Dampak politik Apartheid di Afrika Selatan bagi Indonesia

Dampak politik Apartheid di Afrika Selatan bagi Indonesia

Dampak politik Apartheid di Afrika Selatan bagi Indonesia
Lihat Foto

History.com

30.000 pengunjuk rasa berbaris dari Langa ke Cape Town di Afrika Selatan, menuntut pembebasan tahanan pada tahun 1960. Para tahanan ditangkap karena memprotes undang-undang izin segregasionis.

KOMPAS.com - Apartheid adalah kebijakan politik rasial yang diterapkan di Afrika Selatan pada tahun 1948.

Dalam sistem Apartheid, terdapat pemisahan hak dan kewajiban antara ras kulit putih dan kulit hitam yang disahkan melalui Undang-Undang.

Akar politik Apartheid bermula awal abad ke-20 Masehi. Politik pemisahan ras di Afrika Selatan dimulai setelah Perang Boer.

Ketika Uni Afrika Selatan dibentuk pada tahun 1910 di bawah kendali Inggris, orang Eropa di Afrika Selatan membentuk struktur dan kebijakan politik rasial baru di negara tersebut.

Kebijakan rasial dan deskriminatif dapat terlihat ketika Inggris memberlakukan pembatasan terhadap hak legislatif masyarakat kulit hitam di Afrika Selatan.

Baca juga: Peradaban Akkadia: Sistem Pemerintahan dan Kebudayaan

Pada perkembangannya, Partai Nasional Afrika secara resmi memperkenalkan politik Apartheid pada 1948. Anggota partai ini berasal dari etnis kulit putih keturunan Belanda (Afrikaner) yang menguasai politik dan pemerintahan di Afrika Selatan.

Partai Nasional Afrika berhasil memenangkan pemilu pada tahun 1948 dan mendirikan rezim Apartheid. Rezim ini mendeklarasikan Afrika Selatan sebagai negara kulit putih, dan kelompok ras lain selain kulit putih tidak memiliki hak-hak politik dan warga negara penuh.

Dalam buku Sejarah Afrika (2016) karya Darsiti Soeratman, rezim Apartheid memberlakukan deskriminasi terhadap kaum kulit hitam Afrika Selatan melalui hukum negara.

Dalam hukum tersebut, terdapat pembagian ruang hidup antara ras-ras di Afrika Selatan. Golongan kulit putih memperoleh 87 persen wilayah Afrika Selatan, sedangkan kaum kulit hitam hanya mendapat 13 persen.

Deskriminasi kebijakan juga terjadi di bidang pendidikan, sosial dan budaya. Bahkan Perdana Menteri Afrika Selatan, Hendrik F Verwoerd menyebutkan bahwa sebuah kesalahan besar jika masyarakat Afrika Selatan hidup dalam kesetaraan dan persamaan hak.

Baca juga: Peradaban Inca: Sistem Pemerintahan dan Seni Bangunan

Dampak politik Apartheid di Afrika Selatan bagi Indonesia

Dampak politik Apartheid di Afrika Selatan bagi Indonesia
Lihat Foto

Wikipedia Commons

Sejumlah demonstran anti Apartheid di Afrika Selatan

KOMPAS.com - Apartheid adalah sebuah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan pada sekitar awal abad ke-20.

Awal mula penerapan politik Apartheid adalah kemenangan Partai Nasional Afrika saat pemilu tahun 1948.

Setelah itu, rezim Partai Nasional Afrika secara resmi mendeklarasikan Afrika Selatan sebagai negara kulit putih, dan kelompok ras lain tidak memiliki hak-hak politik dan warga negara penuh.

Bahkan Perdana Menteri Afrika Selatan, Hendrik F Verwoerd (1958-1966), menyebut bahwa sebuah kesalahan besar jika masyarakat Afrika Selatan hidup dalam kesetaraan dan persamaan hak.

Dalam hukum Apartheid, diberlakukan pembagian ruang hidup sebanyak 87 persen wilayah Afrika Selatan bagi golongan kulit putih.

Sedangkan sisanya, atau sebanyak 13 persen wilayah Afrika Selatan diberlakukan bagi golongan kulit hitam.

Baca juga: Latar Belakang Munculnya Masalah Apartheid

Berakhirnya Apartheid

Pemberlakuan politik Apartheid yang terjadi di Afrika Selatan sejak 1948 menimbulkan gejolak dari dalam negeri.

Terlebih lagi, politik Apartheid di Afrika Selatan dilaksanakan secara ketat setelah terjadi kerusuhan yang dilakukan orang-orang kulit hitam.

Golongan kulit hitam menuntut penghapusan politik Apartheid yang praktiknya menimbulkan diskriminasi di bidang pendidikan, sosial, dan budaya.

Perlawanan rakyat Afrika Selatan terhadap pelaksanaan politik Apartheid terus menggema. Bahkan diskriminasi terhadap kulit berwarna ini juga dikecam oleh dunia internasional.

Dampak politik Apartheid di Afrika Selatan bagi Indonesia


Skripsi yang berjudul Nelson Mandela dan Politik Apartheid di Afrika Selatan ini membahas tentang perjuangan Nelson Mandela dan orang-orang kulit hitam Afrika Selatan untuk menggapai keadilan sosial dan kesetaraan ras di negeri Afrika Selatan. Kehadiran bangsa Eropa pada abad ke-18 ke Afrika Selatan mengubah sistem bagi masyarakat Afrika Selatan, baik sistem sosial-politik, ekonomi, budaya dan sistem lainnya. Selama berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun, orang-orang Afrika Selatan berada di bawah politik apartheid ini mengakibatkan sebuah persoalan besar bagi orang0orang kulit hitam Afrika Selatan yakni munculnya diskriminasi rasial antara orang kulit putih dan kulit hitam. Orang-orang kulit putih yang menguasai bumi Afrika Selatan menganggap orang-orang kulit hitam Afrika Selatan sebagai orang-orang kelas dua atau kelas rendahan. Dampak dari politik apartheid ini adalah orang-orang kulit hitam Afrika Selatan seperti terbuang dari negerinya sendiri. Dari aspek budaya, budaya orang kulit hitam Afrika Selatan dianggap sebagai budaya rendahan dibandingkan dengan budaya orang kulit putih sendiri. Dari aspek politik pemerintahan, orang kulit hitam Afrika Selatan tidak memiliki peran apa-apa dalam dunia pemerintahan. Dari aspek sosial, tempat tinggal orang kulit putih terpisah dengan tempat tinggal orang-orang hitam. Orang-orang putih tinggal di pusat kota sedangkan orang-orang hitam disediakan tempat di pinggiran kota. Begitu pula dengan aturan pernikahan. Dilarang pernikahan beda warna kulit. Melihat realitas itu, Nelson Mandela bersama-sama dengan orang kulit hitam Afrika Selatan berjuang untuk mencapai yang disebut dengan keadilan sosial dan kesetaraan ras. Untuk mencapai hal ini, ada berbagai bentuk perjuangan yang dilakukan oleh Nelson Mandela dan orang-orang kulit hitam Afrika Selatan seperti aksi boikot, aksi militer, mogok kerja, demonstrasi massal (kampanye pembangkangan), dan pembakaran paspor-paspor. Nelson Mandela sangat menentang bahkan mengutuk sistem politik apartheid yang memisahkan ras kulit putih dan hitam. Tujuan yang hendak dicapai oleh Nelson Mandela dan juga orang-orang kulit hitam Afrika Selatan adalah agar terciptanya keadilan sosial dan kesetaraan ras. Sistem politik yang diperjuangkan Nelson Mandela adalah politik demokrasi yang mengedepankan kepentingan masyarakat. Bagi Mandela semua manusia sama, tanpa ada pembadaan berdasarkan warna kulit atau ras.

14.059923.6 Tan nAvailable

Series Title

-

Call Number

923.6 Tan n

Publisher STFT Widya Sasana : Malang., 2018
Collation

ix + 109hlm: 21,5x28cm

Language

Indonesia

ISBN/ISSN

-

Classification

923.6

Content Type

-

No other version available




RECORD DETAILBack To PreviousXML DetailCite this


Menilik sejarah negara Afrika Selatan tentunya membuat kita teringat akan dua hal yaitu, Apartheid dan Nelson Mandela. Negara yang terletak diujung selatan Benua Afrika ini merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, terutama emas. Tidak mengherankan bangsa Eropa seperti Inggris dan Belanda sampai memperebutkannya.

Afrika Selatan, seperti kebanyakan negara-negara di Benua Afrika dihuni oleh ras kulit hitam yang merupakan penduduk terbanyak dalam populasi yang mencapai 77%. Mereka terdiri dari suku-suku seperti, Xhosa, Khoi, Bushmen, dan Zulu yang merupakan suku-suku paling dominan di Afrika Selatan.

Tokoh Afrika Selatan yang merupakan presiden kulit hitam pertama yaitu Nelson Mandela adalah seorang keturunan dari pemimpin Suku Xhosa dan merupakan keluarga kerajaan Thembu. Namun apa itu Apartheid? dan siapakah Nelson Mandela? Mari kita pelajari bersama.

Pengertian Politik Apartheid

Apartheid adalah sebuah kebijakan politik yang diterapkan untuk memisahkan ras yang diberlakukan di Republik Afrika Selatan secara resmi dari tahun 1948 sampai 1993.

Apartheid berasal dari bahasa Afrikaans apart berarti memisahkan dan heid sistem atau hukum.

Namun praktik apartheid sebenarnya sudah jauh diterapkan di Afrika Selatan jauh sebelum 1948.

Hal tersebut erat kaitannya dengan kedatangan bangsa Eropa yaitu Belanda di tahun 1652 yang mendarat di Afrika Selatan dan mendirikan koloni di Tanjung Harapan atau dikenal sebagai Cape Town pada hari ini.

Latar Belakang dibentuknya Politik Apartheid

Kedatangan Belanda di Tanjung Harapan pada tahun 1652 dan membangun koloni, di kemudian hari semakin banyak pula populasi mereka dan membentuk sebuah bangsa baru yang disebut dengan Boer.

Kaum Boer inilah yang menjadi cikal bakal dari penduduk kulit putih yang pertama-tama mendiami Afrika Selatan.

Ketika tambang emas ditemukan pada sekitar tahun 1795 di wilayah yang didiami suku-suku asli Afrika Selatan, menarik perhatian Inggris yang selanjutnya melakukan invasi dan merebut wilayah koloni yang ditempati kaum Boer.

Pendudukan Inggris atas Afrika selatan kemudian menimbulkan gelombang migrasi orang Inggris untuk bermukim di Afrika Selatang pula. Jadi dengan datangnya orang Inggris menambah jumlah populasi orang kulit putih di ujung selatan benua Afrika.

Disisi lain, orang Boer yang kehilangan tanah dan tempat tinggalnya lalu mengadakan perlawanan untuk merebut kembali tanah mereka, perang ini dikenal dengan Perang Anglo-Boer I yang berlangsung dari tahun 1880-1881 dan Perang Anglo-Boer II dari 1899-1902.

Dari dua kali peperangan tersebut, orang Boer harus mengakui kemenangan orang Inggris.

Hasil dari berakhirnya perang Anglo-Boer tersebut adalah Inggris berhak untuk memerintah di Afrika Selatan dan menghapus perbudakan.

Dalam perjalanannya, orang Boer kemudian bekerjasama dengan pemerintah yang dikuasai oleh orang Inggris untuk membentuk Komisi Urusan Pribumi Asli Afrika Selatan.

Usulan orang Boer tersebutlah yang menjadi cikal-bakal lahirnya politik apartheid.

Bentuk kerja sama ini kemudian melahirkan kebijakan segresi yaitu pemisahan rasial dibidang lahan, tenaga kerja, pendidikan, dan politik.

Pada tahun 1910, Afrika Selatan mendapatakan status dominion atau menjadi negara jajahan dari Kerajaan Inggris. Dalam pemerintahan Afrika Selatan periode itu, dikuasai oleh orang-orang Inggris dan Boer yang melahirkan kebijakan-kebijakan baru guna mempertegas posisi mereka terhadap pribumi.

Tujuan Politik Apartheid

Tujuan dari pemberlakuan apartheid adalah untuk memisahkan wilayah tempat tinggal orang kulit putih dan kulit hitam serta segala kebijakan menyangkut sendi-sendi kehidupan seperti kegiatan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik

Dalam sistem ini, orang kulit putih mempunyai hak istimewa terhadap orang-orang dari kulit hitam dan kulit berwarna.

Selain hak istimewa, apartheid adalah bentuk dari legalitas atas sikap diskriminasi terhadap kepentingan-kepentingan yang menguntungkan orang kulit putih.

Seperti dalam hal tempat tinggal, orang-orang kulit hitam tidak boleh menempati suatu wilayah perkotaan yang didominasi oleh orang kulit putih.

Pelaksanaan Politik Apartheid

Secara sah, pemberlakuan apartheid diterapkan pada tahun 1948 saat Partai Nasional memenangi pemilihan umum.

Daniel F. Malan sebagai pimpinan partai mempelopori agar pemisahan total dari apartheid ini diterapkan. Periode pertama ini juga dikenal dengan baaskap yang berarti Afrikaaner berkuasa dan mempunyai hegemoni atas kaum kulit berwarna.

Pemberlakuan apartheid periode pertama berhasil mengusir orang kulit hitam dan kulit berwarna dari tempat tinggalnya sejauh mungkin dari pusat pemukiman, lahan pertanian, serta pusat perekonomian kulit putih.

Disisi lain, mereka juga kehilangan hak sebagai warga negara, bahkan kewarganegaaraannya itu sendiri.

Satu dekade kemudian, atau pada tahun 1958 saat Hendrick Verwoerd menjabat sebagai perdana menteri kebijakan politik apartheid mendapat sedikit “kelonggaran”, yaitu dengan diberlakukannya pembangunan terpisah bagi kaum kulit hitam dan berwarna.

Kelonggaran ini tertuang dalam undang-undang yang disahkan tahun 1959, yaitu Bantu Self-Government Act 1959 dengan ditempatkannya sepuluh suku kulit hitam Afrika Selatan dalam satu wilayah yang sama.

Sehingga membuat dominasai kulit putih di Afrika Selatan semakin besar dengan menempati sekitar 87% tanah Afrika Selatan.

Nelson Mandela merupakan motor penggerak perlawanan terhadap apartheid ditanah Afrika Selatan. Mandela merupakan putra dari kepala suku Xhosa yang masih mempunyai darah keturunan raja.

Sosok Mandela begitu dihormati oleh kalangan kulit hitam Afrika Selatan, dan mendapat panggilan Madiba yang berarti kepala suku dalam bahasa klan Thembu.

Lewat kendaraan politiknya yaitu African National Congress (ANC), Mandela melakukan protes terhadap kebijakan politik apartheid. Dimotori oleh Mandela, mereka melakukan perlwanan terhadap hukum yang tidak adil. Istimewanya, gerakan ini dilakukan tanpa menggunakan kekerasan.

Melalui gerakannya ini, Mandela mendapat perhatian khusus dari pemerintah kulit putih. Bahkan pada 1962 Mandela dijebloskan ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman seumur hidup dengan tuduhan teroris. Mandela akhirnya dibebaskan pada 1990, atau sekitar 27 tahun.

Namun kondisinya yang terpenjara tidak menyurutkan motivasinya untuk membawa keadilan dan kesetaraan bagi kulit hitam di Afrika Selatan. Surat-suratnya kepada anggota ANC membuat gerakan perlawanan kulit hitam Afrika Selatan tetap tumbuh dan berkembang.

Pada 1983, sebanyak 600 oranisasi Afrika Selatan bersatu padu untuk membentuk Front Demokratis Bersatu. Mereka menuntut untuk dihapuskannya istilah “homelands“. Sampai sekitar akhir tahun 1989-an kondisi politik Afrika Selatan semakin memanas. Akibatnya perekonomian negara pun terganggu dan mengalami depresi ekonomi.

Disaat kondisi ekonomi yang parah dan gelombang demonstrasi merajalela, pada tahun 1989 dibawah kepemimpinan perdana menteri Frederik Willem de Klerk, tahanan politik termasuk Mandela banyak dibebaskan dari penjara.

Hal ini mendapat sambutan hangat dari rakyat Afrika Selatan, yang diwarnai gelombang anarkisme. Mandela secara resmi dibebaskan dari penjara pada Februari 1990.

Empat tahun berselang setelah bebas dari penjara, Mandela terpilih menjadi presiden Afrika Selatanpada tahun 1994. Dengan terpilihnya Mandela, berakhir juga apertheid di Afrika Selatan.

Yang istimewa dari Mandela adalah, dalam pemerintahannya dia tidak menyingkirkan orang-orang kulit putih dari jajaran pemerintahan, namun malah menggandeng dan merangkul mereka. Ini adalah bukti bahwa kesetaraan adalah hal yang utama yang harus dilakukan manusia dalam kehidupan.

Dampak Pemberlakuan Politik Apartheid

Dampak yang terjadi akibat pemberlakuan apertheid di Afrika Selatan yang paling merugikan adalah pelanggaran terhadap kemanusiaan, seperti praktek diskriminasi, pengusiran, kekerasan, dan perampasan hak hidup,

Seperti diawal kedatangan orang Belanda di Afrika Selatan, porang Belanda mulai membangun pemukiman yang merampas tanah dan lahan rakyat pribumi Afrika Selatan. Hal tersebut membuat pribumi Afrika Selatan harus terusir dari tanah airnya sendiri.

Praktek diskriminasi ras makin nyata setelah diberlakukan secara resmi pada tahun 1948, dimana dilakukan pemisahan tempat tinggal antara warga kulit putih dan kulit hitam. Warga kulit hitam menjadi masyarakat yang terpinggirkan akibat kebijakan tersebut. Pemerinah mengeluarkan Undang-undang Wilayah Kelompok pada tahun 1950 dan berhasil memindahkan sebanyak 3.5 juta penduduk kulit hitam dari wilayah pemukiman yang tersebar di berbagai penjuru negara. Relokasi ini berlangsung sampai periode 1980-an.

Dalam bidang pendidikan, warga kulit hitam tidak bisa mendapatkan pelayanan pendidikan sebagaimana yang didapat warga kulit putih. Akses pendidikan sangat terbatas karena kebanyakan warga kulit hitam hidup dalam kemiskinan.

Pemisahan fasilitas umum pun dilakukan pemerintah kulit putih untuk membatasi akses pertemuan dengan warga kulit hitam, Undang-undang Reservasi Pemisahan Fasilitas pun disahkan pada 1953 guna memperkuat kebijakan dari pemerintah.