Jika kita tidak dapat menolong saat diminta tolong oleh orang lain sikap kita sebaiknya

Jika kita tidak dapat menolong saat diminta tolong oleh orang lain sikap kita sebaiknya

Jika kita tidak dapat menolong saat diminta tolong oleh orang lain sikap kita sebaiknya
Lihat Foto

KOMPAS.com/Arum Sutrisni Putri

Tangkapan layar program Belajar dari Rumah TVRI 13 Mei 2020 Kelas 1-3 SD, Sahabat Pelangi: Episode Chandra Oh Chandra (Tanggung Jawab dan Integritas).

KOMPAS.com - Program Belajar dari Rumah TVRI 13 Mei 2020 Kelas 1-3 SD membahas tentang Sahabat Pelangi: Episode Chandra Oh Chandra (Tanggung Jawab dan Integritas).

Terdapat tiga pertanyaan pada tayangan tersebut.

Berikut ini pertanyaan kedua dan jawabannya:

Pertanyaan 2:

Apa yang dapat kita lakukan jika teman mengalami kesulitan menemukan alamat seperti Chandra?

Jawaban:

Jika teman mengalami kesulitan menemukan alamat maka kita harus membantunya mencari dan menemukan alamat yang ingin dituju.

Tetapi jika belum menemukan alamat yang dicari kita bisa menanyakan pada orang lain.

Untuk mencari alamat seseorang, kamu bisa meminta bantuan pada orang dewasa untuk menggambarkan peta.

Apabila sulit memahami peta ke alamat yang dituju, kamu bisa bertanya pada orang-orang.

Penjelasan:

Sikap meembantu teman adalah sikap yang baik dan terpuji.

Seperti yang dilakukan Wayan, Nisa dan Martha yang mempunyai inisiatif membantu Chandra untuk menemukan alamat Om Yunus.

Dengan membantu teman maka tugas atau pekerjaan menjadi mudah diselesaikan.

Sikap saling membantu dalam bergaul dengan teman adalah perbuatan yang sudah semestinya dilakukan.

Kita bisa menunjukkan rasa kepedulian kita terhadap orang lain dengan membantu teman.

Perbuatan membantu teman seharusnya dilakukan dengan tulus, ikhlas dan tanpa pamrih atau tidak mengharapkan imbalan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Jika kita tidak dapat menolong saat diminta tolong oleh orang lain sikap kita sebaiknya

Jika kita tidak dapat menolong saat diminta tolong oleh orang lain sikap kita sebaiknya
Lihat Foto

TVRI

Tangkapan layar Belajar dari Rumah TVRI 22 Juli 2020 SD Kelas 1-3 tentang Chandra Oh Chandra (Tanggung Jawab dan Integritas).

KOMPAS.com - Menurutmu, bagaimana sikap yang baik saat diminta membantu ibu tetapi kita sudah ada janji lain?

Pertanyaan tersebut adalah salah satu pertanyaan dalam program Belajar dari Rumah TVRI 22 Juli 2020 SD Kelas 1-3.

Dalam tayangan Belajar dari Rumah TVRI 22 Juli 2020 SD Kelas 1-3, ada tiga pertanyaan.

Berikut ini soal dan jawaban Belajar dari Rumah TVRI 22 Juli 2020 SD Kelas 1-3:

Pertanyaan:

Menurutmu, bagaimana sikap yang baik saat diminta membantu ibu tetapi kita sudah ada janji lain?

Jawaban:

Kita bisa memberitahukan kepada teman kita terlebih dahulu bahwa kita akan membantu ibu dulu.

Kemudian, setelah selesai membantu ibu, baru kita memenuhi janji dengan teman.

Sehingga, teman kita dapat memahami bahwa kita harus menyelesaikan kewajiban terhadap orangtua terlebih dahulu.

Penjelasan:

Tindakan membantu ibu adalah kewajiban kita sebagai anak.

Di sisi lain, kita harus menepati janji yang telah dibuat dengan teman.

Tetapi, dalam tayangan tersebut Chandra membantu ibu terlebih dahulu karena mendesak.

Untuk itu, Chandra menjelaskan kepada teman-temannya bahwa Chandra baru bisa bermain setelah selesai membantu ibu.

Untungnya, teman-teman Chandra baik sehingga mau mengerti bahwa Chandra melaksanakan kewajiban terhadap orangtua terlebih dahulu.

Teman-teman Chandra bahkan membantu Chandra menyelesaikan tugas dari ibunya.

Baru kemudian setelah selesai membantu ibunya, Chandra bermain bersama teman-temannya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Dua tahun yang lalu, kota kelahiran saya, Manchester di Inggris, mengalami serangan teroris. Setelah konser penyanyi Ariana Grande, seorang pria muda meledakkan bom yang diikat di dadanya, menewaskan 22 orang dan melukai beberapa ratus orang.

Di tengah serangan yang kejam ini, ada banyak kisah tentang kepahlawanan dan orang-orang yang rela berkorban.

Ada seorang dokter yang sedang tidak bertugas berlari ke area kejadian untuk membantu para korban. Lalu ada perempuan yang mengarahkan sekitar 50 remaja yang kebingungan dan ketakutan ke tempat aman di sebuah hotel terdekat; ia lalu membagikan nomor teleponnya di media sosial sehingga orang tua dapat datang dan menjemput anak-anak mereka.

Pengemudi taksi dari seluruh kota mematikan argo mereka untuk membawa penonton konser dan anggota masyarakat lainnya. Seorang paramedis di tempat kejadian bersaksi: “Banyak orang memberi pertolongan sebisa mereka… Saya belum pernah melihat orang-orang bergotong royong sedemikian rupa.”

Join 175,000 people who subscribe to free evidence-based news.

Dia menambahkan: “Saya mengenang sekali rasa kemanusiaan yang hadir. Orang-orang saling menatap mata, saling memastikan keadaan, menyentuh bahu, saling memperhatikan.”

Tindakan altruisme semacam itu hampir selalu ada dalam situasi darurat.

Pada sebuah jalan di London pada 2015, seorang pengendara sepeda terjebak di bawah bus tingkat. Sekitar 100 orang kemudian berkumpul, dan dengan kerelaan dan kerjasama luar biasa, mereka mampu mengangkat bus hingga pria itu bisa keluar.

Mengapa manusia kadang mempertaruhkan hidup mereka sendiri untuk menyelamatkan orang lain? Ini pertanyaan yang telah membingungkan para filsuf dan ilmuwan selama berabad-abad. Menurut pandangan Neo-Darwinian modern, manusia pada dasarnya egois, sebagai “pembawa” ribuan gen yang tujuannya hanya untuk bertahan hidup dan mereproduksi diri mereka sendiri.

Menurut pandangan ini, masuk akal bila kita membantu orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan kita secara genetik, seperti anggota keluarga atau sepupu jauh.

Apa yang tampak seperti pengorbanan diri sebenarnya bermanfaat bagi kumpulan gen kita. Tetapi bagaimana ketika kita membantu orang yang tidak kita kenal secara genetis, atau bahkan membantu binatang?

Berbagai penjelasan berbeda tentang hal ini telah dikemukakan. Seseorang menyatakan bahwa mungkin tidak ada sama sekali yang namanya altruisme “murni”. Ketika kita membantu orang asing (atau hewan), pasti selalu ada manfaat tertentu bagi diri kita sendiri: kita merasa sebagai orang baik, atau mendapatkan rasa hormat dari orang lain.

Atau mungkin altruisme adalah strategi investasi: kita melakukan perbuatan baik kepada orang lain dengan harapan bahwa mereka akan membalas budi (dikenal juga sebagai altruisme timbal balik).

Bahkan altruisme bisa jadi adalah cara untuk menunjukkan seberapa kaya atau mampu kita, sehingga kita menjadi lebih menarik di mata orang lain dan meningkatkan peluang kita dalam reproduksi.

Berakar pada empati

Saya tidak menafikan bahwa terkadang alasan-alasan tersebut nyata.

Banyak tindakan kebaikan bisa jadi terutama (atau hanya sebagian) dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Tetapi apakah altruisme “murni” itu ada? Bahwa ketika kita melakukan tindakan altruistik, motivasi kita murni untuk meringankan penderitaan orang lain?

Dalam pandangan saya, altruisme murni berakar pada empati. Empati digambarkan sebagai kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Tetapi dalam arti terdalamnya, empati adalah kemampuan untuk merasakan (bukan hanya untuk membayangkan) apa yang orang lain alami.

Ini adalah kemampuan untuk benar-benar memasuki ruang pikiran orang lain (atau makhluk) sehingga kita dapat merasakan perasaan dan emosi mereka. Dengan cara ini, empati dapat dilihat sebagai sumber belas kasih dan altruisme.

Empati menciptakan hubungan sehingga kita merasakan belas kasih. Kita bisa merasakan penderitaan orang lain, dan ini menimbulkan dorongan untuk meringankan penderitaan mereka. Lalu selanjutnya memunculkan tindakan altruistik. Ketika kita dapat merasakan perasaan orang lain, kita terdorong untuk membantu mereka ketika mereka membutuhkan.

Jika kita tidak dapat menolong saat diminta tolong oleh orang lain sikap kita sebaiknya
Terhubung. Shutterstock/vectorfusionart

Seperti yang saya tulis dalam buku saya, Ilmu Pengetahuan Spiritual, anggapan bahwa manusia sebagai mahluk yang benar-benar terpisah satu sama lain, yang terdiri dari gen egois yang hanya peduli dengan kelangsungan hidup dan replikasi mereka sendiri, itu salah. Kapasitas untuk empati menunjukkan kita saling terhubung secara yang mendalam.

Kita bisa merasa bahwa kita adalah bagian dari suatu jaringan kesadaran bersama.

Inilah yang memungkinkan kita untuk mengenali diri kita dalam orang lain, merasakan penderitaan mereka, dan menanggapinya dengan tindakan altruistik.

Kita dapat merasakan penderitaan orang lain karena, dalam kadar tertentu, kita adalah mereka. Jadi kita merasakan keinginan untuk meringankan penderitaan orang lain–untuk melindungi dan membuat mereka lebih baik–seperti halnya kita menolong diri sendiri.

Filsuf Jerman Arthur Schopenhauer menyebut:

Jiwa sejati saya ada dalam setiap makhluk … Inilah dasar belas kasih … yang dinyatakan lewat perbuatan baik.

Dengan kata lain, altruisme itu tidak perlu dijelaskan penyebabnya. Sebaliknya, kita harus merayakannya sebagai kemampuan untuk melampaui keterpisahan yang semu. Altruisme itu alami, altruisme adalah ekspresi dari sifat kita yang paling mendasar yaitu terhubung.

Amira Swastika menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

If so, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. With the latest scientific discoveries, thoughtful analysis on political issues and research-based life tips, each email is filled with articles that will inform you and often intrigue you.

Editor and General Manager

Find peace of mind, and the facts, with experts. Add evidence-based articles to your news digest. No uninformed commentariat. Just experts. 90,000 of them have written for us. They trust us. Give it a go.

If you found the article you just read to be insightful, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. Each newsletter has articles that will inform and intrigue you.

Komentari artikel ini