Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?

Indonesia memiliki beraneka ragam jenis fauna. Namun, banyak fauna yang jumlahnya semakin berkurang, seperti kura-kura, orang utan, badak, gajah, sampai burung cenderawasih. Untuk melestarikan habitatnya, maka hewan tersebut perlu melakukan reproduksi. Salah satu cara reproduksi pada hewan ini bisa dilakukan dengan fragmentasi.

Pada umumnya hewan dapat melakukan reproduksi aseksual seperti pada tumbuhan, yaitu dengan menggunakan bagian tubuhnya dan tidak melibatkan peleburan sel kelamin jantan dan betina. Untuk reproduksi secara aseksual ini ada beberapa cara yang bisa ditempuh, yaitu pembelahan biner, pertunasan, fragmentasi, dan partenogenesis.

Nah, dalam materi kali ini kita akan membahas tentang reproduksi dengan cara fragmentasi. Dilansir dari Wikipedia, fragmentasi atau fragmentasi klonal pada organisme multi seluler atau kolonial adalah reproduksi aseksual atau kloning, dimana organisme memecah diri menjadi fragmen-fragmen.

Reproduksi dengan cara fragmentasi terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu pematahan atau pemotongan tubuh induk menjadi dua bagian atau lebih. Tahap kedua yaitu tahap regenerasi dimana terbentuknya bagian tubuh lain yang tidak ada pada bagian dari setiap potongan tubuh induk tersebut. Pada akhirnya terbentuklah individu baru yang mempunyai bagian tubuh lengkap dari setiap potongan tubuh tersebut.

Baca juga: Apa yang Dimaksud Partenogenesis pada Reproduksi Hewan?

Kendati demikian, fragmentasi ini dapat terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja. Ataupun dapat terjadi akibat ulah manusia maupun kerusakan alami oleh lingkungan atau pemangsa.

Organisme semacam ini dapat mengembangkan organ atau bagian tertentu yang dapat dengan mudah dilepaskan atau diputus. Jika pemecahan terjadi tanpa persiapan awal organisme, maka kedua fragmen harus mampu meregenerazi organisme lengkap agar dapat berfungsi sebagai reproduksi.

Adapun contoh hewan yang bereproduksi dengan cara fragmentasi antara lain planaria, hewan karang, cacing pipih, beberapa cacing annelida, dan bintang laut. Disamping itu, banyak jenis koloni koral dapat berkembang biak melalui fragmentasi yang terjadi secara alami atau buatan.

Dimana, bagi yang hobi akuarium batu karang, dapat memecah koral dengan berbagai tujuan termasuk untuj perdagangan atau pertukaran dengan penggemar lain, eksperimen pembiakan, dan meminimalisir kerusakan terhadap batu karang.

Sayangnya, reproduksi dengan cara fragmentasi juga mempunyai kelemahan. Pasalnya, ini adalah bentuk reproduksi aseksual, sehingga proses ini tidak menghasilkan keanekaragaman genetika pada keturunannya. Oleh karena itu, lebih rentan terhadap perubahan lingkungan.

Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah melakukan perkembangbiakan untuk mempertahankan keturunannya agar tidak punah. Bagi hewan tingkat tinggi terdapat beberapa cara dalam berkembang biak mulai dari bertelur (ovipar), melahirkan (vivipar), bahkan bertelur melahirkan (ovovivipar).

Namun jika diperhatikan lebih jauh, proses perkembangbiakan hewan terbagi menjadi 2 cara yakni secara generatif dan vegetatif. Perkembangbiakan secara generatif terjadi jika sel kelamin betina bertemu dengan sel kelamin jantan.

Sedangkan perkembangbiakan secara vegetatif atau aseksual hanya terjadi pada hewan tingkat rendah dengan struktur tubuh tidak sempurna, tidak memiliki tulang belakang serta bentuk anatomi tubuh yang sangat sederhana.

Untuk perkembangbiakan secara vegetatif terbagi menjadi tiga cara, salah satunya adalah dengan melakukan fragmentasi.

Fragmentasi yang dilakukan hewan dilakukan dengan cara memotong atau memutus bagian tubuhnya menjadi dua bagian. Kemudian potongan tubuh tersebut akan membentuk individu-individu baru.

Fragmentasi dapat terjadi disengaja ataupun tidak akibat ulah manusia ataupun kerusakan alam oleh pemangsa atau lingkungan.

Lalu apa saja contoh hewan yang berkembang biak dengan cara fragmentasi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari simak penjelasannya di bawah ini!

1. Cacing Planaria

Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?
Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?

Cacing pipih atau dapat juga disebut sebagai platyhelmintes. Cacing ini dapat memperbanyak dirinya menjadi individu baru dengan cara fragmentasi. Salah satu dari kelompok cacing pipih ini adalah cacing planaria yang masuk ke dalam kelas Turbellaria.

Cacing planaria dapat melakukan fragmentasi yakni memotong  bagian tubuhnya untuk kemudian mengalami regenerasi atau pergantian bagian tubuh yang hilang. Sehingga dalam waktu tertentu tubuh cacing dapat menjadi utuh kembali.

Perlu diketahui, jika seekor cacing planaria dapat dipotong menjadi 279 bagian yang nantinya akan berkembang menjadi cacing planaria baru. Hal ini disebabkan karena cacing planaria memiliki stem sel bernama neoblasts yang dapat mempercepat regenerasi tubuh cacing.

Cacing planaria banyak ditemukan di air tawar yang bersih. Bentuk tubuhnya memanjang, lunak, berbentuk daun serta mempunyai silia. Bagian kepala berbentuk sekop yang dilengkapi dua mata untuk melihat cahaya.

2. Spons

Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?
Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?

Spons atau bunga karang merupakan organisme multiseluler yang memiliki banyak pori di tubuhnya. Hampir sebagian besar spons banyak ditemukan di air laut hingga kedalaman 8000 meter.

Untuk perkembangbiakan, spons dapat melakukan dua cara yakni secara seksual dan aseksual. Salah satu cara aseksual atau vegetatif yakni dengan melakukan fragmentasi.

Terkadang tubuh spons yang berada di dalam air laut dapat patah akibat hantaman ombak laut. Akibatnya bagian spons yang patah akan terbawa ke tempat lain yang lokasinya dapat jauh dari tubuh induknya.

Uniknya jika patahan dari tubuh spons berada di lokasi yang tepat, maka patahan tersebut dapat tumbuh menjadi spons baru apabila mempunyai sel kolensit yang berfungsi menghasilkan mesohil dan amebosit.

Namun proses pertumbuhan spons sangatlah lama, bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun hanya untuk membentuk ukuran 1 meter persegi.

3. Bintang Laut

Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?
Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?

Bintang laut atau asteroidea yang masuk ke dalam kelompok Echinodermata, dapat berkembang biak tidak hanya secara seksual namun juga secara aseksual dengan cara fragmentasi. Hewan yang masuk ke dalam invertebrata ini banyak ditemukan di sekitar terumbu karang daerah iklim tropis dan hutan rumput laut samudera dalam.

Pada bintang laut bagian yang mengalami fragmentasi adalah lengan. Apabila salah satu lengannya terputus maka lengan tersebut dapat berkembang menjadi individu baru.

Sedangkan tubuh bintang laut yang kehilangan lengan akan mengalami regenerasi untuk menumbuhkan kembali lengannya yang terputus.

Apakah cacing planaria berkembang biak secara fragmentasi?
Planaria Dugesia subtentaculata, seekor dugesiidae. Klasifikasi ilmiah Kerajaan:

Animalia

Filum:

Platyhelminthes

Kelas:

Rhabditophora

Ordo:

Tricladida


Lang, 1884

Subordo
  • Maricola
  • Cavernicola
  • Continenticola

Planaria termasuk dalam Filum Platyhelminthes yang memiliki bentuk tubuh pipih dan simetri bilateral. Planaria berhabitat di daerah bertemperatur 18–24 °C dengan ketinggian antara 500–1500 m dpl. Tubuh planaria tersusun dari bagian cranial, trunchus dan caudal. Bagian cranial terdapat kepala dengan sepasang eye spot yang berfungsi sebagai fotoreseptor (Dasheiff & Dasheiff, 2002) dan sepasang auricle yang terletak dibagian lateral tubuh pada bagian cranial.

Planaria merupakan hewan triploblastik aselomata dengan tubuh planaria tersusun solid tanpa adanya coelom. Semua ruangan yang terletak di antara organ viseral tersusun oleh mesenkim, yang lebih dikenal dengan sebutan parenkim (Kenk, 1972; Hyman, 1951 dalam Reddien & Alvarado, 2004). Planaria banyak digunakan sebagai indikator kualitas perairan terutama perairan tawar. Perairan yang terdapat planaria hampir dapat dipastikan belum tercemar. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Zhang et al., (2010) yang menunjukkan bahwa Dugesia japonica dapat berperan sebagai spesies bioindikator untuk deteksi dan evaluasi efek logam kadmium pada perairan tawar. Selain sebagai bioindikator pencemaran, planaria juga banyak diteliti karena kemampuan regenerasi yang tinggi melalui pembentukan blastema (Baguna et al., 1989; Salo & Baguna, 1989; Newmark & Alvarado, 2001).

Reproduksi planaria terjadi melalui dua moda, yaitu reproduksi aseksual (transverse fission) dan reproduksi seksual dengan pembentukan gamet.

Pada reproduksi seksualnya, planaria dikenal sebagai hewan hermafrodit. Individu planaria yang bereproduksi secara seksual (sexual strain) mampu membentuk organ reproduksi yang berkembang pasca masa embrional, sedangkan individu yang bereproduksi secara aseksual (asexual strain) gagal membentuk organ reproduksi sehingga mutlak bereproduksi melalui pembelahan transversal (Chong et al., 2011a).

Planaria yang sudah dewasa mempunyai sistem reproduksi jantan dan betina, jadi bersifat monoecious (hermafrodit). Testis dan ovarium berkembang dari sel-sel formatif. Reproduksi seksual planaria dilakukan dengan cara dua planaria saling melekat pada sisi ventral-posterior tubuhnya dan terjadi kopulasi (cross fertilisasi), saling pertukaran produk seks antara dua planaria yang berbeda. Planaria melakukan reproduksi seksual setiap tahun di bulan Februari-Maret. Setelah masa reproduksi seksual, alat reproduksi mengalami degenerasi dan planaria kemudian mengalami masa reproduksi aseksual (Kastawi, dkk. 2001).

Fragmentasi merupakan proses reproduksi aseksual pada planaria, dengan membelah diri secara transversal, masing-masing belahan mengembangkan bagian-bagian yang hilang dan berkembang menjadi satu organisme utuh. Meskipun jumlah individu yang dihasilkan dengan reproduksi aseksual itu sangat besar, tetapi proses ini mempunyai batasan yang serius, yaitu bahwa tiap turunan identik dengan induknya (Barnes, dkk. 1999).

Planaria umum digunakan sebagai hewan uji, khususnya pada eksperimen regenerasi. Kemampuan regenerasinya sangat tinggi, terutama bagi anggota yang hidup di air tawar. Kemampuan regenerasi pada Planaria sudah lama menjadi sorotan yang menarik (lebih dari 230 tahun). Planaria mampu melakukan regenerasi walaupun bagian tubuhnya terpotong hingga 1/279 bagian (Morgan, 1901 dalam Newmark & Alvarado, 2001). Penyembuhan luka merupakan proses yang sangat cepat bagi Planaria. Penyembuhan luka membutuhkan waktu sekitar 30 menit setelah pelukaan dilakukan (Newmark & Alvarado, 2001; Reddien & Alvarado, 2004; Estéves & Saló, 2010). Regenerasi Planaria Reganerasi adalah kemampuan untuk memproduksi sel, jaringan atau bagian tubuh yang rusak, hilang atau mati. Planaria menunjukan daya regenerasi yang kuat, bila cacing tersebut mengalami luka baik secara alami maupun secara buatan, bagian tubuh manapun yang mengalami kerusakan akan diganti dengan yang baru. Individu cacing yang di potong-potong akan menghasilkan cacing-cacing kecil yang utuh, Setiap potongan dapat tumbuh kembali (regenerasi) menjadi individu-individu baru yang lengkap bagian-bagiannya seperti induknya (Sutikno,1994 ).

Sepotong potongan membujur dari bagian samping akan beregenerasi dengan normal, jika potongan itu tetap lurus. Jika potongan itu membengkok atau melengkung, maka kepala akan tumbuh pada bagian samping dalam. Jika kepala Planaria dibelah akan dapat terbentuk seekor Planaria yang berkepala dua, kemudian jika pembelahan ini dilanjutkan ke posterior sampai terjadi dua buah belahan, maka tiap belahan akan dapat tumbuh menjadi seekor cacing yang lengkap bagian-bagiannya seperti induknya. Tahapan Regenerasi Planaria dimulai dengan adanya neoblast yang akan tampak terhimpun pada permukaan luka bagian sebelah bawah epithelium sehingga terbentuknya suatu blastema yang kemudian struktur sel mengalami diferensiasi dalam pertumbuhan blastema dan dibawah kondisi yang optimal mengalami regenerasi berpoliferasi 12 membentuk bagian-bagian yang hilang. Tahapan regenerasinya sebagai berikut dediferensiasi blastema-rediferensiasi (Radiopoetra,1990).

Agar dapat disebut sebagai stem cell, terdapat karakteristik yang mesti dipenuhi yaitu belum berdiferensiasi, mampu memperbanyak diri, dan dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu jenis sel (multipoten/pluripotent). Sel tersebut tidak hanya berasal dari embrio maupun fetus, tetapi dapat berasal dari berbagai bagian tubuh. Stem cell diklasifikasikan berdasarkan asalnya, jenis organ/jaringan asal, penanda permukaan, dan hasil akhir diferensiasi.

Manusia sudah sejak lama tertarik dengan kemampuan regenerasi sel tubuh dari makhluk hidup seperti cacing pipih Planaria sp maupun Hydra. Kedua invertebrata tersebut memiliki kemampuan regenerasi yang sangat cepat dan akurat. Kemampuan itu tidak dimiliki sebagian besar vertebrata dengan kelas yang lebih tinggi. Berdasarkan hal tersebut, manusia mulai memikirkan pengembangan kemampuan regenerasi sebagai bagian erapi berbagai macam penyakit.1 Sejak tahun 1950-an, stem cell mulai menarik minat peneliti di seluruh dunia, yaitu sejak ditemukannya sel yang menyusun sumsum tulang yang dapat membentuk semua jenis sel darah pada manusia yang selanjutnya disebut stem cell hematopoietic. Stem cell itulah yang berperan sebagai awal mula pertumbuhan sel dalam menyusun tubuh manusia secara keseluruhan.2 Stem cell dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi sel punca yang berarti awal mula. Stem cell menjadi secercah harapan sebagai terapi mutakhir dari berbagai macam penyakit degeneratif yang merupakan penyebab kematian sekaligus menurunkan kualitas hidup manusia seperti diabetes melitus, aterosklerosis, stroke, dan infark miokard akut. Penyakit degeneratif mengakibatkan kerusakan di tingkat sel yang bersifat irreversible, sehingga terapi konvensional tidak dapat mengatasinya secara sempurna. Selama ini terapi hanya berperan dalam memperlambat maupun mencegah kerusakan jaringan/organ yang lebih luas.

Dengan demikian melalui aplikasi stem cell secara klinis, diharapkan dapat menjadi jawaban dalam mengatasi kerusakan sel yang irreversible.

  • Endah Sri Palupi, I.G.A. Ayu Ratna Puspita Sari, Atang, Eko Setio Wibowo. 2017. Kemampuan Regenerasi Planaria Dari Perairan Lereng Gunung Slamet, Baturraden, Banyumas Pada Berbagai Perbedaan Ukuran Tubuh. Semnas Biodiversitas. 6(3): 44 – 47
  • Umi Wardani. 2011. Pengaruh Derajat Keasaman Dan Bagian Potongan Tubuh Planaria (Euplanaria Sp.) Terhadap Kecepatan Regenerasi Sebagai Alternatif Praktikum [skripsi]. Jember (ID): Universitas Jember.
  • Susintowati. 2012. Regenerasi dan Respons Gerak Planaria. Jurnal Saintek. 9(2): 110–114
  • Hilman Zulkifli Amin. 2013. Terapi Stem cell untuk Infark Miokard Akut. Jurnal Kedokteran: Vol. 1, No. 2

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Planaria&oldid=18779299"