Jika kita berani bertanya kita akan menjadi anak yang

ilustrasi (dokpri)

Sebagai seorang guru, saya paling senang ketika seorang anak didik bertanya dalam sebuah pembelajaran. Bukan berarti karena saya selalu mulus dalam menjawab pertanyaan setiap anak didik.

Jujur, adakalanya saya tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan anak-anak didik. Tapi setidaknya, dengan pertanyaan tersebut, proses pembelajaran di kelas berjalan dengan baik. Anak-anak berani bertanya dan terlatih untuk memiliki rasa ingin tahu. Bahkan terbiasa memiliki cara bertanya yang baik ketika mereka kelak mengikuti berbagai forum di luar kelas.

Sementara bagi saya pribadi, pikiran saya pun akan selalu terasah dan selalu berusaha untuk mengembangkan diri. Memperbanyak membaca, berdiskusi dengan rekan sejawat serta mengamati persoalan lingkungan sekitar. Begitulah keyakinan saya.

Kenyataannya, untuk melatih dan mengajak anak berani untuk bertanya bukan perkara mudah. Adakalanya kita melakukan berbagai cara agar si anak mau bertanya. Berikut beberapa tips yang saya lakukan untuk membangun semangat bertanya di kelas.

  • Memberikan kesempatan kepada semua anak didik untuk bertanya, tanpa membeda-bedakan.
  • Jangan pernah menghina dan mentertawakan pertanyaan seorang anak. Jika demikian, kita sedang mematikan semangatnya untuk bertanya kembali. Jika tidak sesuai dengan pertanyaan yang kita harapkan, mari kita arahkan agar sesuai dengan ekspektasi kita sebagai guru.
  • Memberikan arahan yang jelas untuk hal-hal yang bisa ditanyakan. Misalnya, karena saya mengajar di lingkungan SMA, maka kesepakatan dengan anak-anak bahwa pertanyaan yang boleh ditanyakan hanya pertanyaan yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan 'mengapa' dan 'bagaimana'. Karena pertanyaan tersebut, akan membuka pemikiran dan memperkaya pembelajaran daripada hanya bertanya "apa", "siapa" dan "dimana".
  • Terkadang, adakalanya kemampuan bertanya tersebut kita berikan dalam rubrik penilaian. Dengan demikian, anak-anak memiliki antusias untuk bertanya. Mereka merasa dihargai. Menurut saya itu sah-sah saja. Asal pada akhirnya si anak tersebut, tidak hanya mau bertanya karena ada penilaian saja. Itu tentu penanganannya berbeda lagi.

Hingga saat ini, setidaknya dengan cara yang demikian, anak-anak di kelas saya selalu terlihat antusias untuk bertanya.

Bahkan ketika dalam sebuah presentasi di kelas, yang dilakukan oleh anak yang sedang mendapat giliran presentasi, tidak jarang dari anak-anak yang berperan sebagai pendengar, ada tiga hingga tujuh orang yang mau bertanya dalam sesi tanya jawab.

Seperti pembelajaran hari ini di salah satu kelas X IPS tempat saya mengajar. Ketika sekelompok di depan kelas telah selesai mempresentasikan materi tentang topik sosialisasi (baik itu bentuk, tipe, pola, dan agen sosialisasi). Ada sebanyak empat orang yang langsung mengacungkan tangan untuk bertanya kepada kelompok tersebut.

Menurut saya sebagai seorang guru, ternyata pertanyaan yang mereka ajukan berkualitas dan sangat menyentuh sisi kehidupan yang sesungguhnya. Pertanyaan mereka malah di luar dugaan saya sebelumnya.

Misalnya, ada anak yang bertanya "Bagaimana  jika seorang yang dibesarkan di panti asuhan atau tidak dibesarkan oleh orangtuanya, apakah hakikat sosialisasi primer (maksudnya penanaman nilai dan prinsip dalam keluarga) berjalan dengan ideal?" Nampaknya pertanyaan ini menjadi pertanyaan menarik untuk dibahas di dalam kelas.

Saya pun sangat bersyukur dengan pertanyaan seorang anak tersebut. Setidaknya dengan pertanyaan tersebut, bukan hanya yang melakukan presentasi saja yang berpikir dan berusaha menjawabnya. Tapi saya pun punya kesempatan untuk menjelaskan pembelajar berharga bagi anak-anak tentang pentingnya keluarga.

Bahkan dengan satu pertanyaan itu, saya berkesempatan mengajak mereka bersyukur untuk memiliki kesempatan mendapatkan didikan, penanaman nilai dan prinsip dari orangtua yang mereka kasihi. Untuk itu, saya pun mengajak mereka menghargai pembelajaran di dalam rumah, jangan pernah menghianati didikan dari orangtua, dan selalu menjaga nama baik keluarga.


Page 2

Sebagai seorang guru, saya paling senang ketika seorang anak didik bertanya dalam sebuah pembelajaran. Bukan berarti karena saya selalu mulus dalam menjawab pertanyaan setiap anak didik.

Jujur, adakalanya saya tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan anak-anak didik. Tapi setidaknya, dengan pertanyaan tersebut, proses pembelajaran di kelas berjalan dengan baik. Anak-anak berani bertanya dan terlatih untuk memiliki rasa ingin tahu. Bahkan terbiasa memiliki cara bertanya yang baik ketika mereka kelak mengikuti berbagai forum di luar kelas.

Sementara bagi saya pribadi, pikiran saya pun akan selalu terasah dan selalu berusaha untuk mengembangkan diri. Memperbanyak membaca, berdiskusi dengan rekan sejawat serta mengamati persoalan lingkungan sekitar. Begitulah keyakinan saya.

Kenyataannya, untuk melatih dan mengajak anak berani untuk bertanya bukan perkara mudah. Adakalanya kita melakukan berbagai cara agar si anak mau bertanya. Berikut beberapa tips yang saya lakukan untuk membangun semangat bertanya di kelas.

  • Memberikan kesempatan kepada semua anak didik untuk bertanya, tanpa membeda-bedakan.
  • Jangan pernah menghina dan mentertawakan pertanyaan seorang anak. Jika demikian, kita sedang mematikan semangatnya untuk bertanya kembali. Jika tidak sesuai dengan pertanyaan yang kita harapkan, mari kita arahkan agar sesuai dengan ekspektasi kita sebagai guru.
  • Memberikan arahan yang jelas untuk hal-hal yang bisa ditanyakan. Misalnya, karena saya mengajar di lingkungan SMA, maka kesepakatan dengan anak-anak bahwa pertanyaan yang boleh ditanyakan hanya pertanyaan yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan 'mengapa' dan 'bagaimana'. Karena pertanyaan tersebut, akan membuka pemikiran dan memperkaya pembelajaran daripada hanya bertanya "apa", "siapa" dan "dimana".
  • Terkadang, adakalanya kemampuan bertanya tersebut kita berikan dalam rubrik penilaian. Dengan demikian, anak-anak memiliki antusias untuk bertanya. Mereka merasa dihargai. Menurut saya itu sah-sah saja. Asal pada akhirnya si anak tersebut, tidak hanya mau bertanya karena ada penilaian saja. Itu tentu penanganannya berbeda lagi.

Hingga saat ini, setidaknya dengan cara yang demikian, anak-anak di kelas saya selalu terlihat antusias untuk bertanya.

Bahkan ketika dalam sebuah presentasi di kelas, yang dilakukan oleh anak yang sedang mendapat giliran presentasi, tidak jarang dari anak-anak yang berperan sebagai pendengar, ada tiga hingga tujuh orang yang mau bertanya dalam sesi tanya jawab.

Seperti pembelajaran hari ini di salah satu kelas X IPS tempat saya mengajar. Ketika sekelompok di depan kelas telah selesai mempresentasikan materi tentang topik sosialisasi (baik itu bentuk, tipe, pola, dan agen sosialisasi). Ada sebanyak empat orang yang langsung mengacungkan tangan untuk bertanya kepada kelompok tersebut.

Menurut saya sebagai seorang guru, ternyata pertanyaan yang mereka ajukan berkualitas dan sangat menyentuh sisi kehidupan yang sesungguhnya. Pertanyaan mereka malah di luar dugaan saya sebelumnya.

Misalnya, ada anak yang bertanya "Bagaimana  jika seorang yang dibesarkan di panti asuhan atau tidak dibesarkan oleh orangtuanya, apakah hakikat sosialisasi primer (maksudnya penanaman nilai dan prinsip dalam keluarga) berjalan dengan ideal?" Nampaknya pertanyaan ini menjadi pertanyaan menarik untuk dibahas di dalam kelas.

Saya pun sangat bersyukur dengan pertanyaan seorang anak tersebut. Setidaknya dengan pertanyaan tersebut, bukan hanya yang melakukan presentasi saja yang berpikir dan berusaha menjawabnya. Tapi saya pun punya kesempatan untuk menjelaskan pembelajar berharga bagi anak-anak tentang pentingnya keluarga.

Bahkan dengan satu pertanyaan itu, saya berkesempatan mengajak mereka bersyukur untuk memiliki kesempatan mendapatkan didikan, penanaman nilai dan prinsip dari orangtua yang mereka kasihi. Untuk itu, saya pun mengajak mereka menghargai pembelajaran di dalam rumah, jangan pernah menghianati didikan dari orangtua, dan selalu menjaga nama baik keluarga.


Lihat Lyfe Selengkapnya


Page 3

Sebagai seorang guru, saya paling senang ketika seorang anak didik bertanya dalam sebuah pembelajaran. Bukan berarti karena saya selalu mulus dalam menjawab pertanyaan setiap anak didik.

Jujur, adakalanya saya tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan anak-anak didik. Tapi setidaknya, dengan pertanyaan tersebut, proses pembelajaran di kelas berjalan dengan baik. Anak-anak berani bertanya dan terlatih untuk memiliki rasa ingin tahu. Bahkan terbiasa memiliki cara bertanya yang baik ketika mereka kelak mengikuti berbagai forum di luar kelas.

Sementara bagi saya pribadi, pikiran saya pun akan selalu terasah dan selalu berusaha untuk mengembangkan diri. Memperbanyak membaca, berdiskusi dengan rekan sejawat serta mengamati persoalan lingkungan sekitar. Begitulah keyakinan saya.

Kenyataannya, untuk melatih dan mengajak anak berani untuk bertanya bukan perkara mudah. Adakalanya kita melakukan berbagai cara agar si anak mau bertanya. Berikut beberapa tips yang saya lakukan untuk membangun semangat bertanya di kelas.

  • Memberikan kesempatan kepada semua anak didik untuk bertanya, tanpa membeda-bedakan.
  • Jangan pernah menghina dan mentertawakan pertanyaan seorang anak. Jika demikian, kita sedang mematikan semangatnya untuk bertanya kembali. Jika tidak sesuai dengan pertanyaan yang kita harapkan, mari kita arahkan agar sesuai dengan ekspektasi kita sebagai guru.
  • Memberikan arahan yang jelas untuk hal-hal yang bisa ditanyakan. Misalnya, karena saya mengajar di lingkungan SMA, maka kesepakatan dengan anak-anak bahwa pertanyaan yang boleh ditanyakan hanya pertanyaan yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan 'mengapa' dan 'bagaimana'. Karena pertanyaan tersebut, akan membuka pemikiran dan memperkaya pembelajaran daripada hanya bertanya "apa", "siapa" dan "dimana".
  • Terkadang, adakalanya kemampuan bertanya tersebut kita berikan dalam rubrik penilaian. Dengan demikian, anak-anak memiliki antusias untuk bertanya. Mereka merasa dihargai. Menurut saya itu sah-sah saja. Asal pada akhirnya si anak tersebut, tidak hanya mau bertanya karena ada penilaian saja. Itu tentu penanganannya berbeda lagi.

Hingga saat ini, setidaknya dengan cara yang demikian, anak-anak di kelas saya selalu terlihat antusias untuk bertanya.

Bahkan ketika dalam sebuah presentasi di kelas, yang dilakukan oleh anak yang sedang mendapat giliran presentasi, tidak jarang dari anak-anak yang berperan sebagai pendengar, ada tiga hingga tujuh orang yang mau bertanya dalam sesi tanya jawab.

Seperti pembelajaran hari ini di salah satu kelas X IPS tempat saya mengajar. Ketika sekelompok di depan kelas telah selesai mempresentasikan materi tentang topik sosialisasi (baik itu bentuk, tipe, pola, dan agen sosialisasi). Ada sebanyak empat orang yang langsung mengacungkan tangan untuk bertanya kepada kelompok tersebut.

Menurut saya sebagai seorang guru, ternyata pertanyaan yang mereka ajukan berkualitas dan sangat menyentuh sisi kehidupan yang sesungguhnya. Pertanyaan mereka malah di luar dugaan saya sebelumnya.

Misalnya, ada anak yang bertanya "Bagaimana  jika seorang yang dibesarkan di panti asuhan atau tidak dibesarkan oleh orangtuanya, apakah hakikat sosialisasi primer (maksudnya penanaman nilai dan prinsip dalam keluarga) berjalan dengan ideal?" Nampaknya pertanyaan ini menjadi pertanyaan menarik untuk dibahas di dalam kelas.

Saya pun sangat bersyukur dengan pertanyaan seorang anak tersebut. Setidaknya dengan pertanyaan tersebut, bukan hanya yang melakukan presentasi saja yang berpikir dan berusaha menjawabnya. Tapi saya pun punya kesempatan untuk menjelaskan pembelajar berharga bagi anak-anak tentang pentingnya keluarga.

Bahkan dengan satu pertanyaan itu, saya berkesempatan mengajak mereka bersyukur untuk memiliki kesempatan mendapatkan didikan, penanaman nilai dan prinsip dari orangtua yang mereka kasihi. Untuk itu, saya pun mengajak mereka menghargai pembelajaran di dalam rumah, jangan pernah menghianati didikan dari orangtua, dan selalu menjaga nama baik keluarga.


Lihat Lyfe Selengkapnya


Page 4

Sebagai seorang guru, saya paling senang ketika seorang anak didik bertanya dalam sebuah pembelajaran. Bukan berarti karena saya selalu mulus dalam menjawab pertanyaan setiap anak didik.

Jujur, adakalanya saya tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan anak-anak didik. Tapi setidaknya, dengan pertanyaan tersebut, proses pembelajaran di kelas berjalan dengan baik. Anak-anak berani bertanya dan terlatih untuk memiliki rasa ingin tahu. Bahkan terbiasa memiliki cara bertanya yang baik ketika mereka kelak mengikuti berbagai forum di luar kelas.

Sementara bagi saya pribadi, pikiran saya pun akan selalu terasah dan selalu berusaha untuk mengembangkan diri. Memperbanyak membaca, berdiskusi dengan rekan sejawat serta mengamati persoalan lingkungan sekitar. Begitulah keyakinan saya.

Kenyataannya, untuk melatih dan mengajak anak berani untuk bertanya bukan perkara mudah. Adakalanya kita melakukan berbagai cara agar si anak mau bertanya. Berikut beberapa tips yang saya lakukan untuk membangun semangat bertanya di kelas.

  • Memberikan kesempatan kepada semua anak didik untuk bertanya, tanpa membeda-bedakan.
  • Jangan pernah menghina dan mentertawakan pertanyaan seorang anak. Jika demikian, kita sedang mematikan semangatnya untuk bertanya kembali. Jika tidak sesuai dengan pertanyaan yang kita harapkan, mari kita arahkan agar sesuai dengan ekspektasi kita sebagai guru.
  • Memberikan arahan yang jelas untuk hal-hal yang bisa ditanyakan. Misalnya, karena saya mengajar di lingkungan SMA, maka kesepakatan dengan anak-anak bahwa pertanyaan yang boleh ditanyakan hanya pertanyaan yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan 'mengapa' dan 'bagaimana'. Karena pertanyaan tersebut, akan membuka pemikiran dan memperkaya pembelajaran daripada hanya bertanya "apa", "siapa" dan "dimana".
  • Terkadang, adakalanya kemampuan bertanya tersebut kita berikan dalam rubrik penilaian. Dengan demikian, anak-anak memiliki antusias untuk bertanya. Mereka merasa dihargai. Menurut saya itu sah-sah saja. Asal pada akhirnya si anak tersebut, tidak hanya mau bertanya karena ada penilaian saja. Itu tentu penanganannya berbeda lagi.

Hingga saat ini, setidaknya dengan cara yang demikian, anak-anak di kelas saya selalu terlihat antusias untuk bertanya.

Bahkan ketika dalam sebuah presentasi di kelas, yang dilakukan oleh anak yang sedang mendapat giliran presentasi, tidak jarang dari anak-anak yang berperan sebagai pendengar, ada tiga hingga tujuh orang yang mau bertanya dalam sesi tanya jawab.

Seperti pembelajaran hari ini di salah satu kelas X IPS tempat saya mengajar. Ketika sekelompok di depan kelas telah selesai mempresentasikan materi tentang topik sosialisasi (baik itu bentuk, tipe, pola, dan agen sosialisasi). Ada sebanyak empat orang yang langsung mengacungkan tangan untuk bertanya kepada kelompok tersebut.

Menurut saya sebagai seorang guru, ternyata pertanyaan yang mereka ajukan berkualitas dan sangat menyentuh sisi kehidupan yang sesungguhnya. Pertanyaan mereka malah di luar dugaan saya sebelumnya.

Misalnya, ada anak yang bertanya "Bagaimana  jika seorang yang dibesarkan di panti asuhan atau tidak dibesarkan oleh orangtuanya, apakah hakikat sosialisasi primer (maksudnya penanaman nilai dan prinsip dalam keluarga) berjalan dengan ideal?" Nampaknya pertanyaan ini menjadi pertanyaan menarik untuk dibahas di dalam kelas.

Saya pun sangat bersyukur dengan pertanyaan seorang anak tersebut. Setidaknya dengan pertanyaan tersebut, bukan hanya yang melakukan presentasi saja yang berpikir dan berusaha menjawabnya. Tapi saya pun punya kesempatan untuk menjelaskan pembelajar berharga bagi anak-anak tentang pentingnya keluarga.

Bahkan dengan satu pertanyaan itu, saya berkesempatan mengajak mereka bersyukur untuk memiliki kesempatan mendapatkan didikan, penanaman nilai dan prinsip dari orangtua yang mereka kasihi. Untuk itu, saya pun mengajak mereka menghargai pembelajaran di dalam rumah, jangan pernah menghianati didikan dari orangtua, dan selalu menjaga nama baik keluarga.


Lihat Lyfe Selengkapnya