Dibawah ini yang sering disebut sebagai naskah drama

Dibawah ini yang sering disebut sebagai naskah drama
Ilustrasi seniman. ©2012 Merdeka.com

JATIM | 18 Oktober 2020 16:00 Reporter : Edelweis Lararenjana

Merdeka.com - Drama berasal dari bahasa Yunani draomai, yang berarti ‘berbuat’ , ‘bertindak’, atau ‘beraksi’. Drama merupakan tiruan kehidupan yang manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Drama disebut juga sandiwara. Kata ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu ‘sandi’ yang berarti ‘tersembunyi’ dan ‘warah’ yang berarti ‘ajaran’. Dengan demikian, sandiwara berarti ajaran yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan, seperti yang dikutip dari kemdikbud.go.id.

Drama dalam arti luas adalah suatu bentuk kesenian yang mempertunjukkan sifat atau budi pekerti manusia dengan gerak dan percakapan di atas pentas atau panggung. Drama merupakan bentuk seni yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog.

Dengan melihat drama, penonton seolah-olah melihat kehidupan dan kejadian dalam masyarakat. Hal ini karena drama merupakan potret kehidupan manusia. Drama mencakup dua bidang seni, yaitu seni sastra (untuk naskah drama) dan seni peran/pentas (pementasan). Sebuah naskah drama akan menjadi lengkap/utuh ketika dipentaskan.

Berikut penjelasan selengkapnya mengenai apa itu drama beserta unsurnya.

2 dari 4 halaman

Istilah drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Istilah drama berasal dari kebudayaan atau tradisi bersastra di Yunani. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Krauss (1999: 249) dalam bukunya Verstehen und Gestalten, “drama adalah suatu bentuk gambaran seni yang datang dari nyanyian dan tarian ibadat Yunani kuno, yang di dalamnya dengan jelas terorganisasi dialog dramatis, sebuah konflik dan penyelesaiannya digambarkan di atas panggung".

Kata drama berasal dari bahasa Yunani, tegasnya dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. Demikianlah dari segi etimologinya, drama mengutamakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang bersifat drama.

Menurut Moulton, “drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak” (life presented in action) dan Bathazar Verhagen mengemukakan bahwa “drama adalah kesenian melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak” (Slametmuljana dalam Tarigan, 1985: 70). Jadi, drama adalah sebuah cerita yang membawakan tema tertentu dengan dialog dan gerak sebagai pengungkapannya.

Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan diantara tokoh-tokoh yang ada (Budianta dkk., 2002: 95). Dalam pertunjukkan drama, yang paling penting adalah dialog atau percakapan yang terjadi di atas panggung karena dialog tersebut menentukan isi dari cerita drama yang dipertunjukkan.

Drama termasuk salah satu genre sastra imajinatif, yang mengungkapkan cerita melalui dialog-dialog para tokohnya. Tujuan utama drama adalah untuk dipertunjukkan di atas panggung, namun drama juga bisa dibaca seperti layaknya puisi, prosa, atau novel.

Dalam proses membaca sebuah drama pikiran dan perasaan akan membayangkan bagaimana dialog-dialog yang dibaca diungkapkan dalam sebuah pertunjukkan. Oleh karena itu, drama termasuk jenis karya sastra imajinatif.

3 dari 4 halaman

Drama memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

1. Tokoh dan Penokohan

Tokoh memiliki posisi yang sangat penting karena bertugas mengaktualisasikan cerita atau naskah drama di atas pentas. Dalam cerita drama tokoh merupakan unsur yang paling aktif yang menjadi penggerak cerita. Oleh karena itu, seorang tokoh haruslah memiliki karakter, agar dapat berfungsi sebagai penggerak cerita yang baik.

Di dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang tokoh. Biasanya ada tiga dimensi yang ditentukan, yaitu:

  • Dimensi fisiologi (ciri-ciri badani) antara lain usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri muka, dll. 
  • Dimensi sosiologi (latar belakang) kemasyarakatan misalnya status sosial, pendidikan, pekerjaan, peranan dalam masyarakat, kehidupan pribadi, pandangan hidup, agama, hobby, dan sebagainya.
  • Dimensi psikologis (latar belakang kejiwaan) misalnya temperamen, mentalitas, sifat, sikap dan kelakuan, tingkat kecerdasan, keahlian dalam bidang tertentu, kecakapan, dan lain sebagainya. 

Apabila salah satu saja dari ketiga dimensi di atas diabaikan, maka tokoh yang akan diperankan akan menjadi tokoh yang kaku, timpang, bahkan cenderung menjadi tokoh yang mati.

Berdasarkan perannya, tokoh terbagai atas tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama adalah tokoh yang menjadi sentral cerita dalam pementasan drama sedangkan tokoh pembantu adalah tokoh yang dilibatkan atau dimunculkan untuk mendukung jalan cerita dan memiliki kaitan dengan tokoh utama.

Dari perkembangan sifat atau perwatakannya, tokoh dan perannya dalam pementasan drama terdiri empat jenis, yaitu tokoh berkembang, tokoh pembantu, tokoh statis dan tokoh serba bisa.

2. Alur (Plot)

Alur adalah jalinan cerita. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

  • Pemaparan atau eksposisi - Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah pemaparan atau eksposisi. Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan segala situasi dari para pelakunya. Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga penonton dapat meraba dari mana cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai pengantar cerita. Pada umumnya bagian ini disajikan dalam bentuk sinopsis.
  • Komplikasi awal atau konflik awal - Jika pada bagian awal tadi situasi cerita masih dalam keadaan seimbang maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau komplikasi. Konflik merupakan kekuatan penggerak drama. 
  • Klimaks dan krisis - Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak plot dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks. 
  • Peleraian - Pada tahap ini mulai muncul peristiwa yang dapat memecahkan persoalan yang dihadapi. 
  • Penyelesaian atau denouement - Drama terdiri dari sekian adegan yang di dalamnya terdapat krisis-krisis yang memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar di bagian akhir selanjutnya diikuti adegan penyelesaian. 

3. Dialog

Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para tokoh harus berbicara dan apa yang diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya, pendidikannya, dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan perihal tokoh, menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.

Jalan cerita drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Dalam percakapan atau dialog haruslah memenuhi dua tuntutan;

  1. Dialog harus menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas. 
  2. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari. Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.

4. Latar

latar atau setting adalah penempatan ruang dan waktu, serta suasana cerita. Penataan latar akan menghidupkan suasana. Penataan latar akan menghidupkan suasana, menguatkan karakter tokoh, serta menjadikan pementasan drama semakin menarik. Oleh karena itu, ketetapan pemilihan latar akan ikut menentukan kualitas pementasan drama secara keseluruhan.

5. Tema

Tema drama adalah gagasan atau ide pokok yang melandasi suatu lakon drama. Tema drama merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan oleh penulis naskah. Tema itu bersifat umum dan terkait dengan aspek-aspek kehidupan di sekitar kita.

Tema utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon drama, sedangkan tema tambahan merupakan tema-tema lain yang terdapat dalam drama yang mendukung tema utama.

6. Pesan atau Amanat

Setiap karya sastra selalu disisipi pesan atau amanat oleh penulisnya. Dengan demikian pula dengan drama. Hanya saja, amanat dalam karya sastra tidak ditulis secara eksplisit, tetapi secara implisit. Penonton menafsirkan pesan moral yang terkandung dalam naskah yang dibaca atau drama yang ditontonnya.

7. Interpretasi Kehidupan

Maksudnya adalah pementasan drama itu seolah-olah terjadi dengan sesungguhnya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari meskipun hanya merupakan tiruan kehidupan. Drama adalah bagian dari suatu kehidupan yang digambarkan dalam bentuk pentas.

4 dari 4 halaman

Menurut Budianta yang dikutip dari publikasi uny.ac.id, terdapat lima jenis-jenis drama yaitu tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce. Berikut penjelasannya;

  1. Tragedi adalah sebuah drama yang ujung kisahnya berakhir dengan kedukaan atau dukacita. 
  2. Komedi adalah sebuah drama yang ujung kisahnya berakhir dengan sukacita. 
  3. Tragikomedi adalah sebuah sajian drama yang menggabungkan antara tragedi dan komedi.
  4. Melodrama adalah sebuah pementasan yang ketika tanpa ada cakapan apapun, emosi dibangun melalui musik.
  5. Farce adalah yang secara umum dapat dikatakan sebagai sebuah sajian drama yang bersifat karikatural (Budianta, 2002: 113-114). 

Dari uraian-uraian di atas disimpulkan bahwa drama tragedi adalah drama yang ceritanya sedih penuh kemalangan, drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan, tragikomedi adalah drama yang menggabungkan antara tragedi dan komedi, melodrama berasal dari alur opera yang dicakapkan dengan iringan musik, farce hampir sama dengan komedi yaitu secara umum dapat dikatakan sebagai sajian drama yang bersifat karikatural.

Dalam Asmara (1983: 12), drama dibedakan kedalam tiga kategori juga yaitu tragedi, sandiwara, dan komedi. Tragedi merupakan jenis drama tertua yang muncul dari upacara kehidupan dan kematian bangsa Dyonesis di Yunani yang diarahkan ke dimensi-dimensi kehidupan dan karakter manusia yang serius.

Sandiwara (Schauspiel) menurut Haerkötter adalah sebuah bentuk lain dari tragedi. Tragedi yang menakutkan dikalahkan. Di samping itu tidak ada elemen-elemen komedi di dalamnya, sedangkan pada karakter-karakter yang serius penyelesaiannya secara damai.

Bentuk drama ketiga adalah komedi (Lustspiel), yaitu pelaku utamanya dilibatkan dalam kesalahan-kesalahan sendiri seperti kesombongan, kebanggaan atau dalam komplikasi hubungan-hubungan di luar dirinya. Konflik-konflik berkembang sampai batas tragis, akan tetapi sikap-sikap murah hati akhirnya membuat akhir cerita yang membahagiakan.

(mdk/edl)