Bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk memajukan sektor pertanian di Indonesia?

Sektor pertanian (Ilustrasi). Foto: Ricardo/jpnn.com

jpnn.com, JAKARTA - Perusahaan startup CROWDE terus berupaya untuk membantu memajukan sektor pertanian Indonesia.

Mirza Adhyatma, VP of Product CROWDE membeberkan beberapa upaya yang dilakukan perusahaan untuk memajukan sektor pertanian

BACA JUGA: Digelar Secara Hybrid dari Solo, International Mask Festival 2021 Usung Kebhinekaan

Pertama yakni merekrut 40 field agent yang telah dibekali dengan aplikasi AgScout untuk memudahkan progres monitoring dan pendampingan petani ketika berbudidaya.

Dengan teknologi ini, akan mempermudah mitra petani untuk memperoleh saran yang tepat tentang budidaya.

BACA JUGA: DPR Dukung Komitmen Kementan Kembangkan Teknologi Pertanian

Adapun upaya yang dilakukan ini didasari oleh fakta mengenai pertumbuhan sektor pertanian yang tidak sejalan dengan kondisi petani yang memiliki tingkat penetrasi rendah terhadap teknologi.

"Kondisi petani Indonesia hingga kini masih sangat tradisional. Kehadiran teknologi seharusnya bisa membuat sektor pertanian lebih maju dan modern agar proses budidaya berjalan lebih efektif dan hasil panen lebih maksimal. Untuk itu, CROWDE berupaya membantu penetrasi teknologi bagi para mitra petani dengan merekrut 40 field agent yang telah dibekali dengan aplikasi AgScout," ujar Mirza.

BACA JUGA: Dipaksa Segera Menikah oleh Kartika Putri, Luna Maya Beri Jawaban Menohok

Kedua, CROWDE menjadikan terciptanya ekonomi inklusif yang men-support permodalan bagi petani kecil dan unbanked dengan menyediakan regu farmer consultant yang akan menolong petani di mana saja mereka berada untuk mengajukan permodalan secara komputerisasi melalui aplikasi AgSales.

Selain itu, juga membekali petani dengan literasi keuangan.

"Terlebih bagi para petani kecil, mereka akan kian sulit mendapatkan pembiayaan formal sebab kebanyakan dari mereka tak mempunyai jaminan sertifikat tanah. Di samping itu, prosedur administrasi yang kompleks juga menyulitkan mereka untuk memperoleh modal. Keterbatasan jalan masuk permodalan inilah yang membuat usaha pertanian makin sulit berkembang," beber Mirza.

Ketiga, CROWDE bekerja sama dengan 9 off-taker institusional dan 118 off-taker retail lokal untuk menampung semua hasil panen mitra petani, sehingga mereka tidak perlu lagi bingung mengenai akses pemasaran hasil panennya.

Mitra petani hanya perlu berkonsentrasi menjalankan budidayanya dan berusaha supaya produktivitas hasil panen bisa terus meningkat.

Upaya yang dilakukan CROWDE ini adalah untuk mengatasi permasalahan pemasaran yang dihadapi petani Indonesia, seperti fluktuasi harga, fasilitas seperti gudang dan transportasi yang belum memadai, lokasi produsen dan konsumen yang tersebar dan masih banyak lagi.

Berbagai upaya yang dilakukan CROWDE telah memberikan dampak nyata bagi para petani Indonesia.

Tidak hanya sampai di situ, selain memberikan dampak nyata bagi para petani, upaya yang dilakukan CROWDE pun membawa CROWDE terpilih menjadi salah satu startup di Indonesia yang mengikuti program Google for Startup Accelerator.

Dalam program tersebut, CROWDE mendapatkan bimbingan dan dukungan teknis proyek pada 26 April – 10 Juni 2021.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dampak Relaksasi Program Pemerintah, Penjualan LRT CITY Jatibening Capai 60 Persen


Redaktur & Reporter : Yessy

Bandung, IDN Times - Kemunculan perusahaan startup di bidang pertanian dalam 5 tahun terakhir ini memainkan peran penting dalam pencapaian sektor pertanian di Indonesia. Salah satunya adalah Crowde. 

Perusahaan ini mencatat hasil risetnya bersama DSInnovate dalam laporan bertajuk “Driving the Growth of Agriculture Technology Ecosystem in Indonesia” menunjukan pada Q3 tahun 2020, sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 215%, namun hanya ada 4,5 juta petani dari total 33,4 juta petani di tahun 2020 yang menggunakan internet selama satu tahun belakangan.

Hal ini pun ditengarai oleh rendahnya tingkat pendidikan yang sebanyak 14 juta petani merupakan lulusan tingkat sekolah dasar. Padahal teknologi dipercaya dapat memudahkan proses pertanian dari hulu ke hilir yang akhirnya meningkatkan pendapatan petani.

Tujuan dikeluarkan laporan ini adalah untuk melihat sejauh mana agritech (agriculture-technology) dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia.

VP of Product Crowde Mirza Adhyatma menyebutkan, kondisi petani Indonesia hingga kini masih sangat tradisional. Menurutnya, kehadiran teknologi seharusnya bisa membuat sektor pertanian lebih maju dan modern agar proses budidaya berjalan lebih efektif dan hasil panen pun jadi lebih maksimal.

"Crowde pun berupaya membantu penetrasi teknologi bagi para mitra petani dengan merekrut 40 field agent yang telah dibekali dengan aplikasi AgScout," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Jumat(11/6/20210.

Mirza menyebutkan, memberikan bekal teknologi kepada para petani tradisional merupakan tantangan kedepan. Karena itu, Crowde merekrut 40 field agent yang telah dibekali dengan aplikasi AgScout untuk memudahkan progres monitoring dan pendampingan petani ketika berbudidaya.

Dengan teknologi ini, akan mempermudah mitra petani untuk memperoleh saran yang tepat tentang budidaya. Adapun upaya yang dilakukan ini didasari oleh fakta mengenai pertumbuhan sektor pertanian yang tidak sejalan dengan kondisi petani yang memiliki tingkat penetrasi rendah terhadap teknologi.

Dia menjelaskan, melalui pelayanan yang diberikan Crowde tentunya diharapkan dapat menciptakan ekonomi inklusif yang men-support permodalan bagi petani kecil dan unbanked dengan menyediakan regu farmer consultant yang akan menolong petani dimana saja mereka berada untuk mengajukan permodalan secara komputerisasi melalui aplikasi AgSales. Selain itu, juga membekali petani dengan literasi keuangan.

Adapun upaya ini dilakukan oleh Crowde karena melihat kenyataan bahwa adanya kendala di mana budidaya pertanian di Indonesia yang masih benar-benar bergantung pada alam dan biaya produksi yang tinggi.

Hal ini dapat terlihat saat petani menerapkan bahan input seperti pupuk, pestisida, benih yang murah, maka hasilnya pasti tidak akan maksimal. Namun, jika harus menggunakan bahan input yang berkualitas, biaya produksi yang tinggi membuat mereka mengalami kesulitan modal.

Terlebih bagi para petani kecil, mereka akan kian sulit mendapatkan pembiayaan formal sebab kebanyakan dari mereka tak mempunyai jaminan sertifikat tanah. Ditambah metode pembayaran dengan skema angsuran per bulan yang tak sesuai dengan budidaya pertanian yang baru akan mendapat hasil (panen) setelah beberapa bulan.

"Di samping itu, prosedur administrasi yang kompleks juga menyulitkan mereka untuk memperoleh modal. Keterbatasan jalan masuk permodalan inilah yang membuat usaha pertanian semakin sulit berkembang," ujar dia.

Baca Juga: Kisah Sukses Pemuda Garut Jadi Peternak Millennial

Baca Artikel Selengkapnya

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS
No. HM.4.6/175/SET.M.EKON.2.3/11/2020

Pemerintah Dorong Peningkatan Sektor Pangan dan Pertanian untuk Kesejahteraan Masyarakat Indonesia

Jakarta, 18 November 2020

Di tengah membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III 2020 menjadi -3,49% dari -5,32% di triwulan II makin meyakinkan bahwa perekonomian nasional sudah berada dalam jalur positif. Pada triwulan IV, proyeksi pertumbuhan antara -1,6% sampai 0,6%.

Sektor pertanian, kehutanan dan perikanan menjadi salah satu sektor (selain sektor informasi dan komunikasi) yang selalu tumbuh positif meskipun dalam kondisi pandemi saat ini. Pada triwulan II lalu, sektor itu tumbuh 2,19% (yoy), sementara di triwulan III tumbuh 2,15% (yoy).

Kontribusi nilai ekspor sektor pertanian mencapai US$0,4 miliar atau 3,0% dari total ekspor Indonesia. Ekspor sektor pertanian mengalami kenaikan signifikan di masa pandemi Covid-19; dapat dilihat pada September 2020 meningkat 16,2% (yoy) dan 20,8% (mtm).

Dalam pembukaan Jakarta Food Security Summit 5 secara daring, di Jakarta-Rabu (18/11), Presiden RI Joko Widodo menuturkan, nilai ekspor sektor pertanian yang cukup baik sejalan dengan perkembangan signifikan pada sektor pangan di seluruh dunia. Tak hanya untuk merespon krisis pangan akibat pandemi, tapi juga karena kebutuhan pangan sejalan dengan melonjaknya populasi penduduk di seluruh dunia.

Kebutuhan dan pasar pangan sangat besar dan akan terus tumbuh. Namun, perkembangan sektor pangan membutuhkan cara-cara inovatif berbasis teknologi modern, yang akan mampu meningkatkan efisiensi proses produksi dan kualitas bahan pangan yang harganya terjangkau, dan mampu memperbaiki daya dukung lingkungan, serta menyejahterakan para petani dan sektor pendukungnya.

“Juga harus meningkatkan peran sentral korporasi petani agar dapat mengedepankan nilai tambah on farm maupun off farm. Jadi, saya mendukung model bisnis kolaboratif-inklusif yang bisa mendongkrak sektor pangan sebagai kekuatan ekonomi baru yang membuka lapangan kerja dan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat Indonesia,” tuturnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan bahwa dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), telah digelontorkan stimulus ekonomi yang ditujukan untuk membantu dunia usaha, baik usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maupun korporasi. Termasuk stimulus yang bertujuan menjaga kinerja di sektor pertanian dan perikanan, yakni: (1) Program Padat Karya Pertanian; (2) Program Padat Karya Perikanan; (3) Banpres Produktif UMKM Sektor Pertanian; (4) Subsidi Bunga Mikro/Kredit Usaha Rakyat; dan (5) Dukungan Pembiayaan Koperasi dengan Skema Dana Bergulir.

Selain itu, terdapat tujuh program di sektor pertanian dan perikanan yang terus dijalankan pemerintah untuk penguatan ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani/nelayan.

Pertama, pembangunan food estate (baik di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara) berbasis korporasi dalam kerangka penguatan sistem pangan nasional. Kedua, pengembangan klaster bisnis padi menggunakan pendekatan pengelolaan lahan yang awalnya tersegmentasi menjadi satu area. Ketiga, pengembangan kawasan hortikultura berorientasi ekspor dengan model kemitraan Creating Shared Value (CSV) antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, swasta, dan petani.

Keempat, kemitraan inklusif Closed Loop pada komoditas hortikultura sebagai bentuk implementasi sinergi antara akademisi, bisnis, pemerintah dan komunitas (ABGC). Kelima, pengembangan 1.000 desa sapi program untuk peningkatan populasi dan produktivitas sapi. Keenam, pengembangan industri rumput laut nasional untuk mengoptimalkan produksi dalam negeri. Dan, ketujuh, pengembangan korporasi petani dan nelayan dengan arah menuju sistem agribisnis hulu-hilir yang mengedepankan pemberdayaan mereka.

“Pemerintah juga mengupayakan pemulihan ekonomi melalui simplifikasi ekspor dan sinkronisasi ekspor-impor dengan mengembangkan National Logistics Ecosystem (NLE). Ekosistem ini akan menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan sarana pengangkut di pelabuhan hingga barang tiba di gudang, khususnya untuk bahan baku utama industri pengolahan strategis. Saat ini platform NLE dalam tahap uji coba dan tahap piloting ditargetkan dilaksanakan pada 2021,” ungkapnya.

Selain itu, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai terobosan kebijakan yang diharapkan dapat menjadi instrumen utama dalam mengatasi penyediaan lapangan kerja, pemberdayaan UMKM, serta reformasi regulasi untuk mendorong transformasi ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional.

Penyederhanaan perizinan dan penerapan sistem perizinan berbasis risiko menjadi keunggulan UU Cipta Kerja untuk meningkatkan pertumbuhan investasi, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar Indonesia. Sektor pertanian dan perikanan juga mengalami perubahan beberapa regulasi dengan ditetapkannya UU Cipta Kerja.

Regulasi di sektor pertanian yang terintegrasi dengan UU Cipta Kerja, yaitu: 1) UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan; 2) UU No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; 3) UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan; 4) UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;  5) UU No. 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura; 6) UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 41 Tahun 2014.

Jadi, beberapa penyederhanaan di sektor pertanian yang telah diakomodir dalam UU Cipta Kerja dan dituangkan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), antara lain: (1) Kemudahan perizinan berusaha pada budidaya pertanian skala tertentu, dengan larangan usaha pada tanah ulayat oleh Pemerintah Pusat; (2) Penyederhanaan dalam pertimbangan penetapan batasan luas lahan untuk usaha perkebunan; (3) Penyederhanaan administrasi untuk Permohonan Hak Perlindungan Varietas Tanaman;

(4) Pengaturan pola kemitraan hortikultura untuk kemudahan berusaha; (5) Penetapan Kawasan Lahan Pengembalaan Umum dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat; (6) Simplifikasi izin ekspor-impor benih/bibit/tanaman/hewan untuk kemudahan berusaha; dan (7) Kemudahan akses Sistem Informasi Pertanian oleh masyarakat dan pelaku usaha.

Sedangkan, regulasi  sektor kelautan dan perikanan yang juga digabungkan dalam UU Cipta Kerja, yaitu: 1) UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009; 2) UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014; 3) UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan ; 4) UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.

Adapun beberapa kemudahan di sektor kelautan dan perikanan yang telah diakomodir dalam UU Cipta Kerja dan tertuang dalam RPP, yaitu: (1) Jenis perizinan untuk kapal penangkapan ikan yang semula 16 jenis disederhanakan menjadi hanya 3 jenis; (2) Proses perizinan sesuai ketentuan lama yang membutuhkan waktu sekitar 14 hari telah dimudahkan hingga dapat diselesaikan selama 30 menit saja; (3) Relaksasi penggunaan alat tangkap ikan pukat dan cantrang untuk wilayah perairan tertentu; (4) Penyederhanaan izin untuk tambak udang, dari semula 24 jenis perizinan menjadi 1 jenis saja; (5) Proses Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) dipersingkat waktunya, dari yang semula 7 hari menjadi 3 hari, dan dilakukan secara online;

(6) Pengalihan kewenangan pembinaan pelaku usaha pemasaran/perdagangan komoditas perikanan dari Kementerian Perdagangan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan; (7) Proses sertifikasi Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang semula 56 hari dipersingkat menjadi 10 hari, atau 5 hari apabila tidak harus mempersyaratkan SKP dan dilakukan secara online; (8) Pemberian kemudahan sertifikasi bagi pelaku usaha yang akan melakukan ekspor komoditas perikanan; (9) Pemberian relaksasi bagi para pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi sesuai kebutuhannya sehingga tidak ada kewajiban memiliki SKP dan HACCP secara simultan; serta (10) Penerbitan rekomendasi impor komoditas perikanan didelegasikan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Pada acara ini hadir secara daring, antara lain Assistant Director-General and FAO Regional Representative for Asia and the Pacific Kim Jong Jin, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Ketua Kadin Indonesia Rosan P. Roeslani, serta perwakilan dari kedutaan besar negara sahabat, pemerintah daerah, akademisi, dan anggota Kadin dari seluruh Indonesia. (rep/iqb)

***

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Informasi Publik, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Hermin Esti Setyowati

Website: www.ekon.go.id Twitter & Instagram: @perekonomianRI

Email: