Jelaskan tentang perbedaan kemandirian pada remaja dibandingkan masa anak-anak

(1)

11 A. KEMANDIRIAN

A. 1. Pengertian Kemandirian

Rondiyah, (2009 : 20) menurut Basri, kemandirian dalam arti psikologis dan mentalis mengandung pengertian keadaan seseorang dalam kehidupannya yang mampu memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Kemampuan demikian hanya mungkin dimiliki jika seseorang berkemampuan dengan seksama tentang sesuatu yang dikerjakannya atau diputuskannya, baik dalam segi-segi manfaat atau keuntungan maupun segi-segi negatif dan kerugian yang akan dialaminya.

(2)

yang dibuatnya sendiri setelah mendengarkan pendapat dari orang-orang yang dianggap berkompeten untuk memberikan pendapat. Remaja juga akan mampu memberikan alasan dengan cara-cara yang lebih baik serta memprediksi akibat dari keputusannya. Perubahan peranan dan aktivitas sosial remaja terkait dengan munculnya masalah yang berkaitan dengan masalah yang berhubungan dengan kebebasan. Untuk mencapai kebebasan yang remaja inginkan, remaja diharapkan dapat meningkatkan rasa tanggungjawab, dapat membuat keputusan yang bebas dari pengaruh oranglain dan mengklarifikasi nilai-nilai personal.

(3)

jawab yang lebih besar dibandingkan yang sebelumnya. Remaja belajar untuk melakukan segala sesuatunya sendiri, serta belajar melepaskan diri dari ketergantungannya terhadap orangtua. Disisi lain, ketika remaja hendak mencapai kemandiriannya, seringkali remaja mendapat hambatan dari orangtua. Orangtua terkadang masih ingin memegang kendali atas kehidupan anak sepenuhnya padahal di satu sisi remaja ingin mendapat kebebasan untuk dapat menjadi pribadi yang lebih mandiri dan bertanggung jawab (Santrock, 2011). Proses perkembangan kemandirian memiliki dampak pada kehidupan remaja termasuk proses perubahan hubungan orangtua anak (Nguyen, 2008).

(4)

Selain itu juga mampu bertindak kritis, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam melakukan aktifitasnya, percaya diri, dan mampu menerima realitas. Kebutuhan untuk memiliki kemandirian dipercaya sebagai hal yang penting dalam memperkuat motivasi individu. Menurut pernyataan Ryan dan Deci (Yusuf, 2000) tersebut dapat diketahui bahwa individu yang mandiri mampu memotivasi dirinya untuk bertahan dengan kesulitan yang dihadapi dan dapat menerima kegagalan dengan pikiran yang rasional. Hal ini sesuai dengan salah satu ciri individu yang memiliki kemandirian tinggi yaitu mampu menghadapi kegagalan dengan sikap yang rasional dengan berupaya mengatasinya secara lebih baik tanpa menyebabkan depresi. Kemandirian merupakan salah satu indikator kedewasaan seseorang yang ditandai dengan kemampuannya dalam melakukan segala sesuatu sendiri tanpa harus bergantung dengan orang lain (Patriana, 2007).

(5)

mencari masukan dari orang tua untuk untuk mengambil keputusan. Perjuangan remaja meraih kemandirian dimata dirinya sendiri ataupun di mata orang lain merupakan proses yang panjang dan terkesan sulit. Tiga kondisi utama dalam perkembangan remaja dalam usahanya mencapai kemandirian, yaitu bebas secaraemosional, mampu mengambil keputusan sendiri, mampu menetapkan batasan-batasan, nilai-nilai dan moral sendiri. Bagi seorang remaja, menjadi mandiri adalah salah satu syarat untuk dapat disebut dewasa, dengan demikian remaja akan memperoleh pengakuan dari lingkungannya (Steinberg, 2002:270).

A. 2. Bentuk-Bentuk Kemandirian

Priayudana, (2014 : 3031) Steinberg mengemukakan bahwa aspek -aspek kemandirian meliputi :

(6)

b. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy), yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan secara bebas dan menindaklanjutinya. Kemandirian perilaku yaitu mandiri dalam bertindak dan bebas untuk bertindak sendiri tanpa terlalu bergantung pada bimbingan orang lain. kemandirian bertindak dimulai sejak usia anak dan berkembang dengan sangat tajam sepanjang usianya.

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy), yakni kebebasan untuk memaknai seperangkat benar-salah, baik-buruk apa yang berguna dan sia-sia bagi dirinya sendiri. diantara ketiga komponen kemandirian, kemandirian nilai merupakan proses yang paling kompleks, tidak jelas bagaimana proses berlangsung dan pencapaiannya terjadi melalui proses internalisasi yang pada lazimnya tidak disadari, dan umumnya berkembang paling akhir dan paling sulit dicapai secara sempurna dibanding kedua tipe kemandirian lainnya. Kemandirian nilai semakin berkembang setelah sebagian besar cita-cita pendidikan, rencana pekerjaan, pernikahan dan identitas diri tercapai. Beberapa ahli mengakui keluarga dan lingkungan sekolah sebagai sumber utama bagi perkembangan kemandirian nilai.

A. 3. Ciri-Ciri Kemandirian

(7)

1) Mengetahui secara tepat cita-cita yang hendak dicapai

2) Percaya diri dan dapat dipercaya serta percaya pada orang lain 3) Mengetahui bahwa sukses adalah kesempatan bukan hadiah 4) Membekali dengan pengetahuan dan ketrampilan yang berguna 5) Mensyukuri nikmat Allah

Rondiyah, (2009 : 22) sejalan dengan pendapat dari ahli di atas, Antonius mengemukakan bahwa ciri-ciri mandiri adalah sebagai berikut:

1) Percaya diri

2) Mampu bekerja sendiri

3) Menguasai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan kerjanya 4) Menghargai waktu

5) Tanggung jawab

Kurniawati, (2014 : 17-18) ciri dan sikap kemandirian menurut Chabib Thoha dapat dirumuskan dalam delapan point, yaitu sebagai berikut :

a. Mampu berfikir kritis, kreatif, dan inofatif. b. Tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. c. Tidak lari atau menghindari masalah.

d. Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam.

e. Apabila menjumpai masalah dapat dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.

f. Tidak merasa rendah diri bila harus berbeda dengan orang lain.

(8)

A. 4 Proses Terbentuknya Kemandirian

Rondiyah, (2009 : 22) lingkungan kehidupan yang dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan kepribadian seseorang, baik segi segi positif maupun negatif. Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan membentuk kepribadian seseorang, dalam hal ini adalah kemandirian. Lingkungan sosial yang mempunyai kebiasaan yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas dalam kehidupan, demikian pula keadaan dalam kehidupan keluarga akan mempengaruhi perkembangan keadaan kemandirian anak. Sikap orang tua yang tidak memanjakan anak akan menyebabkan anak berkembang secara wajar dan menggembirakan. Sebaliknya, remaja yang dimanjakan akan mengalami kesukaran dalam hal kemandiriannya.

(9)

untuk melakukan pilihan terhadap sesuatu secara baik. Sebaliknya keluarga yang anormatif akan menyebabkan anak-anak yang berkembang di dalamnya mengalamim kegersangan nilai-nilai yang baik. Kedua orang tua yang baik tentu akan menuntun anak-anaknya agar selalu memperhatikan teman sepergaulannya. Dianjurkan untuk selalu mencari teman yang baik akhlaknya. Bukan hanya sekadar mempunyai kawan dalam kehidupan tanpa memperhatikan taraf kebaikan perangai dan tingkah lakunya.

A. 5. Faktor-Faktor Kemandirian

Rondiyah, (2009 : 24-25) kemandirian seorang remaja tentunya tidak bisa terjadi begitu saja tanpa adanya faktor-faktor yang mempengaruhi remaja tersebut. Faktor-faktor tersebut lebih lanjut akan membentuk kemandirian remaja menjadi baik atau tergantung dari seberapa kuat faktor tersebut berpengaruh. Faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku kemandirian remaja adalah:

Menurut Santrock (2003: 145-220) faktor-faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku kemandirian ada dua, yaitu:

a) Pola Asuh Orang Tua Dalam Keluarga

(10)

dibandingkan dengan perilaku yang terlalu melindungi anak. Remaja yang orang tuanya otoriter seringkali merasa cemas akan perbandingan sosial, tidak mampu memulai suatu kegiatan dan memiliki kemampuan komunikasi yang rendah. Remaja yang orang tuanya autoritatif akan sadar dan bertanggung jawab secara total dan berkaitan dengan peningkatan remaja.

b) Pendidikan

Pendidikan mempunyai sumbangan yang berarti dalam perkembangan terbentuknya kemandirian pada diri seseorang. Pendidikan adalah usaha manusia dengan penuh tanggung jawab membimbing anak belum mandiri secara pribadi. Semakin bertambahnya pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, kemungkinan untuk mencoba sesuatu baru semakin besar, sehingga seseorang akan lebih kreatif dan memiliki kemampuan. Besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat mempenaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan. Biasanya remaja lebih menaruh minat pada pelajaran yang nantinya akan berguna dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya.

B. REMAJA

B. 1. Pengertian Remaja

Ratna dan Dany (2011:135) menyatakan bahwa masa remaja terbagi ke dalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun).

(11)

krisis normatif yang sebelumnnya telah memberikan kontribusi kepada perkembangan identitas ini. Erikson memandang pengalaman hidup remaja berada dalam keadaan moratorium, yaitu suatu periode saat remaja diharapkan mampu mempersiapkan dirinya untuk masa depan, dan mampu menjawab pertanyaan siapa saya? (who am i?) Dia mengingatkan bahwa kegagalan remaja untuk mengisi atau menuntaskan tugas ini akan berdampak tidak baik bagi perkembangan dirinya (Yusuf, 2007: 71).

B. 2. Ciri-Ciri Remaja

Singgih dan Singgih, (2012:67-71) menyatakan seorang remaja berada pada batas peralihan antara kehidupan anak dan dewasa. Sekalipun tubuhnya kelihatan sudah “dewasa”, tetapi bila diperlukan bertindak seperti orang dewasa ia

gagal menunjukkan kedewasaannya. Pengalamannya mengenai alam dewasa masil belum banyak sehingga hal-hal berikut itu sering terlihat pada diri mereka. 1. Kegelisahan

(12)

mereka hanya dikuasai oleh perasaan gelisah akibat keinginan-keinginan yang tidak tersalurkan.

2. Pertentangan

Pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan, baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. Pada umumnya, timbul perselisihan serta pertentangan pendapat dan pandangan antara si remaja dengan orangtua. Selanjutnya, pertentangan ini menyebabkan timbulnya keinginan yang hebat untuk melepaskan diri dari orangtua. Namun, keinginan untuk melepaskan diri ini ditentang lagi oleh keinginan untuk memperoleh rasa aman di rumah. Mereka tidak berani mengambil risiko dari tindakan meninggalkan lingkungan yang aman di antara keluarganya. Selain itu, keinginan melepaskan diri secara mutlak belum disertai kesanggupan untuk berdiri sendiri tanpa memperoleh lagi bantuan dari keluarga dalam hal keuangan.

3. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya

Mereka ingin mengetahui berbagai hal melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam berbagai bidang. Contohnya, mereka ingin mencoba apa yang dilakukan oleh dewasa, seperti merokok secara sembunyi-sembunyi.

(13)

Akhirnya, penjelajahan ketubuhan bisa menyebabkan pengalaman dengan akibat yang tidak selalu menyenangkan. Misalnya kehamilan, yang menghentikan karier maupun prestasi sekolah yang justru di idamkan pemuda-pemudi.

5. Keinginan menjelajah ke alam sekitar pada masa remaja lebih luas

Bukan hanya lingkungan dekatnya saja yang diselidiki, bahkan lingkungan yang lebih luas lagi. Keinginan menjelajah dan menyelidiki ini dapat disalurkan dengan baik ke penyelidikan yang bermanfaat.

6. Mengkhayal dan berfantasi

Keinginan menjelajah lingkungan tidak selalu mudah disalurkan. Pada umumnya, keinginan menjelajah mengalami keterbatasan, khususnya dari segi keuangan. Seorang remaja yang ingin menjelajahi lingkungan alam sekitarnya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Banyak faktor yang menghalangi penyaluran keinginan remaja mengeksplorasi dan bereksperimen pada lingkungan, sehingga jalan keluar diambil dengan berkhayal dan berfantasi.

7. Aktifitas berkelompok

(14)

keinginan untuk bertindak, berbuat, dan bereksplorasi. Keadaan perasaan yang tidak berdaya terhadap dorongan-dorongan dari dalam diri mereka untuk bertindak maupun terhadap kekangan dari luar, berupa larangan orang tua dan terbatasnya kesanggupan serta kemampuan finansial, acap kali melemahkan dan mematahkan semangat para remaja. Hal ini jelas tidak dapat dibiarkan sehingga perlu diusahakan jalan keluar dari keadaan seperti ini. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dengan berkumpul melakukan kegiatan dan penjelajahan secara bersama atau kelompok. Keinginan berkelompok ini tumbuh sedemikian besarnya dan dapat dikatakan merupakan ciri umum masa remaja.

B. 3. Tahap-Tahap Perubahan pada Remaja

Sarlito, (2011:40) pada remaja, menurut Otto Rank, terjadi perubahan drastis dari will, yaitu dari keadaan tergantung kepada orang lain (dependence) pada masa kanak-kanak menuju kepada keadaan mandiri (independence) pada masa dewasa.

Tahap-tahap perubahan itu adalah sebagai berikut :

1. Pembebasan kehendak dari kekuatan-kekuatan dari dalam diri sendiri maupun dari lingkungannya (misalnya dari orangtuanya) yang selama ini mendominasinya.

(15)

neurotik (kecenderungan untuk tetap tertekan) melawan dorongoan-dorongan kreatif (kecenderungan untuk mencipta, mengatur). Akibat dari konflik moral itu timbullah perasaan bersalah, menyesali, dan menyalahkan diri sendiri (self critism) dan perasaan rendah diri. Kalau proses ini berkepanjangan remaja yang bersangkutan akan terlibat dalam gejala neurotik, tetapi kalau ia bisa mengatasi tahap ini dengan baik, remaja yang bersangkutan akan masuk ke tahap berikutnya dimana ia akan menjadi manusia yang produktif dan kreatif.

3. Integritas antara kehendak dan kontra-kehendak menjadi pribadi yang harmonis.

Sarlito, (2011:41-43) kalau Otto Rank menjelaskan masa remaja dari sudut pembebasan kehendak dari kontra kehendak dalam menuju terbentuknya kepribadian yang mandiri, yang mampu menentukan self-nya sendiri, Erik Erikson, seorang ahli psikoanalisis yang lain mengatakan bahwa manusia sejak lahirnya dihadapkan dalam konflik yang terus-menerus dalam rangka pembentukan identitas egonya. Dalam tiap fase perkembangan ada dua kemungkinan, yaitu hasil positif yang akan menyebabkan perkembangan “ego”

(16)

Tahap-tahap perkembangan dengan konfliknya masing-masing menurut Erikson adalah sebagai berikut.

1. Percaya (trust) melawan tidak percaya (mistrust). Fase ini terjadi pada masa bayi, kira-kira semasa fase oral dari S. Freud dan dinamakan juga fase oral sensory oleh Erikson. Dalam fase ini anak terombang ambing antara dorongan untuk mempercayai orang lain dan kecemasan akan bahaya atau ketidaksenangan yang mungkin ditimbulkan orang lain. Jika anak mendapat perlakuan yang cukup menyenangkan dari orang tuanya dan orang-orang dewasa lainnya, maka ia bisa mengembangkan rasa percaya pada orang lain.

2. Otonomi lawan rasa malu (shame) dan keraguan (doubt). Dinamakan juga

fase “muscular anal” karena semasa dengan fase anal dalam teori S. Freud.

Periode ini ditandai dengan keinginan untuk mandiri dai satu pihak, tetapi juga masih adanya keraguan dan perasaan malu-malu di lain pihak. Orang tua yang bisa mendorong keberanian anak akan menimbulkan rasa percaya diri pada anak, sedangkan orang tua yang sering melarang atau terlalu melindungi akan menyebabkan anak tidak bisa melepaskan diri dari rasa malu dan keraguannya.

(17)

4. Industrius (hasrat berprestasi) lawan rendah diri (inferiority). Terjadi pada masa laten dimana terdapat pertentangan antara dorongan untuk berprestasi, berbuat sesuatu, menghasilkan sesuatu (industry) dengan rasa kurang percaya diri, ketakutan akan mengalami kegagalan (inferiority). Anak yang jarang sekali mendapat penghargaan atas hasil karyanya cenderung akan menjadi anak-anak yang terus-menerus rendah diri.

5. Identitas lawan kekaburan peran (role diffusion), terjadi pada masa pubertas dan remaja. Individu pada tahap ini sudah ingin menonjolkan identitas dirinya, akan tetapi ia masih terperangkap oleh masih kaburnya peran dia dalam lingkungan asalnya.

6. Keintiman (intimacy) lawan penjarakan (isolation). Fase ini terjadi pada tahap dewasa muda. Di satu pihak, ia ingin menjaga jarak dengan lingkungan hidup. Di pihak lain, ia masih belum dapat melepaskan diri dari keakraban, keintiman dengan orang-orang yang pernah dekat dengannya.

(18)

8. Integritas Ego lawan kemuakan dan ketidaksenangan (disgust, despair). Pada tahap kematangan, ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu manusia tersebut tumbuh menjadi manusia yang ego-nya berkembang mantap (jika ia banyak menyerap hal positif dalam perkembangannya) atau ia jadi pribadi yang tidak menyenangi dirinya sendiri (kalau ia banyak menyerap pengalaman yang negatif).

B. 4. Tugas Perkembangan Masa Remaja (12-21 tahun)

Berikut adalah tugas perkembangan masa remaja (12-21 tahun) yang disebutkan oleh Ratna dan Dany, (2011:159) yaitu :

a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya b. Mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita

c. Menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif

d. Mencapai kemandirian emosiaonal dari orang tua dan orang dewasa lainnya e. Mencapai jaminan kemandirian ekonomi

f. Memilih dan mempersiapkan karier.

g. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga

h. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara

i. Mencapai perilaku yang bertanggung jawab secara sosial

(19)

C. ORANG TUA

C. 1 Pengertian Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak). Menurut Thamrin Nasution, orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu. Jika menurut Hurlock, orang tua merupakan orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua).

C. 2. Peran Orang tua dalam Perkembangan Remaja

(20)

pada keluarga menjadi berdiri sendiri secara otonom. Dalam hal ini, peranan orang tua jelas besar sekali.

1. Orangtua memberi kasih sayang dan kebebasan bertindak sesuai dengan umur para remaja sehingga remaja diharapkan akan mengalami perkembangan yang optimal.

2. Orangtua tidak mendukung anak dalam memperkembangkan keinginan bertindak sendiri, atau mungkin sama sekali menentang keinginan anak untuk bertindak sendiri, atau mungkin sama sekali menentang keinginan anak untuk bertindak sendiri, sehingga perkembangan perubahan peranan sosialnya tidak dapat diharapkan mencapai hasil yang baik.

Hubungan antara orangtua dengan anak turut menentukan persiapan para remaja menghadapi kesulitan dalam perubahan peran sosial. Beberapa sikap orang tua yang kurang menguntungkan dalam perkembangan remaja dapat dilihat dalam contoh-contoh berikut.

1. Seseorang yang terlalu banyak memperoleh perlindungan orangtua pada masa kecil akan mengalami kesulitan bila harus memenuhi harapan-harapan sehubungan dengan kehidupan dewasa diluar sana.

(21)

ditembus. Akhirnya, ia tetap hidup dalam kekanak-kanakan dan tidak menjadi dewasa dalam arti yang sebenarnya. Ia tidak berani bergaul dan tidak dapat bertindak bila harus mengambil keputusan yang penting.

2. Orangtua yang selalu memanjakan anaknya dan dalam segala hal memenuhi keinginan anaknya kurang membantu anaknya dalam persiapan memasuki masa dewasa. Bisa jadi, di luar rumah anak akan mengalami kesulitan yang tidak dapat diatasinya karena tidak dilatih untuk membiasakan diri mengarahkan usahanya mencapai tujuan.

Menurut Papilia (2008) pada dasarnya ibu akan memberi rasa aman, nyaman terhadap seorang remaja karena seorang anak menaruh kepercayaan yang besar terhadap ibu. Hal ini tentu saja juga menimbulkan bagaimana hubungannya dengan orang lain....Menurut Bowbly kebutuhan yang paling utama dimiliki oleh seorang remaja ialah kelekatan (Dariyo 2007). Dalam hal kelekatan, yang paling berperan adalah figur seorang ibu, karena secara naluriah, seorang ibu mampu untuk menyayangi, membimbing dan mendidik remajanya (Meizara, 2015:170).

Meizara, (2015:171) relasi orang tua dan anak adalah sangat penting dalam keluarga. Kualitas ini dapat diukur melalui 4 hal, yakni :

(22)

b. Keterbukaan dan komunikasi, setiap anggota keluarga memiliki kesempatan yang sama untuk mengemukakan pemikirannya. Komunikasi bersifat dua arah sehingga dapat meminimalkan konflik.

c. Berorientasi pada kebutuhan pribadi anak bukan kebutuhan orangtua. Jika orangtua masih bersifat egois, memaksakan kehendaknya maka berarti masih berorientasi pada kebutuhan orangtua. Sikap ini tanpa disadari mengambil hak anak untuk berkembang tidak sesuai dengan potensinya bahkan akan berdampak pada anak menjadi suka melawan perintah orangtua.

d. Kepercayaan pada anak, ini merupakan bagian dari pengakuan terhadap eksistensi anak sehingga terbangun harga diri. Kepercayaan yang diberikan orangtua pada anak dapat mendorong anak untuk membuktikan dirinya bisa dipercaya sehingga berhati-hati dalam bertindak.

C. 3. Keluarga

(23)

Monty, (2001: 121-122) tak dapat disangkal bahwa keluarga merupakan tempat pertama bagi anak untuk belajar interaksi sosial. Melalui keluargalah anak belajar berespons terhadap masyarakat dan beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas kelak. Melalui proses interaksi di dalam keluarga, seorang anak secara bertahap belajar mengembangkan kemampuan nalar serta imajinasinya. Hal ini selanjutnya akan mempengaruhi kemampuan koginitif anak dalam menghadapi kehidupan pada tahapan-tahapan perkembangan berikutnya. Melalui pemahaman nilai-nilai kehidupan yang ditanamkan dari anggota keluarga, kemampuan persepsi seorang anak akan diarahkan secara khusus kedalam bidang-bidang tertentu. Perhatian mereka terhadap hal-hal yang ada di sekelilingnya banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang mereka anut, dan keluargalah yang menanamkan nilai-nilai tersebut. Anak-anak para industrialis pada umunya banyak menaruh perhatian pada hal-hal yang berkaitan erat dengan bidang kedokteran. Kondisi seperti ini adalah wajar tentunya, karena memang anak-anak tersebut diberi stimulasi atau rangsangan pengetahuan yang sejalan dengan pengetahuan yang dimiliki orang tua mereka.

(24)

yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah perilaku yang mudah diobservasi oleh anak, dan hal yang dapat diobservasi ini dengan mudah pula direkam di dalam ingatan anak. Hal-hal yang direkam di dalam ingatan kelak membentuk pola pikir dalam tatanan pemetaan penalaran tertentu yang dikenal sebagai skema dan skema ini merupakan rancang gambar (blue print) bagi perilaku anak.

(25)

D. KOS

D. 1 Pengertian Kos

Utama, (2009:11) pengertian kos atau sering disebut kos-kosan adalah sejenis kamar sewa yang disewa (booking) selama kurun waktu tertentu sesuai dengan perjanjian pemilik kamar dan harga yang disepakati. Umumnya booking kamar dilakukan selama kurun waktu satu tahun. Namun demikian ada pula yang hanya menyewakan selama satu bulan, tiga bulan, dan enam bulan, sehingga sebutannya menjadi sewa tahunan, bulanan, tri bulanan, dan tengah tahunan. Penyewaan yang kurang dari waktu itu mahasiswa lebih memilih di penginapan. Berbeda dengan kos-kosan, rumah kontrakan merupakan bentuk satu rumah sewa yang disewakan kepada masyarakat khususnya bagi para pelajar dan mahasiswa yang bertempat tinggal di sekitar kampus, selama kurun waktu tertentu sesuai dengan perjanjian sewa dan harga yang disepakati.

(26)

tidak sedikit pula, kos-kosan ditempati oleh masyarakat umum yang tidak memiliki rumah pribadi dan menginginkan berdekatan dengan lokasi beraktivitas.

D. 2. Fungsi Kos-Kosan

Utama, (2009:12) pada prinsipnya fungsi kos-kosan merupakan:

(1) Sarana tempat tinggal sementara bagi mahasiswa yang pada umumnya berasal dari luar daerah selama masa studinya.

(2) Sarana tempat tinggal sementara bagi masyarakat umum yang bekerja di kantor atau yang tidak memiliki rumah tinggal agar berdekatan dengan lokasi kerja.

(3) Sarana latihan pembentukan kepribadian mahasiswa untuk lebih berdisplin, mandiri dan bertanggung jawab karena jauh dari keluarga.

(4) Tempat untuk menggalang pertemanan dengan mahasiswa lain dan hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya.

(27)

D. 3. Jenis dan peraturan kos-kosan

Utama, (2009:13). Pada umumnya bentuk kos-kosan mahasiswa dibedakan dari ukuran kamar dan jumlah penghuninya. Dewasa ini sering dijumpai kos-kosan yang menerapkan:

(1) satu kamar untuk dua orang dengan tempat tidur yang digunakan bertingkat (double decker) atau satu tempat tidur besar atau dua terpisah,

(2) satu kamar untuk satu orang (single room).

Utama, (2009:13-14). Apabila dilihat dari keberadaan kos-kosan dan pemiliknya, maka hal itu dapat dibedakan:

(1) kos-kosan bercampur dengan rumah pengelolanya, tetapi tetap dalam satu bangunan

(2) kos-kosan berada dalam satu gedung sendiri dimana mahasiswa dan pengelolanya tidak bertempat tinggal di gedung yang sama.

(3) kos-kosan bercampur dengan rumah kontrakan di mana pengelola dalam areal yang sama tetapi tempat berbeda gedung.

D. 4. Peraturan dan Tata Tertib Kos-Kosan

Utama, (2009:15). Peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di antaranya:

1. Membayar biaya kos-kosan sesuai dengan perjanjian awal.

(28)

3. Tidak diperkenankan membawa, menggunakan, menyimpan barang-barang yang mudah terbakar di kamar kost, seperti bensin, minyak tanah, kompor, petasan dan lain-lain.

4. Demi kenyamanan bersama penghuni kos dan lingkungan sekitar, dihimbau untuk tidak menimbulkan kegaduhan dan selalu menjaga ketertiban, kebersihan lingkungan sekitar.

5. Tempat kos dan fasilitasnya diperuntukkan hanya untuk penghuni resmi dan terdaftar. Apabila ada orang lain menginap, selain yang diketahui identitasnya, sangat dilarang menggunakan fasilitas kos-kosan.

6. Peraturan lain berkenaan dengan:

Jam bertamu : - Senin-Jumat: sampai dengan pukul 21.00 - Sabtu-Minggu: sampai dengan pukul 22.00 § Tamu lelaki tidak diperkenankan memasuki kamar kos perempuan. § Apabila ada tamu diminta duduk di ruang tamu

§ Bila ingin keluar rumah harus ijin induk semang dengan meninggalkan nomor kontak atau teman terdekat

§ Setiap penghuni diberi kunci (key) satu saja. § Tempat parkir motor telah disediakan.

E. HUBUNGAN ANTAR VARIABEL

(29)

dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah remaja tersebut mempelajari sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan merupakan bagian yang mempengaruhi perkembangan.

Sedangkan Fuhrmann (dalam Irene dan Warsito, 2013:2) menyatakan bahwa kemampuan remaja untuk mengembangkan kemandirian berkaitan dengan pengalaman mereka bersama keluarganya. Hubungan yang baik antara orang tua (keluarga) dan remaja akan mendukung remaja untuk mandiri, sehingga perkembangan kemandirian remaja tidak menghasilkan penolakan atas pengaruh orang tua, justru remaja akan mencari masukan dari orang tua untuk mengambil keputusan.

Sedangkan Ratna dan Dany, (2011:135) menyatakan bahwa masa remaja terbagi kedalam bagian dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 s.d. 14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 s.d. 18-20 tahun).

(30)

Namun dalam kondisi saat ini, banyak hal yang menyebabkan anak usia remaja sudah tidak tinggal bersama orangtua, salah satu alasannya seperti jarak sekolah yang jauh, dan kos adalah salah satu pilihan yang dijadikan alternatif oleh anak remaja dalam kondisi tersebut, dimana ketika tinggal di kos maka seorang individu akan tinggal dengan orang-orang baru yang berada di kos yang sama.

Sedangkan pengertian kos atau sering disebut kos-kosan adalah sejenis kamar sewa yang disewa (booking) selama kurun waktu tertentu sesuai dengan perjanjian pemilik kamar dan harga yang disepakati.

Oleh karena itu, keberadaan anak usia remaja dalam lingkungan yang berbeda, akan membawa pengaruh perkembangan kemandirian remaja yang berbeda pula. Sebagaimana Singgih, (2012:31) menyatakan pengaruh lingkungan sosial yang luas terlihat dari cara berpakaian, penggunaan bahasa, cara berpikir maupun perbuatannya.

(31)

F. KERANGKA KONSEPTUAL

Perbedaan tingkat kemandirian anak usia remaja

G. HIPOTESIS

Hipotesis dari penelitian ini adalah, terdapat perbedaan kemandirian anak usia remaja yang tinggal bersama orangtua dengan anak usia remaja yang tinggal di kos.

Tinggal di kos

Tinggal bersama orangtua