Jelaskan peran Allah dalam pesta perkawinan di Kana

Injil Yohanes terkenal sebagai injil yang paling sulit dipahami serta  memiliki banyak keunikan yang tidak dimiliki oleh injil-injil sinoptik (Injil Matius, Markus, dan Lukas). Salah satu perbedaan yang paling terlihat adalah pada Injil Yohanes tidak banyak mengisahkan mujizat-mujizat yang dibuat oleh Yesus. Hanya ada tujuh mujizat yang dikisahkan oleh Yohanes dalam injilnya, yang seluruhnya tertulis dalam bab 2 hingga bab 12.  Teks Yunani untuk kata“mujizat” dalam Injil Yohanes adalah “semeion” (Indonesia : tanda) atau “ergon” (pekerjaan), sedangkan pada injil sinoptik digunakan kata “dynamis” (kuasa). Oleh karena itu, bagian ini dikenal sebagai “Bagian Tanda-Tanda”, karena di dalamnya berisi tanda-tanda mengherankan (muijizat) yang dikerjakan Yesus,  yang menunjukkan identitas dan kemuliaanNya. Bagian ini diawali dengan kisah mujizat pengubahan air menjadi anggur di Kana (Yoh 2:1-11), dan ditutup dengan Yesus membangkitkan Lazarus di Betania (Yoh 11:1-44).

Mujizat pengubahan air menjadi anggur dalam pesta perkawinan di Kana merupakan salah satu mujizat yang dibuat Yesus  yang hanya dapat ditemukan di dalam Injil Yohanes, dan tidak ada pada ketiga injil Sinoptik. Mujizat ini begitu penting karena merupakan tanda pertama yang dikerjakan Yesus. Dikisahkan bahwa Yesus bersama ibu dan murid-muridNya sedang ada di pesta perkawinan di Kana. Ibu Yesus yang mengetahui bahwa tuan rumah sedang mengalami kehabisan anggur menyampaikan kondisi itu kepada Yesus.  Namun Yesus hanya menjawab bahwa saatNya belum tiba. Akan tetapi, Ibu Yesus tetap meminta kepada para pelayan untuk mengerjakan apapun yang diperintahkan Yesus kepada mereka. Ternyata Yesus meminta para pelayan untuk mengisi enam tempayan hingga penuh dengan air. Lalu Yesus meminta mereka untuk mengambil isi tempayan itu kepada pemimpin pesta, dan ternyata air itu telah berubah menjadi anggur yang berkualitas baik. Dengan mujizat itu Ia telah menyatakan kemuliaanNya, dan para muridnya pun menjadi percaya kepadaNya.

Tak dapat dipungkiri, bahwa ada banyak orang, dan mungkin termasuk murid-murid Yesus, yang tidak akan percaya kepada Yesus sebelum ia dapat menunjukkan “tanda-tanda”, meskipun memang ada pula orang yang mudah percaya kepada Yesus dan mengikutiNya meskipun Yesus tidak membuat satu mujizat pun. Mujizat pada perkawinan di Kana ini mengawali pemberitaan Yesus, dan dipastikan bahwa mujizat ini tidak dilakukan oleh Yesus semata-mata hanya sebagai hiburan untuk para murid dan orang-orang terdekatNya, namun merupakan tanda yang menunjukkan siapa diriNya dan kemuliaanNya.

Mujizat ini terjadi di Kana, sebuah kota dalam Provinsi Galilea. Kana terletak sekitar 8 mil di utara Nazareth, dan berjarak kira-kira 17 mil di barat daya Kapernaum. Kana sepertinya merupakan kota yang tidak terlalu besar di Galilea, dan merupakan kampung halaman dari Natanael (Yoh 21:2). Kata “Kana” seringkali digunakan untuk menunjukkan kepemilikan. Ada kemungkinan Yohanes menggunakan nama kota ini untuk menghubungkan gagasan bahwa murid-murid Yesus adalah milikNya, karena di kota itulah, para murid Yesus, milikNya, yang percaya kepadaNya mulai nampak dalam kebersamaan.

Di dalam kisah ini ada beberapa tokoh yang terlibat, yakni Ibu Yesus, yang entah mengapa di dalam Injil Yohanes  tidak pernah disebutkan sebagai “Maria”. Selain itu ada murid-murid Yesus, yang sama seperti Yesus diundang ke perkawinan itu. Dapat dilihat bahwa Ibu Yesus ada di situ, dan bukannya diundang seperti Yesus dan murid-muridNya. Ini menunjukkan bahwa kemungkinan ada ikatan keluarga antara keluarga Yesus dengan pihak yang melangsungkan perkawinan.

Dalam tradisi Yahudi, pesta perkawinan dilaksanakan di kediaman mempelai laki-laki, dapat berlangsung hingga satu minggu penuh, dan setiap hari pasti ada tamu-tamu yang datang ke pesta itu. Jadi bisa dibayangkan betapa banyak makanan dan minuman yang diperlukan untuk melangsungkan pesta perkawinan. Pada perkawinan di Kana ini, pihak pengantin mengalami krisis karena persediaan anggurnya semakin menipis sementara tamu-tamu masih berdatangan. Anggur adalah minuman yang harus ada dalam pesta perkawinan orang Yahudi. Bagi mereka, anggur melambangkan dan membangkitkan rasa sukacita (Amos 9:13, Hosea 14:7). Maka apabila terjadi masalah kehabisan anggur, pasti akan menimbulkan rasa malu, karena mereka dianggap menyajikan hidangan yang tidak lengkap.  Bahkan kondisi kehabisan anggur bisa menimbulkan gunjingan dari para tamu. Tidak diketahui apakah pengantin laki-laki (yang notabene membiayai pesta perkawinan ini) adalah orang berada atau tidak. Mungkin saja ia berasal dari keluarga sederhana yang hanya bisa menyediakan anggur dalam jumlah terbatas.

Ibu Yesus yang menyadari bahwa persediaan anggur telah menipis, menyampaikan hal ini kepada Yesus. Entah mengapa Ibu Yesus begitu peduli dengan kejadian ini. Kemungkinan besar karena ia mengenal atau memiliiki hubungan keluarga dengan pihak yang mengadakan pesta ini. Ibu Yesus sebetulnya hanya menyampaikan “Mereka kehabisan anggur”, dan pengijil pun tidak menjelaskan apakah sebenarnya yang diminta oleh Ibu Yesus dari Yesus. Yesus menjawab dengan nada yang terdengar “negatif”, yaitu “Mau apakah engkau dari padaKu, ibu? SaatKu belum tiba.” Pada terjemahan aslinya, Yesus menyapa ibuNya dengan sebutan “wanita”. Sapaan ini terkesan janggal bagi pembaca yang hidup pada masa sekarang. Memang pada tulisan-tulisan perjanjian baru, sebutan itu memang lazim digunakan untuk menyebut seorang perempuan. Namun kalimat “Mau apakah engkau dari padaKu?” pada teks-teks lain selalu menunjukkan adanya konfrontasi, senada dengan kalimat “Hal itu tidak ada urusannya dengan kita”. Dalam tradisi Yahudi, pernyataan ini menunjukkan sebuah penolakan.

Namun Yesus melanjutkan perkataannya dengan sebuah penjelasan mengapa Ia menolak, yakni karena “SaatKu belum tiba”. Dalam Injil Yohanes, inilah pertama kalinya muncul kata “saat”. Kata ini akan disebutkan berulang-ulang (hingga sembilan kali) dalam Injil Yohanes, dan kata “saat” ini sebetulnya menunjuk kepada kematian Yesus, yakni saat Yesus dimuliakan dan ditinggikan oleh Bapa. Kata-kata “saat” yang muncul sepanjang perjalanan Yesus menunjukkan langkah Yesus yang semakin dekat pada kemuliaanNya, yang memuncak pada saat sengsara, wafat dan kebangkitanNya. Seperti yang dapat dilihat pada Yoh 13:1, dimana Yesus mengetahui bahwa “saat”Nya sudah tiba untuk beralih dari dunia ini kepada Bapa. Pada kisah perkawinan di Kana, Yesus mau mengatakan bahwa belum saatNya kemulianNya itu diberitahukan kepada publik. Yesus harus menyatakan kemuliaan-Nya atas waktu yang ditentukan oleh Allah Bapa, bukan pada permohonan ibuNya.

Ibu Yesus seolah tidak menganggap pernyataan Yesus sebagai penolakan, atau mungkin juga ia percaya bahwa Putranya dapat berbuat sesuatu untuk mencegah pengantin itu mendapat malu. Ia mengatakan kepada para pelayan untuk melakukan apa yang Yesus perintahkan kepada mereka. Pada titik ini, ibu Yesus muncul sebagai gambaran orang yang percaya, bukan lagi sebagai seorang Ibu yang mengharapkan anaknya untuk melakukan sesuatu untuknya. Terlihat dalam sikapnya yang tidak diam saja atau meninggalkan tempat itu, melainkan ia memberikan instruksi pada para pelayan. Dalam Matius 15:21-28 dan Yohanes 4:47-50 terlihat suatu pola yang sama. Yesus diminta melakukan sesuatu, dan Ia menolak. Ketika orang yang meminta tetap meminta, Yesus mengabulkan permintaannya. Dan ternyata, meskipun awalnya terkesan menolak, namun kemudian Yesus menerima permintaan ibuNya dengan memerintahkan para pelayan untuk mengisi penuh tempayan-tempayan yang ada di situ dengan air. Total ada enam tempayan di situ. Tempayan-tempayan ini terbuat dari batu dan berfungsi untuk melakukan upacara pembasuhan. Dalam tradisi orang Yahudi, mereka harus mencuci tangan mereka sebelum dan sesudah makan dengan air dari tempayan itu. Satu tempayan dapat diisi air sekitar 20 hingga 30 galon (2-3 buyung, atau sekitar 80-120 Liter). Jadi ada begitu banyak air yang dapat ditampung oleh enam tempayan ini, dan ini menunjukkan Yesus akan menyediakan anggur dalam jumlah yang sangat banyak.

Para pelayan mengikuti instruksi yang sebelumnya telah diberikan oleh Ibu Yesus, yakni untuk melakukan apa yang akan Yesus perintahkan, maka mereka mengisi tempayan-tempayan itu penuh dengan air. Begitu juga ketika Yesus meminta mereka untuk mencedok isi tempayan itu dan membawanya kepada pemimpin pesta. Tak ada yang tahu kapan mujizat air berubah menjadi anggur itu terjadi, yang pasti, ketika pemimpin pesta mencicipnya, air itu sudah berubah menjadi anggur. Ia tidak tahu sumber dari anggur tersebut, namun para pelayan itu tahu. Ini menunjukkan bahwa ketika mereka mengisi tempayan dan mencedoknya, isi tempayan itu masih berupa air. Ketaatan dan kepercayaan mereka pada Yesus memiliki kontribusi penting atas terjadinya mujizat ini.

Sang pemimpin pesta menilai anggur yang dibawa itu adalah anggur yang berkualitas baik. Bahkan ia mengungkapkan keheranannya kepada mempelai laki-laki. Ia menganggap mempelai laki-laki ini melakukan hal yang diluar kebiasaan. Biasanya orang menyediakan anggur yang baik dahulu, dan sesudah orang puas minum, baru disajikan anggur yang kurang baik (ayat 10). Setelah orang meminum beberapa cawan anggur, kepekaan lidah akan berkurang, sehingga mereka tidak akan merasakan kejanggalan jika setelahnya mereka diberi anggur yang kurang baik. Namun mempelai ini menyediakan anggur yang baik hingga akhir. Yesus telah memberikan hadiah pernikahan yang begitu besar pada pengantin itu.

Yesus telah menyediakan anggur berkualitas baik dalam jumlah yang sangat melimpah untuk memenuhi kebutuhan pesta perkawinan tersebut. Akan tetapi ada hal lain yang ingin disampaikan penginjil atas tindakan Yesus ini. Dalam perjanjian lama, kelimpahan anggur merupakan tema kenabian untuk menampilkan kedatangan Kerajaan Allah. Kelimpahan anggur (susu, dan juga minyak)  menunjukkan kelimpahan karunia pada kedatangan Mesias. Pada Amos 9, dikatakan bahwa ketika Allah memulihkan kembali umatNya, saat Allah mendirikan kembali kerajaan Daud, yakni saat Mesias datang dan menjadi Raja, akan ada kesejahteraan yang digambarkan dengan kelimpahan anggur. “Pembajak akan tepat menyusul penuai, dan pengirik buah anggur; penabur benih; gunung-gunung akan meniriskan anggur baru dan segala bukit akan kebanjiran” (Am 9:13). Ketika panen belum selesai, tanah sudah harus dibajak, begitu juga para pengirik (pemeras) anggur menyusul penabur benih. Ini menunjukkan panen yang melimpah, juga jumlah anggur yang harus diperas begitu banyak.

Hal serupa dapat dijumpai pula pada Yoel 3:18 (Pada waktu itu akan terjadi bahwa gunung-gunung akan meniriskan anggur baru, bukit-bukit akan mengalirkan susu), dan Yer 31:12 (mereka akan berseri-seri karena kebajikan Tuhan, karena anggur, gandum, dan minyak). Maka kelimpahan anggur berkualitas yang diberikan oleh Yesus itu menunjukkan kelimpahan kemuliaan Yesus dan kemurahan hatiNya. Kerajaan Allah yang telah lama dinantikan telah datang. Allah sendiri menjadi dekat dengan manusia dalam diri dan karya Yesus, dan pemenuhan janji Allah akan berkat yang melimpah telah dimulai.

Sang penulis injil menutup kisah perkawinan di Kana dengan pernyataan bahwa kejadian ini adalah yang pertama dari tanda-tanda yang dibuat oleh Yesus. Yohanes menggunakan istilah tanda (“semeia”) untuk menyebut mujizat. Kata ini digunakan untuk menunjukkan suatu tindakan ajaib. Tanda berfungsi untuk memberikan petunjuk kewibawaan dan legitimasi si pembuatnya. Tanda yang dibuat Yesus ini menyatakan kemuliaan Yesus dan membangkitkan kepercayaan murid-muridNya kepadaNya. Bagi mereka yang memahaminya dalam iman, tanda ini menujuk kepada identitas Yesus sebagai Mesias yang akan membawa kepenuhan janji Allah bagi umatNya. Kisah ini disampaikan oleh penulis Injil sesuai dengan tujuannya menulis injil, yakni agar semua orang percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya orang-orang dalam iman memperoleh hidup dalam namaNya (Yoh 20:31).

Daftar Pustaka :

Hadiwiyata, A. S. 2007. Tafsir Injil Yohanes. Yogyakarta: Kanisius.

Kruse, Colin G. 2008. John (Tyndalle New Testament Commentaries). IVP Academic.

Riyadi, St. Eko, Pr. 2011. Yohanes “Firman Menjadi Manusia”. Yogyakarta: Kanisius.