Di antara hal-hal berikut, yang merupakan penyebab terjadinya lahan kritis adalah

Di antara hal-hal berikut, yang merupakan penyebab terjadinya lahan kritis adalah
Di antara hal-hal berikut, yang merupakan penyebab terjadinya lahan kritis adalah
Lahan merupakan area yang mencakup sumber daya alam tanah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi manusia. Nah, dilihat dari produktivitasnya, lahan terbagi menjadi dua jenis yaitu lahan potensial dan lahan kritis. Lahan potensial merupakan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Lalu, jika lahan potensial merupakan lahan produktif yang masih dapat bermanfaat untuk berbagai hal seperti pertanian, perkebunan, dan sebagainya.

Berarti, lahan kritis bersifat sebaliknya. Lahan ini merupakan lahan yang tidak produktif. Lahan kritis telah mengalami kerusakan baik fisik, kimia, dan biologis. Sehingga lahan ini tidak mempunyai nilai ekonomi lagi. Beberapa ciri-ciri yang dapat terlihat dari sebuah lahan hingga dikatakan kritis, antara lain:

Lahan kritis apabila dijadikan lahan pertanian maka hasil panennya akan jauh dari yang diharapkan. Lahan menjadi tidak subur disebabkan karena tanah sedikit mengandung mineral yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh. Biasanya daerah dengan resiko ancaman besar seperti erosi dan banjir sering mengalami hal ini.

Tanah humus merupakan tanah yang bercampur dengan bahan organik seperti daun dan ranting yang membusuk. Tanah humus mengandung zat-zat yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh. Tanah yang miskin humus sudah barang tentu tidak akan efektif jika dijadikan tanah pertanian.

Lalu, tahukah kamu berapa banyak lahan kritis di Indonesia? Menurut Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyebutkan bahwa dari data tahun 2017 ini lahan kritis di Indonesia mencapai 12% atau sekitar 24,3 juta hektar yang tersebar di seluruh Indonesia. Tiap tahunnya, luas lahan kritis mengalami peningkatan.

Faktor Penyebab Lahan Kritis

Lahan kritis dapat disebabkan oleh faktor alam seperti iklim dan macam-macam bencana alam di Indonesia serta faktor non-alam seperti perilaku manusia. Ya, benar. Perilaku manusia yang ingin memanfaatkan lahan secara maksimal atau bahkan yang sama sekali tidak berhubungan dengan lahan, terkadang menyebabkan kerusakan alam termasuk menjadikan lahan kritis. Baik dengan disadari maupun tanpa disadari. Beberapa faktor penyebab lahan kritis di Indonesia:

1. Faktor Alam

Kekeringan biasanya terjadi pada daerah-daerah yang sangat minim intensitas hujan. Indonesia memang beriklim tropis, tapi perlu diingat bahwa ada daerah-daerah dalam waktu yang cukup panjang tidak mendapatkan siklus hujan. Lahan di daerah ini cenderung kritis karena tanah kering dan kurang adanya air yang bermanfaat untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan jika lahan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian.

  • Genangan air yang terus menerus

Humus tanah serta mineral-mineral tanah yang terdapat di lapisan bagian atas lahan dapat tergerus jika tanah terus-menerus tergenang air. Tanah akan menjadi jenuh terhadap air sehingga mineral dan humus tanah akan larut dalam air dan menghilangkan lapisan tanah subur tersebut. Tanah seperti ini merupakan ciri-ciri lahan basah.

Erosi tanah (masswasting) oleh air biasanya sering terjadi di daerah daratan tinggi, pegunungan, serta daerah-daerah dengan lahan miring. Jika tidak diolah secara tepat, maka akan terjadi erosi tanah, di mana tanah akan terus bergerak menuruni ketinggian gunung dapat mengikis lapisan tanah subur di bagian atas lahan.

Faktor ini memang jarang bahkan sulit terjadi di daerah-daerah di Indonesia, biasanya hal ini terjadi di daerah kutub dan pegunungan tinggi yang memang cuacanya lebih dingin.

2. Faktor Non-alam

Salah satu faktor yang banyak terjadi sehingga menjadi penyebab kerusakan lahan dan lahan menjadi kritis yaitu adanya alih fungsi lahan, terutama terkait dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS seharusnya memiliki fungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan secara alami. Jika DAS dialihfungsikan untuk keperluan industri, pemukiman, dan perkebunan besar, maka dapat mempercepat kelangkaan air dan menyebabkan lahan pada DAS rentan kritis, timbulnya pencemaran air sungai, dan sebagainya.

  • Kesalahan dalam pengelolaan lahan

Tentu, mengelola lahan ada aturan yang harus ditaati. Sehingga lahan tetap mempertahankan produktivitasnya dengan baik. Salah satu metode yang sering dipraktikan yaitu dengan menyelang-nyeling periode penanaman. Misalnya pada 6 bulan awal lahan ditanami dengan padi. Setelah masa panen, tanah perlu digemburkan kembali dengan dibajak. Kemudian ditanami dengan tanaman lain yang tidak terlalu membutuhkan air dan pestisida. Selain pemilihan jenis tanaman, pemilihan pupuk, pestisida, metode pembajakan sawah, metode panen, dan sebagainya juga mempengaruhi.

Bahan kimia seperti penggunaan pestisida serta limbah pabrik dapat menyerap ke dalam tanah dan mencemari lahan pertanian. Beberapa pestisida dapat bertahan dalam tanah hingga bertahun-tahun. Tentu hal ini dapat mengganggu kesuburan tanah. Sedangkan pencemaran limbah pabrik dapat mencemari lahan melalui aliran sungai yang membawa bahan kimia tersebut, maupun melalui air tanah sehingga lama kelamaan menyebabkan lahan menjadi kritis.

  • Adanya material yang tidak dapat terurai di tanah

Limbah seperti plastik, steroform, atau material lain yang tidak dapat terurai dalam tanah hingga puluhan tahun. Jika limbah-limbah semacam ini masuk ke dalam lahan potensial dengan jumlah yang terus meningkat, lama kelamaan lahan potensial akan menjadi kritis karena pencemaran material jenis ini. Pengolahan sampah plastik dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar jika diolah dengan benar.

Demikian penjelasan mengenai faktor penyebab lahan kritis. Semoga bermanfaat.

Banyak kemajuan di bidang hutan termasuk konservasi tanah dan air.

Namun faktanya persoalan lahan kritis di Indonesia sampai saat ini belum bisa terselesaikan.

Lahan kritis seolah selalu ada hingga menjadi masalah yang serius dan cukup rumit.

Penyebabnya beragam, segala upaya pencegahan pun telah coba dilakukan.

Lantas mengapa, masih saja terjadi lahan kritis di Indonesia? Simak ulasan lengkap berikut.

Di antara hal-hal berikut, yang merupakan penyebab terjadinya lahan kritis adalah

1. Pengertian Lahan Kritis

Lahan kritis adalah lahan yang fungsinya kurang baik sebagai media produksi, baik untuk menumbuhkan tanaman yang dibudidayakan maupun yang tidak dibudidayakan.

Begitulah kurang lebih pengertian lahan kritis menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.

Lahan kritis di Indonesia umumnya disebabkan oleh degradasi lahan. Secara ringkas, degradasi lahan adalah menurunnya kualitas lahan.

Para ahli menyebutkan degradasi lahan adalah proses di mana kondisi lingkungan biofisik berubah. Hal ini diakibatkan oleh ulah manusia melalui aktivitas tertentu terhadap suatu lahan.

Aktivitas merugikan dari manusia itulah yang menyebabkan kondisi lingkungan pada lahan berubah, cenderung tidak diinginkan hingga merusak kesehatan lahan.

2. Penyebab Lahan Kritis

Seperti yang kami sampaikan di awal, penyebab terjadinya lahan yang dalam keadaan kritis sangat banyak. Faktor utama terjadinya tidak lain adalah degradasi lahan.

Degradasi sifat lahan bisa menurun baik dari segi fisik, kimia, dan biologi tanah. Berikut kami kategorikan secara lebih spesifik.

2.1 Degradasi Lahan dari Sifat Fisik

Di kategori ini, lahan yang kritis bisa terjadi akibat kemunduran sifat fisik tanah atau penurunan kualitasnya.

Degradasi lahan dari sifat fisiknya meliputi erosi tanah, pemadatan tanah akibat penggunaan alat-alat mesin dan pertanian atau proses eluviasi, serta adanya genangan yang terlampau banyak hingga banjir.

2.2 Degradasi Lahan dari Sifat Kimia

Penyebab lahan yang kritis juga bisa dari degradasi lahan yang mundur atau menurunnya sifat kimia tanah.

Degradasi lahan dari sifat kimia tanah meliputi proses pengasaman (acidification), penggaraman (salinization), pencemaran (pollution) dari bahan agrokimia, serta pengurasan unsur hara tanaman.

2.3 Degradasi Lahan dari Sifat Biologi

Menurunnya kualitas lahan dapat ditinjau dari segi biologis yang umumnya dipercepat oleh aktivitas manusia.

Degradasi lahan dari sifat biologi adalah erosi hujan hingga lapisan tanah bagian atas, sehingga tanah kehilangan bahan organik dan unsur hara dalam jumlah besar.

Jika ketebalan solum dan ketebalan tanah lapisan atas (topsoil) berkurang, kemudian kandungan C-organik dan kepadatan tanah menurun, maka tanah bisa rusak. Hal ini dapat berakibat pula berakibat pada volume permukaan air meningkat hingga banjir.

Berdasarkan kategori degradasi lahan tersebut bisa disimpulkan bahwa lahan yang kritis terjadi akibat dua hal yakni faktor alam dan faktor ulah manusia.

Faktor alam berupa kekeringan, genangan air yang terus-menerus, erosi tanah, dan pembekuan air.

Faktor ulah manusia seperti alih fungsi lahan yang tidak sesuai penerapannya, kesalahan dalam pengelolaan lahan, pencemaran bahan kimia, hingga adanya material yang tidak dapat terurai di tanah.

KLIK DI SINI UNTUK TERUS MEMBACA

3. Proses Terbentuknya

Proses terjadinya lahan yang kritis secara gamblang dijumpai pada tanah dengan kualitas kurang baik.

Meskipun luas, tanah-tanah di Indonesia umumnya memiliki kualitas yang rendah atau marginal. Tanah berkualitas marginal ini kemudian digunakan untuk berbagai komoditas khususnya pertanian tanaman pangan.

Tanah-tanah yang memiliki masalah berdasarkan sifat  fisik, kimia, dan biologi serta tanah yang tidak tepat pengelolaannya dapat menyebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah. Lambat laun, tanah tersebut bisa menjadi lahan kritis.

Kegiatan pertanian yang tidak tepat dapat menyebabkan erosi yang berdampak pada beberapa hal yang dapat berupa penurunan produktivitas lahan, adanya sedimentasi, banjir, dan longsor.

4. Upaya Pencegahan

Pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia sebenarnya tidak pernah tinggal diam dalam menangani persoalan lahan marginal ini. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan.

Pada Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, persoalan pencegahan alih fungsi lahan pertanian produktif khususnya pangan telah diatur sedemikian rupa.

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga mengatur bagaimana penggunaan lahan agar sesuai dengan peruntukkan dan kemampuannya.

Tidak ketinggalan, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur tentang upaya pencegahan lahan kritis.

Salah satu upaya pencegahan lahan marginal adalah dengan melaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk perlindungan dan konservasi diutamakan karena adanya keuntungan sosial seperti pengendalian banjir dan kekeringan, pencegahan erosi, serta pemantapan kondisi tata air (siklus air).

5. Upaya Penanggulangan

Setelah dilakukan upaya pencegahan lahan marginal, tidak lupa pula dilakukan upaya penanggulangan pada lahan marginal yang telah terbentuk.

Berikut adalah beberapa ide upaya penanggulangan terhadap lahan kritis:

  1. Melibatkan pemerintah, masyarakat, dan korporat tentang kebijakan yang terkait dengan alih fungsi lahan dan kelestarian alam
  2. Merencanakan penggunaan lahan
  3. Mengembangkan keanekaragaman hayati
  4. Menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi intensitas penggunaan lahan pada wilayah tertentu
  5. Memperluas wilayah penghijauan
  6. Merencanakan penggunaan lahan kota
  7. Membuat sengkedan atau terasering
  8. Menggunakan lahan seoptimal mungkin dengan bijaksana
  9. Pengembalian fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS), pesisir, dan sekitar hutan
  10. Memisahkan penggunaan lahan
  11. Memilih pupuk organik yang aman untuk lahan
  12. Menggemburkan tanah dengan cara alami
  13. Melakukan pengkajian terhadap kebijaksanaan tata ruang, perizinan, dan pajak
  14. Memanfaatkan tanaman eceng gondok untuk meminimalisir pencemaran udara dan air
  15. Menggunakan teknologi pengolahan tanah yang aman
  16. Mengendalikan perpindahan dan pemukiman penduduk

6. Data tentang Lahan Kritis di Indonesia

Berdasarkan laporan dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), berikut adalah data lengkap tentang lahan kritis di Indonesia tahun 2011.

(NOTE: Ada gambar di draft)

7. Contoh Kasus Lahan Marginal

Lahan kritis di Indonesia tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Contoh kasus tentang lahan yang dalam keadaan kritis salah satunya adalah yang terjadi baru-baru ini di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara.

Lahan marginal atau kritis di Sumatera sudah terjadi sejak bertahun-tahun, kemudian di pertengahan tahun 2019 diadakan upaya rehabilitasi.

Upaya tersebut berlandaskan perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) presiden Joko Widodo pada tahun 2019 seluas 207.000 Ha yang tersebar di 25 provinsi di Indonesia. Target per tahunnya seluas 1,1 juta Ha dan diutamakan dilakukan di 15 titik lokasi DAS prioritas.

Kasus lahan marginal di Danau Toba ditanggulangi dengan penanaman tanaman macadamia. Tanaman ini dipilih karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi yakni sekitar Rp 100 – Rp 500 juta/ Ha.

Keunggulan tanaman ini adalah dapat mengendalikan erosi, meningkatkan fungsi hidrologis, serta tahan terhadap kebakaran dan kekeringan. Selain itu, dalam lima tahun saja, tanaman ini mampu menghasilkan kacang macadamia berkualitas baik.

Tanaman macadamia integrifolia dapat digunakan sebagai pengganti tanaman hortikultura. Tanaman ini juga telah diteliti oleh Balai Litbang Aek Nauli di kebun percobaan Sipiso-piso.

Tanaman ini rencananya akan dijadikan opsi pintu keluar pada kasus lahan dalam keadaan kritis.

Indonesia negara yang kaya akan hasil alam, hutannya hijau, flora dan faunanya beragam. Namun lahan marginal atau kritis masih sering terjadi. Ironis, bukan?

Sebagai bangsa Indonesia yang bermartabat, mari kita menjaga hasil alam kita, tanah air kita. Hindari penyebab terjadinya lahan marginal dan optimalkan upaya penanggulangan.

Editor:

Mega Dinda Larasati