Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

Veeam Cloud Connect Replication dan Secondsite DRaaS, Apa Perbedaannya?

Seiring dengan semakin maraknya proses transformasi digital, ketergantungan sebuah organisasi terhadap data digital tentu ikut meningkat. Dengan itu, maka kesadaran untuk memiliki backup data dan disaster recovery plan sangat penting untuk dimiliki pengusaha. Sebagaimana dengan karakteristik organisasi yang berbeda-beda, maka kebutuhan pada disaster recovery plan pun akan berbeda. Beberapa organisasi mungkin dapat bertahan dengan kehilangan data selama 24 jam atau tidak dapat mengakses data mereka selama 1 hari atau lebih. Akan tetapi, organisasi lain mungkin tidak dapat mentolerir kehilangan data sama sekali.

Sebagai cloud service provider, Zettagrid Indonesia memahami keunikan karakteristik masing-masing organisasi tersebut. Karena itulah Zettagrid Indonesia memiliki beberapa pilihan layanan untuk dapat memenuhi kebutuhan bisnis yang beraneka ragam. Kali ini kita akan membahas karakteristik dua layanan Disaster Recovery dari Zettagrid Indonesia, yaitu VCCR (Veeam Cloud Connect Replication) dan SecondSite DRaaS.

Objek Pemulihan Bencana dan Metode Perlindungannya

Sebelumnya, objek pemulihan bencana adalah sumber data atau sistem yang diproteksi oleh solusi Disaster Recovery. VCCR dan SecondSite memiliki objek yang sama, yaitu berupa virtual machine (VM) yang berjalan di atas sistem virtualisasi VMware. Namun, metode perlindungan yang digunakan oleh satu layanan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sehingga membentuk karakteristik khusus dari layanan tersebut.

  • VCCR
    VCCR memanfaatkan fitur snapshot yang tersedia pada platform virtualisasi dari VMware. Dengan demikian VCCR dapat menghemat infrastruktur yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan proses replikasi VM. Untuk lingkungan virtualisasi yang kecil, 1 VM sudah cukup untuk menjalankan semua fungsi replikasi.
  • SecondSite
    SecondSite menggunakan metode Data Journaling untuk mereplikasi data dari sumber ke tujuan. Dengan metode ini, replikasi data dapat berlangsung hampir secara instan pada saat data tersebut tertulis. Sebagai konsekuensinya dibutuhkan minimal 1 VM untuk setiap host Sebagai contoh untuk melindungi VM dalam sebuah cluster dengan 3 hosts, dibutuhkan minimal 4 VM, 1 VM untuk setiap host ditambah 1 VM sebagai manager/controller.

RPO (Recovery Point Objective)

Selain itu, ada pula RPO yang merujuk pada seberapa penting data yang akan diproteksi oleh layanan Disaster Recovery. Untuk memudahkan monitoring, biasanya RPO akan memastikan tingkat kepentingan data bisnis dengan merepresentasikannya dalam waktu. Jadi, waktu akan menunjukkan seberapa banyak data yang berpotensi hilang pada saat bencana terjadi. Bila RPO yang dimiliki suatu layanan semakin besar, maka data yang berpotensi hilang pada saat bencana juga semakin besar. Padahal, data yang sangat penting tentu membutuhkan RPO sekecil mungkin, demikian juga sebaliknya.

  • VCCR
    RPO optimum yang direkomendasikan untuk dapat dicapai oleh VCCR adalah 1 jam (60 menit).
  • SecondSite
    SecondSite dapat mencapai RPO dengan hitungan detik. Dalam kondisi optimal RPO antara 3-15 detik dapat dicapai

RTO (Recovery Time Objective)

RTO merujuk pada seberapa penting sistem ketersediaan data yang akan diproteksi oleh layanan Disaster Recovery. Sama seperti RPO, untuk memudahkan monitoring, maka RTO juga direpresentasikan dalam waktu. Dalam RTO, waktu menunjukkan seberapa lama gangguan pada sistem dapat ditolerir. Semakin besar RTO, maka semakin besar toleransi pengguna terhadap sistem tersebut, demikian juga sebaliknya.

Untuk VCCR dan SecondSite, waktu RTO minimum yang bisa dicapai relatif sama, kurang lebih dalam hitungan menit. Karena hasil replikasi sudah siap untuk dinyalakan sebagai VM, maka RTO disini adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyalakan VM tersebut.

Aksesibilitas

Saat Disaster Recovery Plan diaktifkan, proses failover akan dilakukan. Artinya, VM yang dilindungi oleh layanan tersebut akan dioperasikan di Disaster Recovery Center (DRC). VM yang berada dalam kondisi failover akan menyala di lingkungan yang berbeda, sehingga aksesnya pun akan berbeda.

  • VCCR
    Pada saat VM yang dilindungi oleh VCCR dalam kondisi failover, VM tersebut hanya dapat diakses melalui jaringan (misalnya Remote Desktop Connection, ssh, dll). Sehingga perlu dipastikan bahwa konfigurasi jaringan VM tersebut telah sesuai dan diuji coba dengan sempurna.
  • SecondSite
    Pada SecondSite, akses ke VM yang sedang dalam kondisi failover dapat dilakukan melalui jaringan dan VM console. Sehingga apabila terjadi hal-hal di luar dugaan, VM tersebut masih dapat diakses dan dilakukan troubleshoot lebih dalam.

Kesimpulan

Perbandingan tersebut dapat dilihat dalam table berikut:

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

Demikian perbandingan antara layanan Veeam Cloud Connect Replication dan SecondSite DRaaS yang disediakan oleh Zettagrid Indonesia. Bila Anda memiliki pertanyaan terkait solusi Disaster Recovery, Anda dapat menghubungi kami ke atau klik di sini.

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

Mengapa Bisnis Anda Membutuhkan DIsaster Recovery

Bisnis digital di Indonesia semakin terasa perkembangannya. Salah satu buktinya adalah posisi Indonesia sebagai negara 10 besar dengan pertumbuhan nilai perdagangan e-commerce. Hal ini diungkapkan langsung oleh Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Septriana Tangkary. Beliau mengatakan jika Indonesia berada di peringkat nomor 1 dunia dengan angka pertumbuhan nilai dagang 78%.

Dengan pertumbuhan yang positif ini, tentunya dibutuhkan solusi-solusi IT yang mumpuni untuk mendukung sistem IT bisnis yang reliable. Salah satunya adalah dengan penggunaan solusi Disaster Recovery. Dengan menggunakan Disaster Recovery, bisnis anda dapat terhindar dari kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti bencana alam dan kebakaran, selain itu anda juga dapat menghindari downtime yang berkepanjangan. Mau tau lebih lanjut mengapa bisnis anda membutuhkan solusi ini? Yuk simak bahasan berikut ini:

  • Menghindari dari bencana yang tak terduga

Pernahkan anda mendengar berita mengenai gedung data center yang terbakar beberapa waktu lalu? Bayangkan jika hal itu terjadi pada bisnis anda dan pada saat itu anda sedang melakukan sistem development ataupun kegiatan penting lainnya. Jika anda belum memiliki solusi Disaster Recovery, anda tidak dapat terhindar dari server yang mati beberapa hari. Apalagi jika penyebabnya adalah kebakaran yang pastinya akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan bisnis anda kembali normal. Dengan Disaster Recovery, hal ini dapat di minimalisir, karena server anda akan tetap berjalan di cloud (off-site).

  • Mencegah terjadinya kehilangan data serta meminimalisir terjadinya downtime

Human error atau kesalahan manusia juga termasuk alasan mengapa anda membutuhkan Disaster Recovery. Misalnya anda sedang membangun suatu sistem di website atau aplikasi anda lalu tiba-tiba tim anda melakukan kesalahan sehingga data yang sudah tersimpan menjadi terhapus. Tidak hanya hilang, ternyata hal ini juga menyebabkan sistem pada server anda down sehingga pelanggan anda tidak dapat mengakses aplikasi anda. Dengan solusi Disaster Recovery, data anda tentunya masih dapat terselamatkan dan sistem masih dapat berjalan karena anda mempunyai salinannya di cloud.

  • Menghindari anda dari kehilangan pelanggan

Pernahkah anda mengalami downtime disaat anda mengadakan diskon besar-besaran di bisnis anda? Bayangkan jika pada saat itu anda sedang mengadakan launching produk disaat hari belanja online nasional dan website maupun aplikasi anda mengalami downtime karena banyaknya traffic yang masuk ke server anda. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pelanggan anda terhadap bisnis anda. Belum lagi biaya yang sudah anda keluarkan untuk promosi campaign tersebut menjadi terbuang sia-sia karena sistem anda yang tidak dapat diakses. Namun anda tidak perlu khawatir, hal ini dapat dihindari dengan menggunakan Disaster Recovery.

Zettagrid sebagai penyedia layanan cloud di Indonesia memiliki berbagai solusi Disaster Recovery (DR) yang anda dapat gunakan pada bisnis anda. Anda tidak perlu ragu jika bisnis anda mengharuskan anda untuk menaruh data di Indonesia, karena Zettagrid sendiri memiliki 2 lokasi data center di Indonesia dengan SLA 99.9% yang dapat menjamin anda dari terjadinya downtime. Selain itu tim support kami juga siap membantu anda 24/7 melalui website, email, telpon dan bahkan whatsapp kapanpun dan dimanapun anda berada. Belum lagi saat ini kami sedang mengadakan penawaran spesial diskon sebesar 25% untuk layanan SecondSite DR. Jika anda tertarik anda dapat menghubungi kami disini atau email kebutuhan anda di .

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

Choosing The Best Disaster Recovery Solution For Your Business

The growth of technology has brought positive impact while also give several risks for digital business. To keep business continuity, enterprise should have plan, one of them is implementing Disaster Recovery for their cloud infrastructure. From all DR solutions that offer their capabilities, which one is suitable to your business needs?

Find the answer on “Zettagrid e-Techday: Choosing The Best Disaster Recovery Solution For Your Business” and meet our cloud expert Aditya Irawan as Senior Cloud Consultant Zettagrid Indonesia.

Event Details

Day: Thursday, 25 November 2021
Time: 02.00 – 04.00 PM
Link to register: bit.ly/etechdaydrzg
Live from Zoom Meeting

Join us and get FREE e-Certificate, special promo, and get a chance to win shopping vouchers.

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

How to implement Disaster Recovery Plan for SAP?

 In developing a business, disaster is not a matter of if anymore, but when. Therefore, before disaster strikes the organization, enterprise needs to mitigate the plan to prevent the risks of disaster. Implementing Disaster Recovery can be the solution to solve this problem. With its capability to recover business-critical systems and data, the organization can save its business continuity. That’s why some organizations see Disaster Recovery as a critical solution to their survival, including for SAP.

Disaster Recovery for SAP has always been a discussion since SAP is one of the most mission-critical applications for organization. IDC analyzed the cost to the company, should a critical application fail. They calculated the cost to be between $500.000 to $1 million per hour of downtime. But, no worries, as organizations are ready to effectively combat downtime in SAP with the recovery solution, the business can save cost and minimize the loss.

This article will be discussing how to implement a Disaster Recovery plan for SAP. Read them below here:

1. Planning The Basic Infrastructure 

The first thing to ensure an effective recovery plan for a SAP-based business is to maintain an ecosystem that has uninterrupted power supply. Plan for redundancies from multiple providers and power generators. With an adequate supply of diesel, enterprise can keep the business running for at least 48 hours.

However, redundancies also need to be planned for internet connectivity. A single connection is fraught with risks and at least two separate companies providing connectivity will mitigate the risk of connection downtimes. This also needs to be set up to automatically switch using adequate network hardware.

The next step is business needs to ensure that all the hardware has built-in redundancy. The last thing business would want to experience is to be left with data backups and nowhere to install them. This is very crucial to get you back on your feet without delay, in the event of a disaster. Regular audits to ensure that these systems are functioning as expected is the first and most important aspect of any recovery Plan.

2. Search for the RPO and RTO

RPO and RTO are the two key parameters that form the crux of Disaster Recovery planning for SAP. RTO stands for Recovery Time Objective and RPO stands for Recovery Point Objective. Practical, pre-defined, and pre-approved RPO and RTO are essential to chart your recovery plan.

With these two aspects, business would know how long it would take before they can switch to the SAP recovery site.

3. Disaster Recovery Plans and the Technologies used

Disaster Recovery plan for SAP begins by planning backups of the database that stores all the information managed by the SAP applications. the technologies used for this purpose can be traditional or advanced, such as Network Attached Storage (NAS), VMware SRM for SAP DR, cloud DR, HANA-specific Disaster Recovery, or Disaster Recovery as a Service (DRaaS).

4. Geographical Location of Disaster Recovery site or center

After choosing the method of recovery to be implemented for SAP, the next most important aspect is to choose the ideal center that provides a safe house for your data. The Disaster Recovery center should be in a different seismic zone. A rule of thumb is to have at least 60 km between two data centers. This helps mitigate the risk of seismic activity at these centers.

Those are ways to implement a Disaster Recovery plan for SAP. If you have any questions related to our Disaster Recovery solutions, you can contact us here or through .

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?
Bagaimana Cara Membangun Disaster Recovery Plan?

Saat kata “bencana” terdengar, pikiran kita mungkin langsung membayangkan tentang gempa, tsunami, gunung berapi, atau bahkan tornado. Tapi jika sudah menyangkut tentang infrastruktur IT bisnis seperti data center, kata “bencana” sebenarnya bisa mencakup lebih luas lagi, seperti: human error dan cyber crime.

Bencana alam dan buatan memang merupakan aspek yang perlu untuk dimitigasi oleh bisnis, mengingat pengaruh yang ditimbulkan bisa berdampak besar. Entah bencana tersebut menyebabkan rusaknya sistem infrastruktur IT atau hilangnya data bisnis, keduanya memiliki risiko tidak hanya bagi operasional, tetapi juga bagi kelangsungan bisnis.

Untuk itu, mitigasi seperti Disaster Recovery Plan sangat dibutuhkan oleh bisnis demi meminimalisir besarnya risiko yang terjadi. Tapi, bagaimana cara yang tepat bagi bisnis untuk membangun Disaster Recovery Plan?

Di artikel ini, Anda akan diberi tahu cara membangun Disaster Recovery Plan. Simak selengkapnya di bawah ini:

Identifikasi tim dan penyedia layanan terkait

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

(Sumber: Gorodenkoff from Getty Images Pro)

Seperti yang dibahas, Disaster Recovery memang menjadi tanggung jawab tim IT suatu bisnis. Namun pada banyak kasus, infrastruktur satu ini banyak disediakan oleh penyedia layanan cloud mengingat layanannya yang lebih efisien, aman, dan High Availability.

Untuk itu, bisnis perlu mengidentifikasi tim yang mampu bertanggungjawab dalam menjalankan infrastruktur satu ini. Sehingga ketika bencana terjadi, bisnis bisa sigap dalam menjangkau tim IT yang mengoperasikan Disaster Recovery Plan dan operasional bisnis serta penyedia layanan Disaster Recovery as a Service.

Identifikasi sistem dan aplikasi yang penting 

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

(Sumber: baramee2554 from Getty Images)

Sistem dan aplikasi memang menjadi bagian terpenting dalam menjalankan bisnis. Tanpa kedua aspek ini, operasional dan layanan bisnis mungkin tidak akan berjalan dengan maksimal, begitu pula ketika bisnis Anda mengalami bencana. Oleh sebab itu, Disaster Recovery Plan sangat dibutuhkan untuk meminimalisir risiko failure dari sistem dan data.

Namun sebelum membangun hal tersebut, pengusaha perlu mengidentifikasi kedua aspek tadi untuk dimasukkan ke dalam Disaster Recovery Plan. Bisnis bisa mulai dengan memisahkan keduanya ke beberapa komponen seperti kemungkinan mengalami failure dan dampak bisnis dari kejadian tersebut. 

Pastikan RTO dan RPO bisnis Anda realistis dan mampu dicapai

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

(Sumber: scyther5 from Getty Images)

Jika Anda pernah membaca artikel sebelumnya, Anda pasti tahu betul apa arti RTO dan RPO. Namun jika Anda masih asing dengan dua istilah ini, berikut kesimpulannya: Recovery Time Objective (RTO) adalah seberapa lama Disaster Recovery akan memulihkan sistem, sementara Recovery Point Objective (RPO) mendeskripsikan lamanya data yang akan dipulihkan.

Dalam membangun Disaster Recovery Plan, kedua aspek ini berperan penting dalam menjalankan kembali operasional bisnis. Maka dari itu, pengusaha perlu memastikan RTO dan RPO yang akan dicapai dari solusi Disaster Recovery agar rencana pemulihan bencana bisa berjalan sukses.

Rancang redundancy dan failover

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

(Sumber: AnandaBGD from Getty Images Signature)

Saat bisnis membangun Disaster Recovery Plan untuk sebuah aplikasi, pastikan dengan seksama sistem yang terhubung dengan aplikasi tersebut. Pastikan aplikasi apa saja yang terhubung? Dan bagaimana aplikasi bisnis Anda dapat beroperasi dengan sistem lainnya? 

Jika memang memungkinkan, buatlah arsitektur yang fleksibel dalam menghadapi downtime atau pemadaman listrik. Sebagai contoh, Anda bisa menjalankan sistem produksi dari dua data center yang berbeda. Jadi ketika bencana terjadi, satu sistem IT bisnis dapat “beralih” ke data center yang tidak terserang bencana. Jangan terlewatkan pula, saat merancang fail-over ke infrastruktur IT bisnis, carilah single point of failure. Sehingga ketika terjadi failure, bisnis bisa menemukan cara untuk mengatasinya.

Tentukan penyedia layanan untuk Disaster Recovery Plan

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

(Sumber: cnythzl from Getty Images Signature)

Di masa kini, melakukan outsourcing aplikasi dan memanfaatkan jasa penyedia layanan cloud bukanlah sesuatu yang baru. Dengan menyederhanakan sistem IT bisnis, penyedia layanan cloud mampu memberikan pengalaman IT yang lebih fleksibel dan efisien bagi bisnis. Sehingga tak mengherankan, jika sampai saat ini banyak bisnis beralih menggunakan layanan cloud berupa Virtual Data Center (VDC) untuk mengolah sistem dan datanya.

Tapi, jangan sampai terbuai dengan rasa aman saat melakukan outsourcing aplikasi dan layanan. Hanya karena Anda menggunakan layanan cloud untuk mengolah sistem dan data secara aman, bukan berarti sistem infrastruktur ini akan terlepas dari risiko bencana. Bencana alam atau bahkan downtime mungkin juga bisa dialami oleh penyedia layanan cloud, sehingga solusi Disaster Recovery as a Service pun sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan Disaster Recovery Plan.   

Zettagrid Indonesia menyediakan layanan Disaster Recovery as a Service untuk mendukung keberlangsungan bisnis Anda. Dengan dua lokasi data center yang bertempat di Jakarta dan Cibitung serta telah bersertifikasi Tier IV, data Anda akan aman terjaga pada infrastruktur cloud Zettagrid. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi kami di sini atau melalui .

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?
The Importance of Low RTO and RPO in Disaster Recovery as a Service (DRaaS)

If you have read our article about RTO and RPO, you might have known by now why it is important to have a minimum RTO and/or RPO. But if you don’t, here’s a recap on RTO and RPO:

RTO is defined as the time duration and service level within which a business process must be restored after a disruptive event to avoid a catastrophic failure of the business. Meanwhile, RPO is defined as the time interval that might pass during a disruption before the quantity of data lost exceeds the maximum allowable tolerance or threshold.

With that in mind, you can see that RTO and RPO will vary between business organizations. Each business has their own requirement that will dictate their RTO/RPO numbers. But here we would like to discuss why it is important to achieve low RTO/RPO. Not only that, In an online workshop “Zettagrid eCloudTalk vol. 05: Exclusive Disaster Recovery Q&A on Zettagrid”, Wayne Heath as a Pre-Sales Architect of Zettagrid Australia explained that low RPO and RTO is very much achievable and affordable for business anywhere with DRaaS offering from Zettagrid.

So let us begin with the importance of low RTO/RPO for business:

  1. Minimal to almost 0 data loss 

As you might’ve expected, low RPO means fewer data loss. So if your business relies heavily on data, you will want to go for the lowest RPO possible. That being said, sometimes it is not always feasible to aim for zero data loss, budget limiting. But with the advent of DRaaS (Disaster Recovery as a Service), that is now possible. So when shopping for a DRaaS solution, try to find a service that has the lowest RPO possible.

So with data loss being taken care of with low RPO, now you must aim to restore your system as soon as possible. Every minute that goes by while your business is down waiting for the IT system to recover is a loss in revenue. That means low RTO equals less revenue loss. Getting a system, software, hardware, and restoring all those components will take days. Back in the old days, the only thing to achieve low RTO is to have a backup data center running somewhere, getting ready to take over when the primary data center is down. The cost of that can be exorbitant. However, by using a DRaaS solution with low RTO, the recovery will take significantly less time than it spends on the recovery data center with the fraction cost of having a backup data center. Therefore, enterprises can get a lower cost and minimize financial loss from downtime.

  1. Minimize interruption of critical processes and safeguard business operations

Each company definitely has critical processes that are always active and vital for business continuity. Although the disaster occurs, businesses still have to maintain the process. Therefore, DRaaS with low RTO is needed to preserve the process and minimize the interruptions when disaster happens. Hence, business operations can still run even in emergency time.

  1. Preserve business reputation

Customer trust is the number one aspect in running a business. Even with the disaster strikes, that trust has to be maintained at all costs. That’s why aiming for low RTO is important. Low RTO means there is minimum or no perceivable disruption of business operation to your customer. So trust can be maintained and the business can avoid a bad reputation.

If you want to find out more about this session you can watch the online talk show again on our Youtube account here. And if you are interested in our Disaster Recovery as a Service solution to support your business continuity, you can contact us at or click here. SecondSite Service by Zettagrid can help your business achieve the lowest RTO and RPO in the industry without breaking the bank.

Bagaimana virtualisasi dapat membantu proses disaster recovery dalam data center?

5 Langkah Implementasi Disaster Recovery Saat Terjadi Bencana

Pesatnya perkembangan digitalisasi, memberi harapan bagi para pengusaha untuk menemukan berbagai solusi yang memudahkan pekerjaannya. Mulai dari internet hingga layanan cloud computing, kini tersedia untuk masyarakat demi meningkatkan  produktivitas. Namun menggunakan teknologi cloud computing saja ternyata belum cukup, karena bayang-bayang bencana yang bisa terjadi kapan saja. Baik bencana  alam maupun human error bisa saja menyerang keamanan data  penting perusahaan yang tersimpan pada perangkat dengan sistem keamanan yang lemah. Untuk itu, diperlukan adanya Disaster Recovery Plan demi menghindari hal tersebut.

Menurut proxsisgroup.com, Jika dikaitkan dengan bisnis berbasis informasi teknologi (IT), Disaster Recovery Plan merupakan program tertulis dan telah disetujui, diimplementasikan, serta dievaluasi secara periodik. Sistem ini difokuskan untuk semua kegiatan yang perlu dilakukan baik sebelum hingga setelah bencana. Untuk itu, Disaster Recovery Plan disusun berdasarkan kajian secara menyeluruh terhadap bencana-bencana potensial yang mencakup fasilitas, lokasi geografis, atau industri.

Lalu, seberapa penting Disaster Recovery bagi perusahaan?

Beberapa waktu lalu, sebuah kebakaran terjadi di Kejaksaan Agung Jakarta. Dilansir dari Tempo, kebakaran yang terjadi telah melahap 6 lantai sekaligus termasuk gedung sumber daya manusia (SDM). Kejadian ini tentu tidak hanya menghanguskan gedung tersebut, bahkan dokumen kepegawaian yang masih bersifat konvensional pun hancur terbakar oleh api dan akan sulit ditemukan kembali. Untuk itu, sistem Disaster Recovery sangat penting demi menyelamatkan dan menjadi tindakan preventif untuk melindungi data-data yang hilang akibat terjadinya bencana. 

Mengingat risiko bencana tersebut dapat tiba-tiba saja menyerang organisasi/perusahaan lain, Zettagrid sebagai salah satu layanan cloud computing di Indonesia menawarkan Disaster Recovery as a Service (DRaaS). Melalui kecanggihan yang ditawarkan, DRaaS ini memberikan manfaat utama lain bagi perusahaan. Diantaranya, mampu melindungi perusahaan dari kegagalan layanan komputer utama, meminimalisir risiko organisasi terhadap penundaan dalam penyediaan layanan, menjamin keandalan dari sistem yang menyediakan simulasi, hingga meminimalisir proses pengambilan keputusan oleh personal selama bencana terjadi.

Namun sebelum itu, beberapa langkah dalam mengimplementasikan DRaaS pun harus dilakukan. Berikut beberapa langkah implementasi disaster recovery dengan menggunakan Zerto Virtual Manager yang dapat dilakukan ketika sistem IT perusahaan mengalami bencana:

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengaktifkan koneksi WAN dengan menggunakan VPN Tunnel atau Leased Line. Jika sudah aktif, Anda sudah bisa membuat Zerto Virtual Manager (ZVM) dengan kapasitas 2 vCPU, 4GB RAM dan minimal storage sebesar 60GB. 

Selanjutnya, Anda dapat menginstall ZVM pada salah satu Virtual Machine (VM) di on-premise. Setelah terpasang, kembangkan proses pemasangan Zerto Virtual Replication (ZVR) dengan Zerto Cloud Connect jika Anda perlu menyimpan kapasitas data dalam jumlah kecil.  Namun sebaliknya, jika Anda memiliki kapasitas data dalam jumlah besar, maka tim IT akan membantu mengekstraksi data dari on-premise perusahaan ke data center Zettagrid. 

Untuk memproteksi data, Anda perlu melakukan sinkronisasi dan replikasi Zerto Data secara berkala. Dengan demikian, masing-masing virtual machine (VM) akan direplikasi dan dikirimkan ke infrastruktur cloud Zettagrid. 

Setelah semua proses di atas telah terpasang, Anda bisa mulai mengaktifkan scenario failover apabila terjadi bencana. Pada proses ini, beberapa bagian failover atau semua VM yang telah direplikasi di cloud akan dikirimkan ke on-premise untuk penggunaan resource sehari-hari.

Terakhir, Anda hanya perlu memonitor seluruh proses SecondSite Disaster Recovery pada Dashboard Zerto Virtual Manager. Perlu diketahui bahwa tahap ini bersifat opsional, sehingga Anda hanya perlu melakukannya secara mingguan maupun bulanan.  

Jika anda ingin mengetahui lebih lanjut mengenai penggunaan dan pengaplikasian Disaster Recovery pada sistem IT bisnis anda, anda dapat menghubungi kami di sini, atau e-mail ke .