Dilansir dari National Geograpic, ular menjadi hewan yang sangat penting bagi ekosistemnya. Hal ini karena ular sebagai predator pemangsa dan dimangsa dalam rantai makanan.

Dalam rantai makanan sawah, kehadiran ular untuk menjaga populasi tikus dan sebagai makanan bagi predator yang memangsa ular.

Jika sebuah rantai makanan terjadi ketidakseimbangan atau terputus, maka salah satu ekosistemnya akan terjadi kelebihan populasi atau menjadi tidak terkontrol.

Baca juga: Ciri-ciri Ular Berbisa dan Tidak

Ular masuk dalam tingkatan konsumen III atau konsumen tersier. Di mana ular memakan hewan-hewan pada konsumen II atau konsumen sekunder.

Hewan pada konsumen sekunder ini seperti tikus atau katak yang memakan hewan-bewan herbivora (pemakan tumbuh-tumbuhan).

Jika populasi ular meningkat pesat bagaimana populasi tikus di tempat itu

Jika populasi ular meningkat pesat bagaimana populasi tikus di tempat itu
Lihat Foto

Elang ular bido (Spilornis cheela)

Kemudian ular menjadi mangsa predator atau konsumen IV yang menjadi tingakatan paling puncak.

Ada beberapa hewan yang menjadi pemangsa ular. Untuk kelompok burung ada burung hantu dan elang. Kemudian ada juga ular yang memakan ular karena tingkatannya lebih tinggi.

Selain itu, musang dan rubah juga menjadi hewan darat yang memangsa ukar sebagai makanannya.

Ekosistem sawah adalah ekosistem buatan yang dijadikan sebagai lahan pertanian tanaman padi. Sumber: Pexels.com

Ekosistem merupakan keadaan dari tempat komunitas suatu organisme dan organisme tak hidup dari suatu lingkungan yang saling berinteraksi.

Salah satu ekosistem yang ada di dunia ini ialah ekosistem sawah. Ekosistem ini mudah ditemui di daratan atau bahkan di pesisir pantai.

Dalam ekosistem sawah tentunya terdapat rantai makanan. Rantai makanan ini dapat menjelaskan perolehan makanan suatu organisme dari organisme lainnya.

Salah satu organisme yang berperan dalam rantai makanan pada ekosistem sawah adalah ular. Lantas, apa yang terjadi pada ekosistem sawah jika populasi ular punah?

Rantai Makanan Ekosistem Sawah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, rantai makanan memiliki artian sempit, yakni sebagai suatu rangkaian makan memakan dari suatu organisme ke organisme berkutnya.

Rantai makanan merupakan hasil dari hubungan antara komponen biotik, yakni makhluk hidup yang ada di sebuah ekosistem.

Dalam ekosistem sawah, tentunya terdapat tingkatan tropik pada rantai makanannya. Dikutip dari modul pembelajaran Mata Pelajaran IPA yang disusun oleh Dr. Ramlawati, M.Si, dkk, berikut tingkatan tropik yang ada pada rantai makanan, yakni:

  • Produsen, yakni organisme yang mampu menghasilkan senyawa organik dari bahan senyawa anorganik dengan bantuan energi matahari.

  • Konsumen adalah organisme yang memperoleh bahan organik dari organisme lain. Konsumen biasanya terdiri dari konsumen tingkat I (herbivora) hingga konsumen tingkat akhir (predator).

  • Dekomposer atau pengurai adalah organisme yang mampu merombak sisa produk organisme atau organisme yang telah mati menjadi senyawa anorganik.

Berdasarkan penjelasan di atas, rangkaian mengenai rantai makanan pada ekosistem sawah dapat mudah dipahami. Melansir dari buku Mega Bank US/M SD/MI 2018 yang ditulis oleh Dini Fitri, dkk, berikut contoh rantai makanan pada ekosistem sawah:

Ilustrasi rantai makanan pada ekosistem sawah. Sumber: Freepik.com

Padi > Belalang > Tikus > Ular > Burung Elang > Jamur

Melihat dari rantai makanan tersebut, padi merupakan makhluk hidup yang berperan sebagai produsen, sedangkan belalang merupakan konsumen tingkat I yang hanya dapat memakan tanaman padi.

Selanjutnya, ada tikus yang berperan sebagai konsumen tingkat II. Tikus juga terkadang bisa menjadi konsumen tingkat I dengan memakan langsung tanaman padi.

Tikus kemudian dimakan oleh ular yang berperan sebagai konsumen tingkat III. Ular kemudian dimakan oleh elang yang merupakan hewan predator berperan sebagai konsumen tingkat final.

Bangkai elang yang jatuh ke permukaan tanah kemudian akan diuraikan oleh jamur dan bakteri pengurai lainnya.

Salah satu dampak dari kepunahan ular adalah tanaman padi akan semakin berkurang. Sumber: Pexels.com

Menurut Alip Saripudin dan Aprilia dalam buku Get Success UASBN Ilmu Pengetahuan Alam, populasi ular menurun akan memberikan dampak pada ekosistem sawah.

Populasi ular yang kian menurun akibat adanya perburuan yang dilakukan manusia akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem sawah. Hal tersebut membuat ekosistem sawah menjadi tidak seimbang.

Populasi ular yang menurun akan berakibat pada meningkatnya populasi tikus. Jika jumlah tikus meningkat maka tanaman padi akan terganggu akibat banyaknya hama dan tikus.

Dengan terganggunya pertumbuhan dari tanaman padi maka akan menghambat panen padi.

Selain itu, menurunnya angka tanaman padi yang merupakan produsen utama dalam ekosistem sawah akan berdampak pada penurunan populasi organisme lain, seperti belalang, dan sebagainya.