VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi adalah kondisi yang dicita-citakan untuk diwujudkan dengan besaran dan dimensi waktu yang ditentukan. Visi sebagai refleksi dari seluruh harapan dan keinginan bersama dari seluruh pemangku kepentingan didaerah. Seluruh aktivitas dan pelaksanaan pembangunan yang akan diselenggarakan lima tahun kedepan baik oleh pemerintah, swasta dan masyarakat harus disinergikan untuk untuk pencapaian visi daerah Visi SKPD dalam hal ini Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Lampung mengacu dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari visi Pemerintah Provinsi Lampung. Untuk itu Renstra Dinas Koperasi dan UKM mengakomodasi Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Lampung sebagaimana tertuang dalam RPJMD Provinsi Lampung, dan Visi yang telah ini diharapkan akan menjadi acuan bagi SKPD dan pihak lain yang terkait dalam rangka membangun koperasi dan UKM di Provinsi Lampung terhadap kontribusi pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Provinsi Lampung secara berkelanjutan. Visi Pemerintah Provinsi Lampung tahun 2015-2019 adalah : “LAMPUNG MAJU DAN SEJAHTERA 2019” Penjabaran Visi ini jika dikaitkan dengan pembangunan Bidang Koperasi dan UKM adalah mewujudkan koperasi yang berkualitas dan sehat, mengembangkan produk unggulan dan berdaya saing, menumbuhkan wirausaha baru dan kesempatan kerja, mewujudkan SDM pengelola koperasi yang kompeten dan mewujudkan aparatur yang professional, berdedikasi dan tanggap terhadap pelayanan. Koperasi dan UKM yang maju umumnya akan menjadi basis yang kuat untuk berkembangnya sistem perekonomian yang berkelanjutan. Dukungan Sarana dan Prasarana Koperasi yang modern perlu dipersiapkan selain adanya kebijakan kebijakan terkait koperasi dan UKM melalui kinerja UPTD Perkuatan Permodalan dan UPTD Badiklatkop dan UKM yang efisien, tepat sasaran dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi pembangunan bidang koperasi dan UMKM di Provinsi Lampung, maka Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Lampung melaksanakan Misi 1 Pemerintah Provinsi Lampung Tahun 2015-2019, yaitu : “Misi 1 : Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Dan Memperkuat Kemandirian Daerah “ Misi tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan potensi dan keunggulan yang dimiliki provinsi Lampung dengan cara merangsang dan memperkuat tumbuhnya gairah investasi diberbagai sector dan ekonomi yang berbasis kerakyatan dengan kemitraan. Pertumbuhan ekonomi yang kuat ditandai juga oleh upaya pemerataan agar proses menetes kebawah (Trickledown effect) berlangsung cepat dan berkesinambungan. Perkuatan ekonomi merupakan penciptaan daya saing berkelanjutan yaitu hasil pengelolaan sumber daya yang didukung dengan kompetensi yang tinggi. Produktifitas barang dan jasa yang dihasilkan dengan kualitas tinggi dan berdaya saing sehingga meningkatkan nilai tambah produk dan kemandirian daerah. Penguatan kemandirian daerah diindikasikan oleh kapasitas Fiskal yang tinggi terutama dicirikan oleh pendapatan asli daerah (PAD) yang tinggi. Dampak akhir dari pembangunan ekonomi Lampung adalah kesejahteraan sosial yang berkeadilan. Kesejahteraan dicapai melalui pemberdayaan dan partisipasi masyarakat, pemerataan pembangunan dan hasil hasilnya. Dalam pelaksanaan visi pemerintah Provinsi Lampung, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Lampung telah menetapkan arah pembangunannnya selama 5 tahun dengan berupaya mewujudkan Lampung sebagai Provinsi Koperasi yang didukung oleh Koperasi dan Usaha Kecil Dan Menengah (KUKM) yang sehat dan kuat. Upaya tersebut secara terminology dijelaskan sesuai dengan penjelasan berikut . Sehat : Dalam arti kinerja usaha, prinsip prinsip koperasi dan kaidah bisnisnya .Apabila digambarkan adalah suatu kondisi atau keadaan koperasi yang sehat sesuai aspek penilaian kesehatan yaitu aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, Manajemen, efisiensi, rentabilitas dan likuiditas, kemandirian dan pertumbuhan jati diri koperasi, dan bagi koperasi yang berpola syariah harus mematuhi pelaksanaan prinsip prinsip syariah (Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI No. 20/per/M.KUKM/XI/2008 Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan KSP/ USP dan 35.3/Per/M.KUKM/X/2007 Tentang Pedoman Penilaian Kesehatan KJKS dan UJKS) . Aspek kinerja usaha yang semakin sehat, ditunjukkan dengan membaiknya struktur permodalan, kondisi kemampuan penyediaan dana, penambahan asset, peningkatan volume usaha, peningkatan kapasitas produksi, dan peningkatan keuntungan. Kuat : dalam arti partisipasi anggotanya. Koperasi sebagai badan usaha yang dicirikan oleh prinsip prinsip kohesivitas dan partisipasi anggota yang kuat dengan kinerja usaha yang semakin sehat dan berorientasi kepada usaha anggota serta memiliki kepedulian social. Aspek kohesivitas dan partisipasi anggota, ditunjukkan dengan keterikatan anggota terhadap anggota lain maupun terhadap organisasi, dalam hal rasa tanggung rentang atau kemauan untuk berbagai resiko (Risk Sharing) tingkat pemanfaatan pelayanan koperasi, serta ukuran ukuran kuantitatif lainnya, seperti rasio peningkatan jumlah anggota, prosentase kehadiran dalam rapat anggota, prosentase pelunasan simpanan wajib, dan prosentase besaran simpanan sukarela. Penjabaran dari misi 1 tersebut diatas serta untuk mewujudkan pembangunan Koperasi dan UKM yang sehat dan kuat, maka kemudian disusun beberapa sub misi terkait pembangunan bidang Koperasi dan UKM di Provinsi Lampung dengan memberdayakan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Lampung yang berkualitas dan berkelanjutan, memperluas kesempatan kerja dan menurunkan jumlah kemiskinan dalam rangka mewujudkan Provinsi Lampung yang sejahtera, demokratis dan berkeadilan, melalui : Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang koperasi dan usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan; Melaksanakan koordinasi dan kemitraan dalam rantai nilai proses pembangunan guna memperluas kesempatan kerja dan menurunkan jumlah kemiskinan; Melaksanakan praktek tata kelola pemerintahan yang baik serta mengembangkan kapasitas kelembagaan dalam rangka mewujudkan masyarakat Lampung yang sejahtrera dan berkeadilan. Skip to content
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Ketua DPR Puan Maharani (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap menyampaikan keterangan kepada wartawan sesuai memngikuti Rapat Paripurna DPR di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/5/2021). Rapat paripurna tersebut dengan agenda penyampainm pemerintah tentang Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2022.
Dibentuk: 19 Agustus 1945 Regulasi: Perpres No. 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan Menteri pertama: Menteri saat ini:
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) adalah kementerian di bawah Presiden Republik Indonesia yang mengurus bidang keuangan. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan. Kemenkeu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Peran vital Kementerian Keuangan adalah membantu Presiden dalam mengelola keuangan dan kekayaan negara. Dalam pelaksanaan tugasnya, Menteri Keuangan dapat dibantu oleh Wakil Menteri yang ditunjuk oleh Presiden. Sejak 27 Juli 2016, Menteri Keuangan Republik Indonesia adalah Sri Mulyani. Kementerian Keuangan berada di Gd. Djuanda I, Jl. Dr. Wahidin Raya No.1, Ps. Baru, Kecamatan Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara dan mengangkat presiden serta wakil presiden. Sehari kemudian, tanggal 19 Agustus 1945 PPKI membentuk 12 kementerian dalam lingkungan pemerintahan yang salah satunya adalah Kementerian Keuangan. Sebelas kementerian yang lain adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, Kementerian Kemakmuran, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian Pertahanan, Kementerian Penerangan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pekerjaan Umum. Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan dan kekayan negara mengeluarkan dekrit penting pada tanggal 29 September 1945 di bawah Menteri Keuangan A.A. Maramis. Ada tiga poin utama yang diatur dalam dekrit ini. Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pemerintahan tentara Jepang dalam hal pengeluaran negara. Artinya, surat-surat perintah yang berkaitan dengan keuangan atas nama pemerintahan Jepang tidak berlaku lagi di Indonesia. Kedua, sejak dekrit tersebut dikeluarkan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diberikan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk di bawah Menteri Keuangan. Ketiga, semua kantor kas negara dan instansi yang melakukan tugas negara hanya menerima surat perintah membayar uang yang ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara. Aturan mengenai Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai alat pembayaran yang sah diterbitkan pada tanggal 29 Oktober 1946 melalui Keputusan Menteri Keuangan. Pada saat itu Menteri Keuangan dijabat oleh Sjarifruddin Prawiranegara. Detik-detik peluncuran ORI ditandai dengan pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam siarannya di RRI. ORI resmi menjadi mata uang Indonesia sejak 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Saat ini, mata uang rupiah terbaru yang beredar adalah uang tahun emisi 2016. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam aturan itu, uang rupiah memuat tanda tangan pemerintah (Menteri Keuangan) dan Gubernur Bank Indonesia.
Dasar hukum utama mengenai Kementerian Keuangan adalah Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Kementerian Negara. Selanjutnya secara lebih khusus, aturan mengenai Kementerian Negara diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Kementerian keuangan termasuk dalam kementerian yang membantu Presiden dalam urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebut dalam UUD 1945. Aturan ini dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan diperinci dalam Pasal 5 ayat (2). Dalam Pasal tersebut disebutkan keuangan sebagai urusan pemerintahan bersama dengan agama, hukum, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
Visi Kementerian Keuangan adalah menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang produktif, kompetitif, inklusif, dan berkeadilan di abad ke-21. Untuk mendukung visi itu, Kemenkeu memiliki lima misi, yaitu:
Logo Kementerian Keuangan secara keseluruhan memiliki arti sebagai ungkapan sesuatu daya yang mempersatukan dan menyerasikan dalam gerak kerja, untuk melaksanakan tugas Kementerian Keuangan. Adapun makna yang terkandung di dalam komponen logo sebagai berikut:
Tugas Kementerian Keuangan diatur dalam Pasal 4 Perpres No. 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan. Tugas tersebut adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Sementara Pasal 5 Perpres No. 28 Tahun 2015 mengatur fungsi Kementerian Keuangan, yakni:
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA Menteri Keuangan Sri Mulyani mengunjungi gerai UMKM di sekitar pendopo Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Kamis (25/3/2021). Ia meminta Pemkab Kendal menyiapkan SDM unggul.
Struktur Organisasi Menurut Pasal 6 Perpres No. 28 Tahun 2015, struktur organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari:
KOMPAS/PRIYOMBODO Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beserta jajarannya saat akan memberikan keterangan dalam konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) edisi Agustus 2019 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2019). Hingga akhir Juli 2019, realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.052,83 triliun atau 48,63 persen terhadap target APBN 2019. Sementara realisasi penerimaan pajak sampai akhir Juli 2019 mencapai Rp705,59 triliun atau 44,73 persen dari target APBN 2019 dan tumbuh positif sebesar 2,68 persen (year on year).
Pada tahun 2021, Kementerian Keuangan mengusulkan anggaran belanja sebesar Rp42,36 triliun. Jumlah ini turun Rp7,51 triliun dari APBN 2020. Anggaran tersebut juga lebih rendah Rp2,92 triliun dari anggaran Kemenkeu 2020 yang telah dipangkas akibat pandemi Covid-19. Usulan anggaran yang lebih rendah digunakan untuk mendukung program prioritas yang akan dikerjakan oleh otoritas fiskal di tahun depan. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung kinerja Kementerian Keuangan serta pelaksanaan lima program priotitas, yaitu program kebijakan fiskal sebesar Rp60,05 miliar, pengelolaan penerimaan negara sebesar Rp1,94 triliun, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko sebesar Rp248,62 miliar, serta dukungan manajemen sebesar Rp40,08 triliun. Kondisi keuangan Indonesia sebelum pandemi atau tepatnya pada 2018 sampai 2019 sangat sehat dan kredibel untuk mendukung stabilitas ekonomi. Hal ini dilihat dari realisasi APBN Tahun 2018 yang hanya mengalami defisit sebesar 1,76 persen jauh lebih rendah dari target yaitu sebesar 2,19 persen dan merupakan defisit terendah sejak tahun 2012. Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1,94 triliun meningkat 16,6 persen dari tahun 2017. APBN tahun 2018 juga memperoleh sejumlah capaian seperti penerimaan pajak tumbuh 14,3 persen, penerimaan Kepabeanan dan Cukai tumbuh 6,7 persen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh 30,8 persen, dan realisasi belanja negara mencapai Rp2,20 triliun atau 99,2 persen dari APBN. Angka ini lebih tinggi dari realisasi APBN tahun 2017 dan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2012. Kondisi keuangan yang sehat dan kredibel berlanjut pada 2019. Realisasi APBN 2019 mengalami defisit 2,2 persen melebihi target 1,84 persen untuk mempertahankan pembangunan fiskal dan menopang laju perekonomian. Pendapatan negara tumbuh 0,7%, penerimaan perpajakan tumbuh 1,7 persen, belanja negara tumbuh 4,4% dari capaian tahun 2018. Kondisi keuangan ini mendukung arah stabilitas ekonomi Indonesia. Kondisi keuangan Indonesia pada tahun 2020 dan 2021 menggambarkan bahwa sebagian besar anggaran digunakan untuk menghadapi pandemi Covid-19 agar dapat menopang pemulihan ekonomi menghadapi kondisi ketidakpastian akibat penyebaran virus Covid-19 yang semakin masif. Menghadapi ketidakpastian tersebut, Kementerian Keuangan bekerja sama dan memperkuat sinergitas dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Jika dilihat dari kinerja APBN tahun 2020, defisit APBN mencapai 4,16 persen. Akibat perlambatan ativitas ekonomi, realisasi pendapatan negara tumbuh negatif 13,7 persen. Sementara itu, belanja meningkat tajam sebesar 15,5 persen atau 67,2 persen dari anggaran akibat Program Ekonomi Nasional (PEN) dan percepatan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Peranan APBN menjadi sangat sentral dalam memulihkan ekonomi nasional dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai program stimulus yang diberikan pemerintah. Hal ini tercermin dalam kinerja APBN 2021 kuartal pertama di mana realisasi belanja tumbuh 15,61 persen akibat kenaikan belanja barang untuk pelaksanaan vaksinasi, bantuan untuk pelaku usaha, serta belanja modal untuk infrastruktur. Selain itu, belanja bantuan sosial juga meningkat pada kuartal 1 dibandingkan tahun lalu menunjukkan dukungan APBN bagi masyarakat di dalam rangka untuk mendukung daya belinya. Di sisi lain kinerja pendapatan negara tumbuh positif di 0,64 persen. Kementerian Keuangan akan terus mempercepat realisasi program-program stimulus pada APBN dan masyarakat diharapkan dapat memanfaatkannya secara optimal.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin (kiri ke kanan) menyampaikan keterangan kepada wartawan seusai mengikuti sidang lanjutan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/5/2020). Program ini merupakan program sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dan meningkatkan kemudahan layanan terhadap Wajib Pajak (WP) dan/atau Wajib Bayar (WB). Selain itu, program ini merupakan upaya untuk mengakselerasi pembangunan, meningkatkan kemandirian nasional, mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan daya saing, kemudahan berbisnis di Indonesia, serta mengefektifkan APBN. Program ini didasari oleh prinsip manajemen resiko, dalam kaitannnya dengan perpajakan dan kepabeanan pelaku usaha yang patuh akan mendapatkan berbagai kemudahan. Tujuannya adalah agar perpajakan, kepabeanan, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) patuh terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Seiring dengan berbagai tantangan global yang dihadapi, Kementerian Keuangan terus melakukan reformasi di dalam kerjasama ini. Terdapat 8 bentuk sinergi di antaranya: Program Joint Analisis, Joint Audit, Joint Collection, Joint Investigasi, Joint Proses Bisnis, Single Profile, Secondment, dan program sinergi lainnya. Kementerian Keuangan menerapkan empat kebijakan fiskal dalam rangka melakukan tranformasi ekonomi Indonesia. Pertama, kebijakan fiskal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dalam 10 tahun terakhir untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Kedua, untuk meningkatkan sumber daya manusia, Kementerian Keuangan juga melaksanakan program sosial seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta bantuan dalam bentuk dukungan tunai maupun nontunai seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), pelatihan-pelatihan, Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS). Ketiga, mengalokasikan anggaran infrastruktur untuk mendorong belanja di bidang infrastruktur serta mendorong kebijakan dengan sektor publik, yaitu Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Anggaran alokasi untuk infrastruktur bahkan menjadi anggaran dengan alokasi tersebar setelah pendidikan. Keempat, mendorong reformasi birokrasi.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan pengarahan serangkaian Rakernas XIII Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) di Bali Nusa Dua Convention Center, ITDC Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu (19/6/2021). Selain mengadakan rakernas di Bali, Apkasi juga menyelenggarakan acara pengukuhan Dewan Pengurus Apkasi masa bakti 2021-2026. Untuk meminimalisir dampak dari Pandemi Covid-19 di bidang ekonomi dan keuangan, Kementerian Keuangan melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Program PEN dirancang untuk memulihkan ekonomi Indonesia dengan melindungi masyarakat miskin dan rentan miskin serta mendukung dunia usaha. Adapun sejumlah bantuan yang disediakan pemerintah lewat PEN di antaranya Penyertaan Modal Negara, Penempatan Dana Pemerintah, Investasi Pemerintah, penjaminan, dan realokasi Belanja Negara. Melalui program ini, Pemerintah juga berfokus kepada UMKM sebagai penggerak roda ekonomi dengan memberikan subsidi bunga, insentif pajak dan penjaminan untuk kredit modal kerja baru. Selain itu, pemerintah juga memberikan perlindungan sosial atau safety net dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bansos Tunai Non-PKH, kartu Prakerja, Diskon Listrik, BLT Dana Desa, Bantuan Tunai Non-Jabodetabek, dan Bansos Sembako Jabodetabek kepada masyarakat miskin dan terdampak Covid-19. Pada tahun 2021, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran untuk PEN sebesar Rp699,43 triliun. Per Mei 2021, realisasi anggaran PEN mencapai Rp172,35 triliun atau sebesar 24 persen. (LITBANG KOMPAS)
Kontributor: Editor:
Arsip Kompas
“Realisasi Anggaran PEN 2021 Capai Rp 172,35 Triliun, Berikut Rinciannya”, Kompas, 17 Mei 2021 “Jokowi Teken PP 23/2020 untuk Pulihkan Ekonomi Akibat Covid-19”, Kompas, 13 Mei 2020 “Kemenkeu Usulkan Pagu Anggaran Rp 42,3 triliun di 2021, Untuk Apa Saja?”, Kompas, 23 Juni 2020 Internet
Laman resmi Kementerian Keuangan Republik Indonesia Aturan
Perpres No. 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan error: Content is protected !! |