Jelaskan proses pembentukan peraturan perundang-undangan

Tambahkan aplikasi Dunia Hukum di smartphone tanpa install, buka Dunia Hukum dengan browser Chrome di smartphone lalu klik ikon 3 titikdi browser kemudian pilih "Tambahkan ke layar utama". Selanjutnya klik aplikasi Dunia Hukum dari layar utama smartphone Anda.

12 Juli 2022 Jam 12:09:53

Perubahan Kedua Atas Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul Nomor 30...

12 Juli 2022 Jam 12:09:04

Perubahan Atas Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bantul Nomor 30 Tahun...

12 Juli 2022 Jam 10:06:31

KAJIAN RAPERDA PRAKARSA BUPATI TRIWULAN II PROPEMPERDA TAHUN 2022 

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kekuasaan untuk membentuk Undang-Undang (“UU”) ada pada Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”). Selanjutnya, di dalam Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diatur bahwa setiap Rancangan Undang-Undang (“RUU”) dibahas oleh DPR dan presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama.

Proses pembentukan UU diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 15/2019”). Selain itu, proses pembentukan UU juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU MD3”) dan perubahannya.

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011, materi muatan yang harus diatur melalui UU adalah:

  1. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD 1945;
  2. perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;
  3. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
  4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
  5. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

pembentukan peraturan perundang-undangan melalui tahapan yang panjang. Untuk membentuk peraturan perundang-undangan pertama-tama harus dengan melakukan perencanaan, atas dasar hukum yang lebih tinggi serta aspirasi dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Perencanaan penyusunan peraturan perundang-undangan dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Rancangan peraturan perundang-undangan yang diusulkan eksekutif dan legislatif  di bahas bersama-sama di dalam Rapat Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Badan Anggaran, Rapat Panitia Khusus, dan Paripurna.. Setelah rancangan undang-undang disetujui oleh legislatif, rancangan undang-undang tersebut diberikan kepada legislatif untuk disahkan menjadi undang-undang.

Secara Garis Besar  berikut tahapan yang harus dipenuhi dalam pembentukan undang-undang:

  • Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan

Perencanaan untuk penyusunan undang-undang dilakukan dalam Program Legislasi Nasional yang merupakan skala prioritas untuk pembentukan UU dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional. Selanjutnya undang-undang dapat diajukan berasal dari eksekutif ataupun legislatif.

  • Pembahasan dan Pengesahan Rancangan Undang-Undang.

Pembahsan tentang RUU ini dilakukan oleh eksekutif dengan legislatif. Rancangan undang-undang yang telah disepakati bersama oleh legislatif dan eksekutif diajukan oleh legislatif kepada eksekutif untuk disahkan menjadi undang-undang.

Peraturan perundang-undangan harus disahkan secara resmi dengan menempatkannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara  Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.

Penyebarluasan dilakukan oleh DPR Pemerintah sejak penyusunan Prolegnas, Penyusunan  Rancangan Peraturan Perundang-Undangan, Pembahasan Peraturan Perundang-Undangan, hingga Pengundangan Undang-Undang. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan masyarakat serta pemangku kepentingan.

Berdasarkan tahapan tersebut, secara lebih detail proses pembentukan undang-undang sebagai berikut:

  1. Perencanaan penyusunan UU dilakukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang disusun oleh DPR, Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”), dan pemerintah untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembentukan RUU. Lihat Pasal 16 UU 12/2011 jo. Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU 15/2019
  2. RUU dapat berasal dari DPR, presiden, atau DPD. Lihat Pasal 163 ayat (1) UU MD3
  3. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan naskah akademik, kecuali untuk RUU anggaran pendapatan dan belanja negara, RUU penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (“Perpu”) menjadi UU, serta RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu. Llihat Pasal 43 ayat (3) dan (4) UU 12/2011
  4. RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi. Lihat Pasal 164  ayat (1)
  5. RUU yang diajukan oleh presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan DPR dan usulannya berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Lihat Pasal 165 UU MD3
  6. Materi muatan RUU yang diajukan oleh DPD serupa dengan yang dapat diajukan oleh presiden yang telah diterangkan di atas. RUU tersebut beserta naskah akademiknya diajukan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR. Lihat Pasal 166 ayat (1) dan (2) UU MD3
  7. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat pembicaraan. Lihat Pasal 168 UU MD3
  8. Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. Lihat Pasal 169 huruf a UU MD3
  9. Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini. Lihat Pasal 170 ayat (1) UU MD3
  10. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berisi:    Lihat Pasal 171 ayat (1) UU MD3
    1. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil pembicaraan tingkat I;
    2. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota DPR secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan
    3. pendapat akhir presiden yang disampaikan oleh menteri yang ditugaskan.
  11. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan suara terbanyak. Lihat Pasal 171 ayat (2) UU MD3
  12. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama DPR dengan presiden diserahkan kepada presiden untuk disahkan menjadi UU dengan dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Lihat Pasal 72 ayat (1) dan Pasal 73 ayat (1), (3), dan (4) UU 12/2011
  13. Apabila pembahasan RUU telah memasuki pembahasan daftar inventarisasi masalah pada periode masa keanggotaan DPR saat itu, hasil pembahasan RUU tersebut disampaikan kepada DPR periode berikutnya dan berdasarkan kesepakatan DPR, presiden, dan/atau DPD, RUU tersebut dapat dimasukkan kembali ke dalam daftar Prolegnas jangka menengah dan/atau Prolegnas prioritas tahunan. Lihat Pasal 71A UU 15/2019

tirto.id - Indonesia memiliki sejumlah peraturan perundang-undangan yang tata cara pembuatannya telah diatur. Indonesia adalah negara hukum dan hukum ini mengikat kepada seluruh anggota masyarakat. Hukum menjadi alat dalam menciptakan ketertiban dan keasilan. Tanpa hukum, kehidupan bermasyarakat akan mengalami kekacauan.

Hukum Indonesia diatur melalui perundang-undangan. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan termasuk siapa saja pihak yang terlibat telah diatur dalam UU Nomor 12 tahun 2011. Tata urutan Peraturan Perundang-undangan dan proses pembuatannya sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945

UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan dan menjadi hukum tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan di Indonesia. Penyusunnya adalah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945.

MPR berhak mengubah dan menetapkan UUD ini sesuai pasal 3 ayat (1) UUD 1945. Saat ini telah dilakukan empat kali perubahan terhadap UUD 1945. Tata cara perubahannya diatur dalam pasal 37 UUD 1945 yang berbunyi:

Jelaskan proses pembentukan peraturan perundang-undangan

Pasal 37

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(5) Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

2. Ketetapan MPR

Ketetapan MPR adalah putusan majelis yang memiliki kekuatan hukum mengikat kepada seluruh anggota majelis hingga ke setiap warga negara, lembaga masyarakat, dan lembaga negara yang tidak terikat oleh Ketetapan MPR. Dalam buku PPKN Kelas VIII (Kemdikbud 2014), kekuatan ini disebut mengikat ke dalam dan ke dalam

Proses pembentukannya dimulai dengan pembentukan Panitia Ad Hoc. Tugasnya menyiapkan Rancangan Ketetapan-Ketetapan MPR untuk diajukan dan dibahas dalam Sidang Tahunan MPR. MPR akan menetapkannya dalam Sidang Tahunan MPR tersebut.

3. Undang-Undang (UU)atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pembentukan Undang-Undang (Perppu)

Lembaga negara yang memiliki kekuasaan dalam membentuk Undang-Undang adalah DPR. Sementara itu Rancangan Undang-Undang (RUU) bisa dibuat oleh DPR, DPD atau Presiden. Proses pembentukannya yaitu:

  1. RUU yang berasal dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR.
  2. RUU yang diajukan oleh DPD adalah rancangan yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pemekaran daerah, dsb.
  3. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
  4. Selanjutnya RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
  5. Jika mendapat persetujuan bersama maka RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang (UU). Jika tidak mendapat persetujuan bersama maka RUU tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan masa itu.
Berbeda dengan Perppu, peraturan perundang-undangan ini ditetapkan Presiden yang dikeluarkan karena terjadi kegentingan yang memaksa. Menurut modul PPKn Kelas VIII: Struktur Undang-Undang (Kemendikbud 2018), Perppu diajukan dahulu oleh Pemerintah kepada DPR. Jika disetujui DPR dalam rapat paripurna, maka Perppu akan ditetapkan sebagai Undang-Undang. Jika ditolak, maka Perppu wajib dicabut dan tidak berlaku.

4. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah (PP) yaitu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang. Tahapan penyusunannya adalah:

  1. Rancangan PP berasal dari kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian sesuai bidang tugasnya.
  2. Penyusunan dan pembahasan rancangan PP dilakukan dengan membentuk panitia antarkementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian.
  3. Peraturan Pemerintah ditetapkan oleh Presiden lalu diundangkan oleh Sekretariat Negara.
5. Peraturan Presiden

Penetapan Peraturan Presiden (Perpres) digunakan untuk menjalankan perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. Proses pembentukannya berdarakan Pasal 55 UU No 12 Tahun 2011, yaitu:

  1. Pembentukan panitia antarkementerian dan/atau antarnonkementerian oleh pemrakarsa atau pengusul.
  2. Pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Presiden dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang hukum.
  3. Pengesahan dan penetapan oleh Presiden.
6. Peraturan Daerah Provinsi

Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama gubernur. Tahapan proses pembuatannya adalah:

  1. Penyusunan Rancangan Perda Provinsi dapat berasal dari DPRD
  2. Provinsi atau Gubernur.
  3. Pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah. Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. Rancangan yang berasal dari Gubernur dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  4. Pembahasan Rancangan Perda Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur.
  5. Rancangan Perda Provinsi yang telah disetujui bersama DPRD dan Gubernur, selanjutnya ditetapkan oleh Gubernur sebagai Perda Provinsi.
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota merupakan peraturan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama bupati/walikota. Proses pembentukan Perda yaitu:

  1. Penyusunan Rancangan Perda Kabupaten/Kota dapat berasal dari DPRD Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota.
  2. Pengharmonisan, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah. Rancangan Perda yang berasal dari DPRD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang legislasi. Rancangan yang berasal dari Bupati/Walikota dikoordinasikan oleh biro hukum dan dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
  3. Pembahasan Rancangan Perda Kabupaten/Kota dilakukan oleh DPRD Kabupaten/ Kota bersama Bupati/Walikota.
  4. Rancangan Perda Kabupaten/Kota yang telah disetujui bersama DPRD dan Bupati/Walikota selanjutnya ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagai Perda Kabupaten/Kota.

Baca juga:

  • Jokowi Buka Peluang Revisi Undang-Undang ITE
  • Sejarah Undang-Undang Agraria 1870: Latar Belakang, Tujuan, Dampak

Baca juga artikel terkait UNDANG-UNDANG atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
(tirto.id - ica/dip)


Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Kontributor: Ilham Choirul Anwar

Subscribe for updates Unsubscribe from updates