SEBAB-SEBAB MEWARISI ATAU MENDAPATKAN WARISAN Dalam agama Islam sudah di Jelaskan atau diatur mengenai pembagian warisan, ahli waris dan lain-lainnya yang menyangkut dengan warisan itu sendiri. Menurut Sayid Sabiq seseorang dapat mewarisi harta peninggalan karena di sebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu: Sebab hubungan kerabat/nasab, perkawinan atau wala’ dan pemberdekaan bukak. Sedangkan dalam literatur Hukum Islam disebutkan ada 4 (empat) sebab hubungan seseorang dapat menerima harta warisan dari seseorang yang telah meninggal dunia, yaitu;
Selanjutnya mengenai penyebab seseorang mendapatkan warisan bagi umat muslim atau orang islam juga diatur di dalam KHI (kompilasi hukum islam) sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 174;
Untuk lebih jelasnya mengenai warisan serta pembagiaan harta warisan, maka bapak atau ibuk dapat melakukan konsultasi via whatsapp/ sms/ telfon di no 0877-9262-2545 atau datang langsung ke kantor kami… Bahwa selain dari permasalahan di atas, kami juga memberikan kesempatan untuk konsultasi dalam permasalahan; 1. perceraian muslimUntuk format konsultasi; NAMA# ALAMAT#PEKERJAAN#PERMASALAHAN#PERTANYAAN Untuk lebih mengenal kantor pengacara kami, maka bapak/ibuk dapak klik LINK INI https://kantorpengacaragusrianto.com Hukum selalu ada dalam setiap sisi kehidupan kita, dimulai dari sejak kita lahir, tumbuh dewasa, bahkan sampai meninggal dunia. Dalam hal seseorang telah meniggal dunia, maka hukum yang berperan adalah hukum waris guna mengalihkan harta kekayaan kepada orang yang berhak. Tetapi, apakah semua orang berhak mendapatkan warisan? Dalam artikel ini kita akan membahas orang-orang yang tidak berhak mendapatkan warisan menurut undang-undang. Pada dasarnya, Hukum Waris adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Syarat terjadinya pewarisan ada tiga yaitu, pertama adanya pewaris atau seseorang yang meninggal dunia sebagaimana yang tercantum dalam pasal 830 KUH Perdata yang berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Kedua, adanya ahli waris yaitu seseorang yang berhak menerima harta warisan. Dan ketiga, adanya harta warisan yaitu benda baik berwujud maupun tidak berwujud yang akan dialihkan kepada ahli waris. Orang-Orang yang Tidak Patut Menjadi Ahli Waris Berdasarkan Pasal 838 KUH Perdata orang yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris dengan demikian tidak mungkin mendapat warisan, orang-orang itu ialah: 1. Dia yang telah dijatuhi hukuman karena membunuh atau mencoba membunuh orang yang meninggal (pewaris) itu; 2. Dia yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena dengan fitnah telah mengajukan tuduhan terhadap pewaris, bahwa pewaris pernah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi; 3. Dia yang telah menghalangi orang yang telah meninggal (pewaris) itu dengan kekerasan atau perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; 4. Dia yang telah menggelapkan. Memusnahkan atau memalsukan wasiat orang yang meninggal (pewaris) itu. Bila Anda ingin bertanya lebih lanjut ataupun berdiskusi terkait persoalan hukum segera hubungi kami di Instagram ngertihukum_ atau YouTube Ngerti Hukum Channel. Ditulis oleh Fikra Eka Prawira Surajat ORANG YANG TIDAK BERHAK MENDAPAT HARTA WARIS Oleh 1. Ar-Riqqu Atau Hamba Sahaya Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata. Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. وَمَنِ ابْتَاعَ عَبْدًاوَلَهُ مَالٌ فَمَالُهُ لِلَّذِي بَاعَهُ إِلاَّ أَنْ يَشْتَرِ طَ الْمُبْتَاعُ “Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat” [Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173] Selanjutnya beliau berkata : Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak mewarisi, sebab bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya kepada pemiliknya. [Lihat Tashilul Fara’id : 21] 2. Al-Qatil Atau Membunuh Orang Yang Akan Mewariskan Dalilnya, Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. الْقَاتِلُ لاَيَرِثُ “Pembunuh tidaklah memperoleh harta waris” [Hadits Riwayat Tirmidzi 3/288, Ibnu Majah 2/883, Hadits Shahih Lihat Al-Irwa’, hal. 1672] Adapun pembunuh secara tidak sengaja, maka menurut Imam Malik, dia tetap mendapat harta waris. Lihat Sunan Tirmidzi (3/288). Sedangkan jumhur ulama berpendapat, pembunuh tidak mendapat harta waris, baik dengan sengaja atau tidak . Lihat Sunan Tirmidzi (3/288). Jalan tengah dari dua pendapat yang berbeda ini, Syaikh Al-Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Pembunuhan yang disengaja tidak berdosa apabila pembunuhan itu seperti membunuh perampok (walaupun itu ahli waris), maka membunuh perampok (walaupun itu ahli waris), maka tidaklah menghalangi pembunuhnya mendapatkan harta waris dari yang dibunuh., karena tujuannya untuk membela diri. Demikian juga, misalnya pembunuhan yang disebabkan karena mengobati atau semisalnya, maka tidaklah menghalangi orang itu untuk mendapatkan harta waris, selagi dia diizinkan untuk mengobati dan berhati-hati”. Lihat Tashilul Fara’id, hal. 21-22 3. Ikhtilaffud Din Atau Berlainan Agama Dan Murtad Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. Baca Juga Bagian Saudara Seibu Tidak Sama Dengan Saudara Kandung لاَيَرِثُ الْمُسلِمُ الْكَافِرِ وَلاَ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ “Tidak boleh orang Muslim mewarisi harta orang kafir, dan tidak boleh orang kafir mewarisi harta orang Muslim” [Hadits Riwayat Bukhari 6/2484] Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata : “Mereka tidak mendapatkan harta waris karena antara keduanya putus hubungan secara syar’i. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berkata kepada nabi Nuh ‘Alahis Salam menjelaskan anaknya yang kafir dengan firmanNya. قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ “Allah berfirman : “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik” [Hud : 46] Selanjutnya Syaikh menjelaskan : Ada dua perkara, bolehnya lain agama mewarisinya. Pertama : Al-Wala. Yaitu orang yang memerdekakan budak, dia mendapatkan warisan budak yang telah dimerdekakannya, walaupun lain agama. Kedua : Kerabat yang kafir lalu masuk Islam sebelum pembagian harta. Lihat Tashilul Fara’id, hal.22. Tiga macam diatas dinamakan hajib washaf. Artinya, keberadaannya seperti tidak adanya, karena mereka tidak mendapat harta waris. 4. Al-Muthallaqah Raj’iah Atau Talak Raj’i Yang Telah Habis Masa Iddahnya وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ “Dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Rabb-mu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar, kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang”. [At-Thalaq : 1] Yang dapat diambil pelajaran dari ayat ini, jika isteri dalam masa iddah, maka statusnya masih isteri sampai keluar masa iddah. Karena itu si isteri harus tinggal di rumah suami, tidak boleh diusir atau keluar dari rumah suami, selama masa iddah. 5. Al-Muthallaqah Al-Bainah Atau Talak Tiga Apa yang difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri bagian akhir ini benar, karena termasuk hailah atau rekayasa untuk menghalangi hak orang lain. Seperti halnya lima orang yang berserikat memiliki kambing dan jumlah kambingnya telah mencapai 40 ekor. Tiba waktu mengeluarkan zakat, mereka membaginya agar terlepas dari kewajiban mengeluarkan zakat. Jika mereka melakukan hailah (rekayasa) seperti ini, maka mereka tetap diwajibkan mengeluarkan zakat. Baca Juga Tidak Boleh Jual Beli Wakaf 6. Al-Laqit Atau Anak Angkat إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ “ … Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan” [An-Nisa :176] 7. Ibu Tiri Atau Bapak Tiri وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ “Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak” [An-Nisa : 11] 8. Auladul Li’an Atau Anak Li’an 9. Auladuz Zina Atau Anak Yang Lahir Hasil Zina Selain keterangan di atas, ada pula ahli waris yang mahjub isqath terhalang karena ada orang yang lebih kuat dan dekat dengan si mayit. Misalnya kakek mahjub (tidak mendapatkan harta waris), karena ayah si mayit masih hidup, atau cucu mahjub karena anak masih hidup, saudara mahjub dengan anak, bapak dari seterusnya. [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi khusus (7-8)/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
|