Bagaimana sikap warga negara Indonesia terhadap pelanggaran HAM

Pernyataan Sikap PAHAM INDONESIA
Pelanggaran HAM dalam Penembakan Pekerja di Papua

Sabtu, 1 Desember 2018 adalah hari dimana peristiwa menyedihkan terjadi lagi di Papua. Penembakan terhadap 31 orang pekerja PT Istana Karya yang sedang melakukan proyek pembuatan jembatan di Kali Yigi dan Aurak, Kabupaten Nduga – Papua, dilakukan oleh sejumlah orang yang oleh Pemerintah dinyatakan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Penembakan ini membuka luka yang belum sembuh di Papua, karena warga sipil kembali menjadi korban. Selama enam bulan terakhir, sudah terjadi lebih dari 10 penembakan terjadi yang dimulai dari 22 Juni 2018 (1 orang terluka), 25 Juni 2018 (3 warga sipil meninggal dunia), 27 Juni 2018 (seorang camat dan 2 orang polisi tewas), 6 Agustus 2018 (5 prajurit TNI terluka dan 3 pucuk senjata api laras panjang dirampas KKB), 7 Agustus 2018 (tidak ada korban), 17 Agustus 2018 (pengemudi truk selamat) dan terakhir 1 Desember 2018 beberapa waktu yang lalu. Peristiwa ini tidak boleh dibiarkan saja karena sudah merampas nyawa warga negara Indonesia lainnya, menyebabkan adanya teror di Papua, dan terjadi berulang-ulang.

Pada Pembukaan UUD 1945 dinyatakan tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Maka, setiap pertumpahan darah yang terjadi tanpa legalitas dari negara dan tanpa ada sebab yang menjadikan hak hidup bisa dirampas, merupakan pelanggaran HAM yang berat bahkan dapat dikatakan sebagai tindakan teroris karena memenuhi syarat; 1. Motif politik; 2. Melakukan kekerasan; 3. Menciptakan teror dan ketakutan; 4. Korbannya adalah warga sipil.

Oleh karena itu, PAHAM Indonesia sebagai organisasi yang fokus dalam advokasi terhadap perlindungan HAM menyatakan sikap sebagai berikut:

  1. Menyatakan bahwa kriminalitas yang dilakukan oleh KKB adalah tindakan teroris yang dapat menyebabkan adanya ketakutan di tengah masyarakat bahkan mengancam keutuhan NKRI
  2. Mendesak Pemerintah untuk segera melakukan tindakan tegas terhadap KKB yang sudah menyebarkan teror di Papua
  3. Mendesak Pemerintah untuk menyatakan bahwa peristiwa tersebut adalah pelanggaran HAM
  4. Mendesak Pemerintah untuk menghukum pelaku KKB yang telah merampas hak hidup warga negara lain dan hak untuk mendapatkan rasa aman
  5. Mendesak Pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan warga negara dan menjadi mediator dalam menyelesaikan konflik bersenjata di Papua.

PAHAM Indonesia

Rilis: Salsabiila Tiara Aulia

Bagaimana sikap warga negara Indonesia terhadap pelanggaran HAM
Kampus Fakultas Hukum Unpad, Jatinangor. (Foto: Tedi Yusup)*

[unpad.ac.id, 27/11/2020] Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bersama sejumlah BEM FH di 12 perguruan tinggi di Indonesia melahirkan pernyataan sikap terkait penegakan HAM di Indonesia.

Sikap tersebut lahir berdasarkan sidang pleno yang digelar pada Konferensi Mahasiswa Hukum Nasional (KMHN) 2020 bertema “Aktualisasi HAM dari Masa ke Masa” yang digelar secara virtual 13 – 15 November lalu.

Dalam rilis yang diterima Kantor Komunikasi Publik Unpad dijelaskan, BEM FH berharap pernyataan sikap pada KMHN 2020 akan menjadi rekomendasi yang diterima para pemangku kebijakan, sehingga dapat membantu mengoptimalkan aktualisasi HAM dari masa ke masa.

[irp]

Sebanyak 12 poin pernyataan dikemukaan dan telah ditandatangani oleh seluruh perwakilan BEM tiap universitas. Delegasi universitas yang hadir antara lain Unpad, Universitas Trisakti, Universitas Pekalongan, Universitas Sriwijaya, Universitas Diponegoro, Universitas Brawijaya, Universitas Islam Indonesia, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Indonesia, Universitas Negeri Semarang, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Muhammadiyah Metro.

Adapun 12 pernyataan sikap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meratifikasi Statuta Roma dan International Criminal Court (ICC) dalam memperkuat hukum Hak Asasi Manusia (HAM) dan hukum internasional;

2. Merevisi Pasal 21 Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memperkuat kewenangan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dengan memberikan kewenangan penyidikan;

3. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merumuskan, menetapkan, mengesahkan, dan memberlakukan konsep Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) sebagai tata alternatif untuk penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu berbasis inisiatif lokal;

4. Pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) berat dilarang menduduki jabatan pemerintahan;

5. Tidak mencabut status kewarganegaraan Warga Negara Indonesia (WNI) Eks militan ISIS;

6. Warga Negara Indonesia (WNI) berhak untuk pulang ke Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berkewajiban untuk berperan aktif dalam memulangkan Warga Negara Indonesia (WNI) Eks militan ISIS ke Indonesia;

7. Mekanisme deradikalisasi bagi Warga Negara Indonesia (WNI) Eks militan Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) yang dipulangkan dapat mencakup upaya profiling, pelibatan stakeholder secara aktif, penanganan case by case apabila diperlukan pemisahan anak-anak dan orang dewasa, yang bertujuan untuk mewujudkan keadilan restoratif;

8. Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah untuk membahas kembali Rancangan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) dengan mempertimbangkan masukan-masukan bersama dengan akademisi, pemangku kebijakan, serta pihak terkait dalam waktu dekat;

9. Mengutamakan sanksi administrasi dan mekanisme ganti rugi di dalam penyelesaian sengketa pelanggaran perlindungan data pribadi yang akan ditindaklanjuti dengan sanksi pidana sebagai ultimum remedium yang berorientasi pada perlindungan dan pemulihan korban jika mekanisme awal tidak berhasil. Selain itu, mengatur pula mengenai tindak lanjut terhadap pelanggaran data pribadi yang dilakukan oleh pemerintah;

10. Dihadirkannya sanksi berjenjang dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP), yang menekankan tanggung jawab kepada pemegang data sesuai dengan kemampuan dan skala pemegang data masing-masing seperti Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) maupun korporasi;

11. Memperluas kewenangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang berwenang untuk, namun tidak terbatas pada, mengawasi penyelenggaraan perlindungan data pribadi oleh pemerintah, menerima pengaduan kasus pelanggaraan data pribadi, menangani kasus pelanggaran data pribadi serta memberikan sosialisasi terkait isu perlindungan data pribadi dan mengubah pertanggungjawaban menjadi langsung kepada publik dalam penyelenggaraan perlindungan data pribadi;

12. Memperjelas frasa-frasa terkait pengecualian kewenangan pemerintah dalam RUU PDP.

Dua belas sikap tersebut lahir dari hasil pembahasan yang dilakukan di hari pertama konferensi. Pada awal konferensi, peserta disambut dengan pemaparan melalui seminar daring. Setelah itu, peserta dibagi menjadi tiga komisi. Ketiga komisi tersebut akan membahas tiga subtema yang berbeda yang mencirikan pelanggaran HAM dalam lingkup waktu masa lalu, masa kini, dan masa depan.

Komisi 1 membahas mengenai aktualisasi HAM di masa lalu, khususnya terkait pelanggaran HAM pada masa Orde Baru. Pada pembahasan ini, hukum dinilai belum optimal untuk menangani berbagai kasus hilangnya para pembela HAM di orde tersebut.

Sementara komisi 2 membahas mengenai hak kewarganegaraan bagi WNI eks-ISIS. Diskursus mengemuka terkait pemulangan WNI eks-ISIS yang dikhawatirkan akan menyebarkan radikalisme.

Namun, di sisi lain, pemerintah tidak bisa begitu saja dilakukan pencabutan status kewarganegaraan bagi mereka. Ini disebabkan dalam Pasal 28 D ayat 4 disebutkan bahwa setiap orang berhak atas status kewarganegaraannya.

Seanjutnya, komisi 3 membahas terkait perlindungan hak atas privasi beserta data pribadi. Hal ini sangat terasa begitu dibutuhkan, semenjak marak terjadi kasus pencurian atas data pribadi serta penyelewengan atas hak privasi masyarakat.(art)*

Bagaimana sikap warga negara Indonesia terhadap pelanggaran HAM

MrG11 @MrG11

April 2019 1 438 Report

Bagaimana sikap warga negara Indonesia terhadap pelanggaran HAM

KOMPAS.com - Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak ini mutlak dan selalu melekat dalam pribadi tiap manusia. Tidak ada pihak yang berhak mengambil, merebut, bahkan menghapuskan hak asasi manusia yang dimiliki seseorang.

Permasalahan tentang penegakan HAM, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pihak terkait saja. Sudah seharusnya masyarakat ikut ambil bagian dalam hal penegakan HAM di lingkungannya.

Dikutip dari jurnal Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia dalam Konteks Implementasi Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (2019) karya Lilis Eka Lestari dan Ridwan Arifin, penegakan HAM merupakan cerminan dari sila kedua Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab.

Bisa dikatakan jika penegakan HAM dilakukan untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang adil dan beradab, sesuai nilai yang dikandung Pancasila. Dalam hal ini, peran pemerintah, Komnas HAM, masyarakat, dan pihak lainnya sangat dibutuhkan untuk mendukung penegakan HAM di Indonesia.

Baca juga: Komnas HAM: Fungsi dan Tujuannya

Menurut Heri Herdiawanto dan kawan-kawan dalam buku Kewarganegaraan & Masyarakat Madani (2019), ada beberapa bentuk dukungan yang dapat dilakukan warga masyarakat dalam upaya penegakan HAM. Dukungan masyarakat tersebut adalah:

  • Menolak dengan tegas segala bentuk pelanggaran HAM

Pada dasarnya, pelanggaran HAM sama saja dengan melanggar harkat dan martabat manusia. Masyarakat harus tegas menolak segala bentuk pelanggaran HAM, dengan cara menghormati hak orang lain, menghargai keputusan atau pendapat orang lain, tidak melakukan perbuatan yang dapat melanggar harkat serta martabat manusia, dan lain sebagainya.

  • Bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM

Selain menolak segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia, masyarakat juga harus bersikap kritis terhadap upaya penegakan HAM. Misalnya memberi bantuan kemanusiaan, mendukung langkah-langkah yang dilakukan pemerintah dan aparat dalam proses peradilan HAM, bersikap tegas kepada pelaku pelanggaran HAM, dan lain sebagainya.

Contoh bentuk dukungan masyarakat

Jika dirangkum, setidaknya ada empat contoh bentuk dukungan masyarakat yang bisa dilakukan dalam penegakan HAM, yaitu:

Sikap saling menghormati dan menghargai merupakan bentuk dukungan yang paling dasar. Karena dengan kedua sikap ini, manusia bisa hidup rukun, aman, tentram, dan damai. Khususnya ketika masyarakat saling memahami hak apa saja yang dimiliki sebagai hak asasi manusia.

Baca juga: Landasan Hukum HAM di Indonesia

  • Memberi kepercayaan kepada pemerintah dan lembaga penegakan HAM

Masyarakat juga bisa memberi dukungan berupa kepercayaan kepada pemerintah dan lembaga terkait, dalam upaya penegakan HAM. Masyarakat harus percaya jika pemerintah akan melakukan berbagai upaya dalam melindungi dan menegakkan HAM.

  • Melaporkan tiap pelanggaran HAM

Bentuk dukungan lainnya ialah masyarakat bisa melaporkan tiap pelanggaran HAM yang diketahui, pernah dilihat, atau bahkan dialaminya, ke pihak yang berwenang. Setelah melaporkan, masyarakat bisa tetap mengawasi jalannya proses peradilan HAM, agar pelaku dihukum seadil mungkin.

  • Menyebarluaskan informasi mengenai penegakan HAM

Masyarakat juga bisa turut membantu menyebarluaskan informasi ke publik, khususnya yang berkaitan dengan penegakan HAM dan apa saja yang bisa dilakukan untuk mencegah pelanggaran HAM terjadi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya