Sejauh ini kita telah mempelajari komposisi GDP pada beberapa model perekonomian. Untuk materi berikut, kita akan memahami teori konsumsi Keynes (Keynes’ consumption theory), Marginal Propensity to Consume (MPC), dan Marginal Propensity to Save (MPS). 1. TEORI KONSUMSI KEYNES.Untuk menjelaskan teori konsumsi Keynes, pertama-tama kita harus selalu mengingat persamaan agregate output (Z) atau national income (Y), dimana Z ≡ Y, dan Y ≡ C + I + G +NX; harus dicatat juga bila persamaan tersebut tidak memasukkan faktor depresiasi dan transfer payment. Selanjutnya, kita mesti memahami asumsi-asumsi yang mendasari teori konsumsi Keynes, yakni:
1.1. Fungsi Konsumsi (Consumption Function). Perilaku konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama income (Y), lebih tepatnya disposable income atau pendapatan yang tersedia untuk dibelanjakan (YD). Dengan demikian, fungsi konsumsi merupakan persamaan yang menjelaskan perilaku konsumen rumahtangga dalam menggunakan pendapatan yang tersedia untuk dibelanjakan. Adapun besarnya disposable income (YD) setara dengan income setelah dikurangi pajak (T). Persamaannya sebagai berikut: Secara konseptual, konsumsi terdiri dari dua unsur, yakni:
1.2. Marginal Propensity to Consume (MPC) dan Average Propensity to Consume (APC). Marginal Propensity to Consume (MPC) menunjukkan dampak penambahan setiap unit disposable income pada besarnya konsumsi. Adapun persamaan MPC adalah sebagai berikut: Gambaran sederhananya:
Dalam persamaan konsumsi, MPC tak lain adalah c. MPC juga menunjukkan slope dari kurva konsumsi. Sedangkan Average Propensity to Consume (APC) adalah perbandingan antara konsumsi dengan disposable income pada setiap level. Persamaan APC terlihat seperti berikut: Contoh sederhana penghitungan MPC dan APC terlihat pada Tabel 1. dibawah ini.keterangan:
2. PSIKOLOGI KONSUMSI MENURUT KEYNES. Keynes mengungkapkan faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku konsumsi. Berikut ringkasannya. Keynes menyatakan bahwa secara kodrati, saat individu memperoleh tambahan pendapatan, maka konsumsinya akan ikut meningkat, namun dengan proporsi yang lebih kecil daripada peningkatan pendapatan.
Konsekuensi dari hal diatas, peningkatan pendapatan yang diperoleh individu akan dialokasikan pada dua instrumen, yakni konsumsi (C) dan tabungan (S). Dengan demikian, peningkatan konsumsi akan diikuti oleh peningkatan tabungan. Hal ini sekaligus membantah pandangan J.B. Say (Say’s Law atau the Law of Markets), yang menyatakan bahwa penawaran akan menciptakan permintaan dalam proporsi yang sama (supply creates its own demand); sebab dengan adanya peningkatan tabungan, maka supply bisa melebihi demand. Namun perlu digaris-bawahi bahwa pandangan Keynes ini berlaku untuk jangka pendek (in the short-run) dan pada model perekonomian bebas (laissez faire capitalist economy), dimana tidak ada intervensi pemerintah. 3. KURVA FUNGSI KONSUMSI. Kurva fungsi konsumsi digambarkan sebagai berikut:keterangan:
4. FUNGSI TABUNGAN (SAVING FUNCTION) DAN MARGINAL PROPENSITY TO SAVE (MPS). Pada bagian ini kita akan mempelajari terbentuknya fungsi tabungan dan marginal propensity to save (MPS). 4.1. Fungsi Tabungan. Seperti telah kita pahami sebelumnya, tambahan income (∆C) yang tidak digunakan untuk konsumsi akan menjadi tambahan saving (∆S); artinya, ∆C + ∆S = ∆YD. Dengan demikian marginal propensity to consume (MPC) ditambah marginal propensity to save (MPS) adalah 1. Persamaannya seperti berikut: Sedangkan fungsi tabungan menunjukkan besarnya induced saving (besarnya tabungan yang timbul akibat adanya income) dikurangi autonomous consumption. Adapun persamaannya seperti dibawah ini: 4.2. Marginal Propensity to Save (MPS). Dari fungsi tabungan diatas, kita juga bisa mengetahui konstruksi MPS. Ingat! pada materi tentang komposisi GDP, kita menggunakan asumsi bahwa besarnya tabungan (S) setara dengan investasi (I), atau S ≡ I; sementara untuk income, kita menggunakan YD (disposable income). Dengan demikian, YD = C + S. Sedangkan MPS merupakan dampak penambahan nilai tabungan untuk setiap penambahan satu unit disposable income. Persamaannya adalah: Untuk membuktikan bahwa MPC + MPS = 1, kita bisa melihat konstruksi berikut: 5. KEYNESIAN MULTIPLIER. MPC dan MPS merupakan komponen krusial untuk menjelaskan adanya perubahan GDP secara agregat. Hal inilah yang menjadi dasar konsep Keynesian Multiplier. Adapun persamaan multiplier adalah: Multiplier ini menggambarkan kondisi ekonomi agregat yang mengalami peningkatan melebihi peningkatan konsumsi (C), investasi (I), atau government spending (G). Dalam hal ini, penambahan 1 unit moneter dari salah satu komponen tersebut (C, I, atau G), akan menghasilkan lebih banyak unit moneter secara agregat (tercermin pada peningkatan GDP), tergantung pada MPC dan MPS'nya. Gambaran sederhananya:
Demikian pembahasan terkait teori konsumsi Keynes, pengertian MPC dan MPS, fungsi konsumsi dan tabungan, kurva fungsi konsumsi, dan Keynesian Multiplier. * Referensi:
Indeks Harga Konsumen, Indeks Harga Produsen, dan Penentuan Tingkat Inflasi Komposisi GDP pada Sistem Perekonomian Sederhana, Perekonomian Tertutup, dan Perekonomian Terbuka Materi selanjutnya: Mengenal Pendekatan Investment (I) dan Saving (S) dalam Konsep Pasar Barang (Goods Market) Konsep Keynesian Cross dan Tercapainya Ekuilibrium |