Jelaskan perkembangan ilmu pengetahuan agama pada masa Dinasti Umayyah

Oleh: Abdul Ghofur

A. Ruang Lingkup Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan (Inggris: science; Arab: العِلْـمُ) adalah usaha-usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu (https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu).

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah di Damaskus meliputi 3 bidang, yaitu bidang diniyah, bidang tarikh, dan bidang filsafat. Pada masa itu kaum muslimin memperoleh kemajuan yang sangat pesat, tidak hanya penyebaran agama Islam saja, tetapi juga penemuan-penemuan ilmu lainnya. Pembesar Bani Umayyah secara khusus menyediakan dana tertentu untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah mengangkat ahli-ahli cerita dan mempekerjakan mereka dalam lembaga-lembaga ilmu, berupa masjid-masjid dan lembaga lainnya yang disediakan oleh pemerintah. Kebijakan ini mungkin karena didorong oleh beberapa hal:

  1. Pemerintah Bani Umayyah dibina atas dasar kekerasan karena itu mereka membutuhkan ahli syair, tukang kisah, dan ahli pidato untuk bercerita menghibur para khalifah dan pembesar istana;
  2. Jiwa Bani Umayyah adalah jiwa Arab murni yang belum begitu berkenalan dengan filsafat dan tidak begitu serasi dengan pembahasan agama yang mendalam. Mereka merasa senang dan nikmat dengan syair-syair yang indah dan khutbah-khutbah balighah (berbahasa indah).

B. Fokus Gerakan Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa perkembangan gerakan ilmu pengetahuan dan budaya pada masa Bani Umayyah I di Damaskus memfokuskan pada tiga gerakan besar yaitu:

  1. Gerakan ilmu agama, karena didorong oleh semangat agama yang sangat kuat pada saat itu;
  2. Gerakan filsafat, karena ahli agama di akhir Daulah Umayyah I terpaksa menggunakan filsafat untuk menghadapi kaum Nasrani dan Yahudi; dan
  3. Gerakan sejarah, karena ilmu-ilmu agama memerlukan riwayat.

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Pengembangan budaya, filsafat, dan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah I di Damaskus difokuskan pada beberapa bidang di antaranya:

  1. Ilmu Tafsir. Setelah Daulah Umayyah I di Damaskus berdiri, kaum muslim berhajat kepada hukum dan undang-undang yang bersumber dari al-Qur’an, sedangkan para qurra dan mufassirin menjadi tempat bertanya masyarakat dalam bidang hukum. Pada zaman ini keberadaan tafsir masih berkembang dalam bentuk lisan dan belum dibukukan. Ilmu tafsir pada saat itu belum berkembang seperti pada zaman Bani Abbasiyah.
  2. Ilmu Hadis. Pada saat mengartikan makna ayat-ayat al-Qur’an, kadang-kadang para ahli hadis kesulitan mencari pengertian dalam hadis karena terdapat banyak hadis yang sebenarnya bukan hadis. Dari kondisi semacam ini maka timbullah usaha para muhadditsin untuk mencari riwayat dan sanad hadis. Proses seperti ini pada akhirnya berkembang menjadi ilmu hadis dengan segala cabang-cabangnya. Perkembangan hadits diawali dari masa khalifah Umar bin Abdul Aziz dan ulama hadits yang mula-mula membukukan hadis yaitu Ibnu Az-Zuhri atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz.
  3. Ilmu Qira’at. Dalam sejarah perkembangan ilmu, yang pertama kali berkembang adalah ilmu qiraat. Cabang Ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting pada permulaan Islam sehingga orang-orang yang pandai membaca al-Qur’an pada saat itu disebut para Qurra. Setelah pembukuan dan penyempurnaan al-Qur’an pada masa Khulafaur Rasyidin dan al-Qur’an yang sah dikirim ke berbagai kota wilayah bagian, kemudian lahirlah dialek bacaan tertentu bagi masing-masing penduduk kota tersebut dan mereka mengikuti bacaan seorang qari’ yang dianggap sah bacaannya. Akhirnya muncul dan masyhurlah tujuh macam bacaan yang sekarang terkenal dengan nama Qiraat sab’ah kemudian selanjutnya ditetapkan sebagai bacaan standar.
  4. Ilmu Nahwu. Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan adanya upaya Arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang penting untuk dipelajari. Memulai mempelajari tata Bahasa Arab yang dikenal dengan nama nahwu adalah ketika seorang bayi memulai berbicara di lingkungannya. Tanpa tata bahasa maka pembicaraan tidak akan baik dan benar. Setelah banyak bangsa di luar bangsa Arab masuk Islam dan sekaligus wilayahnya masuk dalam daerah kekuasaan Islam maka barulah terasa bagi bangsa Arab dan mulai di perhatikan dengan cara menyusun ilmu nahwu. Adapun ilmuwan bidang bahasa pertama yang tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu yang menyusun ilmu nahwu adalah Abu al-Aswad al-Dualy yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al-Dualy adalah menyusun gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak ada. Abu Aswad Al-Dualy wafat tahun 69 H. Tercatat beliau belajar dari sahabat Ali bin Abi Thalib, ada ahli sejarah mengatakan bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib-lah bapaknya ilmu nahwu.
  5. Tarikh dan Geografi. Geografi dan tarikh pada masa ini telah menjadi cabang ilmu tersendiri. Dalam mengembangkan ilmu tarikh ilmuwan pada masa ini mengumpulkan kisah tentang Nabi dan para Sahabatnya yang kemudian dijadikan landasan bagi penulisan buku-buku tentang penaklukan (maghazi) dan biografi (shirah). Munculnya ilmu geografi dipicu oleh berkembangnya dakwah Islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh. Penulisan sejarah Islam dimulai pada saat terjadi peristiwa-peristiwa penting dalam Islam dan dibukukannya dimulai pada saat Bani Umayyah dan perkembangan pesat terjadi pada saat Bani Abbasiyah. Demikian begitu pesatnya perkembangan sejarah Islam sehingga para ilmuan berkecimpung dalam bidang itu dapat mengarang kitab-kitab sejarah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Sampai sekarang prestasi penulisan sejarah pada saat Bani Umayyah dan Abbasiyah tidak dapat ditandingi oleh bangsa manapun, tercatat kitab sejarah yang ditulis pada zaman itu lebih dari 1.300 judul buku.
  6. Seni Bahasa. Umat Islam masa Bani Umayyah selain telah mencapai kemajuan dalam bidang politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan, juga telah tumbuh dan berkembang seni bahasa. Perhatian kepada syair Arab Jahiliyah timbul kembali dan penyair-penyair Arab barupun timbul, seperti Umar Ibn Abi Rabi’ (w. 719 M), Jamil Al-Udhri (w. 701 M), Qays Ibn Al-Mulawwah (w. 699 M) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila, Al-Farazdaq (w. 732 M), Ummu Jarir (w. 792 M), penyair yang mendukung dan memelihara kemulian Badui dan yang syair-syairnya menonjol karena nafas-nafas spiritualnya, dan Al-Akhtal (w. 710 M) yang beragama Kristen aliran Jacobite. Pada masa ini seni dan bahasa mengambil tempat yang penting dalam hati pemerintah dan masyarakat Islam pada umumnya. Pada saat kota-kota seperti Bashra dan Kuffah adalah pusat perkembangan ilmu dan sastra. Orang-orang Arab muslim berdiskusi dengn bangsa-bangsa yang telah maju dalam hal bahasa dan sastra. Di kota-kota tersebut umat Islam menyusun riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah atau sejarah, nahwu, sharaf, balaghah, dan juga berdiri klub-klub para pujangga. Pada masa ini juga muncul terjemahan-terjemahan awal naskah-naskah filsafat Yunani dari bahasa Suryani ke bahasa Arab.

*****

Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu (Diakses 13 Oktober 2019)

M. Husain Tuanaya, dkk. 2015. Sejarah Kebudayaan Islam; Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. Jakarta: Kemenag RI.

Ahmad Syalabl, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Terjemahan oleh Muhammad Sanusi latief dari Mawsu'ah al-Tarikh al-Islami wa al-Hadharah al-lslamiyyah,

Jakarta, PT AI-Husna Zikra, 1995, Jilid 2, Cet. Ke-3.

Abdul Mun'im Khafaji dan Abdul Aziz Syaraf, Ma'arik Fashilah fi al-Tarikh al-Islami, Cairo: Al-Dar al-Mishriyyah al-Lubnaniyah, 1989, Cet. Ke-1.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada,

, Cet. Ke-3.

lbn Khaldun (Abdurrahman ibn Muhammad), Muqaddimah lbn Khaldun, Cairo, 1957.

Abdul Aziz Salim, Tarikh al-Dawlah al-Arabiyyah, lskandariyah, Mu'assasah Syabab al.Jaml'ah, 1984.

Majid, Abdul Mun'im, Tarikh al-Hadharah al-lslamiyyah fi al-'Ushur al· Wustha, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah, 1963.

Imam al-Mawardi, Al-Ahkam al-Suthaniyyah wa al-Wilayah al-Diniyyah.

Jakarta -

Zaman khalifah atau Bani Umayyah mencatat sejarah besar dalam peradaban Islam. Catatan tak hanya berasal dari luasnya daerah penaklukan, tapi juga kemajuan ilmu pengetahuan.

Perkembangan ilmu pengetahuan membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman Bani Umayyah telah terlihat sejak khalifah pertama Muawiyah bin Abu Sufyan atau sering disebut Muawiyah I.

Dikutip dari Buletin Al Turas yang diterbitkan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berikut pencapaian Bani Umayyah

Dalam tulisan karya dosen jurusan sejarah dan peradaban Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta berjudul Perkembangan Ilmu Pengetahuan di masa Dinasti Umayyah (41-132 h/661-750 M), pencapaian dijelaskan berdasarkan jenis ilmu

A. Ilmu agama

Pusat kajian Islam di masa ini terdapat di Makkah, Madinah, Kufah, Bashrah, Fustat, dan Damaskus. Salah satu ulama yang terkenal adalah Abdullah bin Amr bin Ash (wafat 65 H) dan Yazid bin Abu Habib (wafat 128 H) di Fustat, Mesir.

Terkait perkembangan ilmu hadits, khalifah Umar bin Abdul Aziz dianggap memiliki jasa paling besar. Dia mengerahkan usaha pembukuan (tadwin) hadits dengan memerintahkan seluruh gubernur, agar segera mengumpulkan lembaran atau catatan yang tersebar.

B. Ilmu bahasa

Tokoh pertama yang menggeluti ilmu bahasa adalah Abu Al Aswad Al Du'ali. Dia adalah ahli ilmu tata bahasa Arab (nahwu) yang berasal dari Bashrah, Irak. Para muridnya kemudian menjadi ahli bahasa yang juga menggeluti bidang sharaf dan balaghah.

Mereka adalah Yahya bin Ya'mar, Anbasah bin Ma'dan, Maimun Al-Aqran, dan Isa bin Umar Al-Tsaqafi. Termasuk maula Bani Laits bin Bakr yang paling memahami perubahan yang terjadi pada ilmu nahwu. Generasi berikutnya adalah ahli bahasa Al Khalil bin Ahmad Al Farahidi yang menyusun berbagai kamus.

C. Ilmu sejarah

Ilmu ini muncul karena adanya kajian tentang perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW atau sirah nabawiyah. Kitab sejarah yang disusun pertama kali adalah Al-Maghazi dan Al-Sirah, yang mendorong muslim mengikuti perilaku nabinya.

Penulis kitab terdiri atas tiga tingkatan bergantung dari sumber pembelajaran. Tingkat pertama adalah yang punya kontak langsung dengan orang-orang terdekat Rasulullah SAW misal Aban bin Utsman bin Affan, yang merupakan putra khalifah ketiga.

D. Ilmu kalam

Pada masa Bani Umayyah muncul bidang ilmu filsafat misal Jabariyah, Qadariyah, Mu'tazilah. Ja'bariyah dipelopori Jahm bin Shafwan, yang mendapat pertentangan dari Qadariyah. Aliran Qadariyah berlawanan (oposisi) dengan Bani Umayyah.

Sikap aliran Qadariyah sama dengan Mu'tazilah, sehingga para tokohnya kerap mendapat tekanan dari pemerintah. Hal ini tetap berlaku meski banyak khalifah dinasti ini yang menjadi anggota Mu'tazilah misal khalifah Yazid II bin Al Walid dan Marwan bin Hakam.

E. Sastra (syair)

Di masa Bani Umayyah muncul syair ghazal berisi nuansa cita dan erotisme yang dikembangkan Umar bin Abu Rabi'ah di Hijza. Ada juga syair politik sebagai bentuk dukungan atau oposisi pada pemerintah yang disebut Al-Syi'r Al-Hizbi.

Para penyair yang menyatakan dukungan mendapat fasilitas dari pemerintah setempat. Sebaliknya yang berlawanan ada yang mendapat sanksi dari penguasa. Selain itu muncul juga jenis syair yang membanggakan primordialisme kesukuannya (ashabiyyah).

F. Kimia dan kedokteran

Para khalifah Bani Umayyah menaruh perhatian khusus pada bidang ilmu ini. Mereka menyewa jasa penerjemahan berbagai karya kedokteran, kimia, farmasi, dan matematika ke dalam bahasa Arab.

Dua khalifah yang diketahui punya andil besar dalam ilmu kimia dan kedokteran adalah Khalid bin Yazid bin Mu'awiyah dan Umar bin Abdul Aziz. Selain itu muncul juga para tokoh dari golongan non Islam yang menjadi dokter pribadi para khalifah.

Misal Ibnu Atsal dan Abu Al-Hakam Al-Nashrani yang merupakan dokter pribadi Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Ada juga Masarjawaih, seorang Yahudi Persia yang menjadi dokter pribani khalifah Marwan bin Al-Hakam dari Bani Umayyah.

Simak Video "Tidak Ada Gereja Di Kota Baja"



(row/erd)