Saluran apa saja yang digunakan untuk berdakwah di Nusantara?

Umat Islam memadati Masjid Raya Baiturrahman untuk melaksanakan ibadah shalat Id. Foto: ANTARA FOTO/ Irwansyah Putra

Indonesia merupakan negara dengan jumlah pemeluk agama Islam terbesar, yakni 12,7% dari populasi total umat Muslim di seluruh dunia. Padahal, Islam diperkirakan baru masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7.

Jauh sebelumnya, peradaban Hindu-Budha telah mengakar kuat di Bumi Pertiwi. Islam diperkirakan dapat berkembang luas di Indonesia karena memanfaatkan dakwah yang bersifat adaptif terhadap karakteristik masyarakat lokal.

Penyebaran ini juga dilakukan secara periodik selama berabad-abad. Maka lambat laun ajaran Islam pun dapat diterima oleh penduduk lokal.

Menurut para sejarawan, terdapat setidaknya enam media untuk berdakwah. Sarana dakwah tersebut meliputi:

Mengutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara karya Tjandrasasmita, pembawa agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang. Ini terjadi sekitar abad 7-16 M.

Saat itu kepulauan Nusantara merupakan kawasan perdagangan internasional yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai bangsa, termasuk Arab, Persia, dan Gujarat. Hubungan perdagangan ini dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai media dakwah.

Suasana akad pada nikah massal di Bandung. Foto: Irfan Adi Saputra/ kumparan

Para pedagang muslim memiliki status sosial dan ekonomi yang relatif lebih baik daripada penduduk pribumi. Ini menyebabkan banyak penduduk yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para pedagang muslim.

Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Alhasil, komunitas Islam makin luas. Pada akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan Islam.

Mengutip dari jurnal Kajian Proses Islamisasi di Indonesia tulisan Latifa Dalimunthe, dakwah melaui perkawinan lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja karena mempercepat proses Islamisasi.

Dakwah Islam Melalui Pendidikan

Penyebaran Islam melalui pendidikan awalnya terjadi di lingkungan keluarga, kemudian berkembang di surau, masjid, pesantren, dan akhirnya masuk di rumah para bangsawan.

Pesantren memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam. Para ahli agama mendidik santri tentang Islam. Setelah selesai menuntut ilmu para santri diharapkan dapat pulang ke kampung halaman untuk melanjutkan dakwah. Dengan cara ini agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru Nusantara.

Ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakat, dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat.

Mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat lokal. Dengan cara ini agama Islam lebih mudah dimengerti dan diterima.

Wayang Kulit di Museum Wayang Indonesia (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)

Para penyebar agama Islam memanfaatkan kebudayaan yang telah ada sebagai media untuk berdakwah. Strategi dakwah melalui kesenian ini di antaranya dilakukan oleh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga.

Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk untuk mengajarkan nilai-nilai Islam. Beliau merupakan tokoh pencipta layang Kalimasada dan lakon wayang 'Petruk Jadi Raja'.

Ilustrasi kerja sama politik. Foto: Freepik

Strategi dakwah melalui jalur politik memiliki efek besar. Jika suatu pemerintahan dipimpin oleh seorang raja yang telah menganut Islam, maka banyak rakyatnya yang secara sukarela memeluk agama yang sama dengan pemimpin mereka.

Jika dakwah telah berhasil masuk dalam ranah politik, maka kebijakan-kebijakan kenegaraan dapat disinergikan dengan tujuan dakwah. Selain itu, strategi politik juga ditempuh melalui penaklukkan kerajaan non Islam oleh kerajaan Islam.


Page 2

Umat muslim menunaikan Shalat Idul Fitri 1441 H di Masjid AL-Mabrur, Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur. ANTARA FOTO/Zabur Karuru

Proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia terjadi secara bertahap dan berlangsung selama berabad-abad. Ini disebabkan karena mengubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat sulit dilakukan. Apalagi sebelum Islam berkembang, pengaruh Hindu, Budha, dan kepercayaan lokal telah mengakar dengan kuat.

Penyebaran agama Islam di Nusantara dilakukan dengan cara yang damai. Islam berangsur-angsur diterima karena memanfaatkan dakwah yang bersifat adaptif terhadap karakteristik masyarakat lokal.

Agar lebih memahaminya, berikut adalah proses Islamisasi Indonesia secara umum:

Islam Disebarkan Melalui Perdagangan

Mengutip dari buku Arkeologi Islam Nusantara karya Tjandrasasmita, pembawa agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan pedagang. Jadi mereka sebenarnya menjadikan faktor ekonomi sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia.

Momen ini diperkirakan terjadi sebelum abad ke-13 M. Sekitar abad 7-16 M, kepulauan Nusantara merupakan kawasan perdagangan Internasional yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai bangsa, termasuk Arab, Persia dan Gujarat.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Hasan Mu’arif Ambary yang membagi fase Islamisasi Indonesia menjadi tiga, yaitu fase kehadiran para pedagang Muslim, fase terbentuknya kerajaan Islam, dan fase pelembagaan Islam.

Islamisasi Melalui Perkawinan

Ilustrasi akad nikah. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

Saluran Islamisasi melalui perkawinan terjadi antara pedagang atau saudagar Islam dengan wanita pribumi. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang Muslim. Alhasil, komunitas Islam makin luas.

Mengutip dari jurnal Kajian Proses Islamisasi di Indonesia tulisan Latifa Dalimunthe, jalur perkawinan lebih menguntungkan apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja karena mereka kemudian turut mempercepat proses Islamisasi.

Contohnya adalah perkawinan Raja Brawijaya dengan puteri Campa yang melahirkan Raden Patah (Raja pertama Demak).

Pondok Pesantren. Foto: tebuireng.org

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan. Ini tidak dapat dilepaskan dari peran para pengembara sufi dan tokoh agama. Penyebaran Islam melalui pendidikan awalnya terjadi di lingkungan keluarga, kemudian berkembang di surau, masjid, pesantren, dan akhirnya masuk di rumah para bangsawan.

Di Pulau Jawa, penyebaran Islam melalui pendidikan dilakukan oleh Wali Songo. Mereka mendirikan pesantren untuk mendidik santri tentang agama Islam. Diharapkan, setelah selesai menuntut ilmu para santri dapat pulang ke kampung halaman untuk berdakwah menyebarkan Islam.

Islamisasi Melalui Tasawuf

Tasawuf merupakan ajaran ketuhanan yang berfokus pada pembersihan diri. Para ahli tasawuf juga memiliki ilmu menyembuhkan penyakit dan pengetahuan soal magis.

Menurut Tjandrasasmita, ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, selalu berusaha menghayati kehidupan masyarakat, dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakat.

Dengan tasawuf, bentuk Islam yang diajarkan ke penduduk pribumi mempunyai kesamaan dengan kepercayaan mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu. Dengan demikian agama baru ini mudah dimengerti dan diterima.

Islamisasi Melalui Kesenian

Wayang Kulit di Museum Wayang Indonesia (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)

Kesenian juga menjadi media dakwah Islam. Para penyebar agama Islam tidak mengubah kebudayaan yang telah ada, namun memanfaatkan kebudayaan tersebut sebagai sarana untuk menyebarkan agama.

Sunan Bonang merupakan sosok di balik tembang "Tombo Ati”. Selain itu, Sunan Bonang juga seorang dalang. Beliau menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam dalam cerita.

Sunan Kalijaga menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai media dakwah. Beliau juga merupakan tokoh pencipta baju takwa, perayaan sekatenan, layang kalimasada, dan lakon wayang Petruk Jadi Raja.

Seni tersebut membuat banyak orang tertarik, bahkan berhasil membuat sebagian adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga.