Bagaimana mekanisme instrumen kebijakan fiskal dalam menghadapi situasi inflasi dan pengangguran

Kebijakan Ekonomi — Kebijakan yang memilik peran penting dalam pemerintahan untuk menstimulasi keadaan ekonomi adalah kebijakan moneter dan fiskal.

Kebijakan moneter berfokus kepada meningkatkan atau mengurangi suplai uang demi menstimulasi keadaan ekonoomi, sedangkan kebijakan fiskal menggunakan anggaran pemerintah dan pajak untuk menstimulasi ekonomi.

Menggunakan teori ekonomi modern, dewasa ini pemerintah, dengan dibantu oleh ekonom, telah memiliki cara untuk menggunakan kebijakan ekonomi moneter dan fiskal demi mengurangi lama dan tingkat keparahan resesi.

Perkembangan ini sangat penting karena memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk memberikan efek berupa peningkatan kesejahteraan masyarakatnya di tengah resesi. Kebijakan ekonomi yang benar dapat meningkatkan kesejahteraan negara, begitu juga sebaliknya.

Artikel ini memberikan penjelasan mengenai pelaksanaan kebijakan moneter dan fiskal dalam kondisi ideal, sekaligus permasalahan yang akan terjadi jika diterapkan dalam kehidupan nyata.

Dengan melihat gambaran cara kerjanya secara garis besar, Anda dapat menentukan apakah kebijakan moneter dan fiskal sudah tepat pelaksanaannya dalam situasi tertentu. Pembahasan moneter dan fiskal berhubungan erat dengan resesi, sehingga mempelajari kebijakan ini akan lebih mudah dengan memiliki pengetahuan dasar tentang resesi dan cara kerjanya.

Artikel sebeumnya tentang makroekonomi memberikan penjelasan gambaran besar tentang resesi, tetapi juga dibutuhkan sumber referensi yang lain untuk menambah pemahaman terkait topik ini.

Kebijakan ekonomi fiskal

            Kebijakan fiskal berfokus kepada anggaran belanja negara dan pajak. Kebijakan ini berhubungan erat dengan makroekonomi karena pemerintah memiliki peluang untuk meningkatkan permintaan agregat melalui kebijakan ekonomi fiskal.

Perubahan dapat dikelompokkan menjadi 2 : a. meningkatkan permintaan agregat secara tidak langsung dengan menurunkan pajak sehingga konsumen memiliki penghasilan setelah pajak yang lebih besar untuk dibelanjakan barang dan jasa lain, dan b. meningkatkan permintaan agregat dengan berbelanja barang dan jasa.

Perubahan pertama melibatkan pengurangan pendapatan pemerintah, sedangkan perubahan kedua melibatkan peningkatan pengeluaran negara. Defisit anggaran negara adalah pendapatan dikurangi pengeluaran, sehingga kedua bentuk kebijakan fiskal dapat meningkatkan defisit anggaran negara.

Defisit anggaran negara dapat berakibat sejumlah permasalahan ekonomi seperti inflasi, sehingga inisiatif untuk melaksanakan kebijakan fiskal terbatasi dengan pertimbangan tersebut.

Jika ekonomi bermasalah, salah satu keputusan pembuat kebijakan adalah untuk meningkatkan pengeluaran negara.

Jika pengangguran meningkat dan banyak barang produksi yang tak terjual, pemerintah dapat membeli produk tersebut menggunakan anggarannya, dan efeknya adalah peningkatan permintaan yang akan direspon oleh bisnis dengan penyerapan tenaga kerja, dan akhirnya mengurangi tingkat pengangguran.

Hal ini dilakukan untuk memenuhi permintaan yang ditimbulkan pemerintah melalui pengeluarannya, dengan peningkatan output.

Stimulus ini diharapkan akan memulai permintaan-permintaan yang baru. Jika individu-individu yang awalnya menganggur menjadi tenaga kerja dan menerima pemasukan lagi, mereka akan menggunakan pemasukannya untuk berbelanja barang dan jasa.

Permintaan otomatis akan meningkat lagi. Melalui rangsangan ini, perbaikan ekonomi diharapkan akan terjadi dengan sendirinya sehingga pemerintah tidak perlu melakukan pengeluaran lagi.

Demi meningkatkan pengeluaran tanpa mengurangi pengeluaran di sektor privat, pemerintah menggunakan hutang. Hal ini merupakan cara yang tepat untuk meningkatkan permintaan akan barang dan jasa secara keseluruhan.

Tetapi hal ini dapat menciptakan efek samping berupa defisit anggaran, atau jika jumlah pengeluaran negara melebihi pemasukan pajak negara. Defisit anggaran tersebut menambah jumlah hutang negara, yaitu total kumulatif uang hutang negara kepada pemberi hutang.

Untuk mengamankan kepercayaan pemberi hutang, pemerintah dapat bergantung pada pemasukan pajak di masa mendatang. Para pemberi hutang akan bekerjasama apabila mereka memiliki kepercayaan bahwa pemerintah akan membayar hutang.

Salah satu sumber kepercayaan tersebut adalah karena pemerintah memiliki kemampuan untuk menetapkan dan menarik pajak. Secara umum, pemasukan pajak di masa mendatang dapat mengamankan hutang pemerintah.

Selain itu, pemerintah dapat melakukan penghutangan secara bergiliran kepada para investor. Investor hanya akan meminjamkan uang karena kepercayaannya bahwa pemerintah dapat membayar hutang menggunakan pajak.

Kepercayaan ini memungkinkan pemerintah untuk terus melakukan hutang apabila diperlukan. Jika investor tidak memiliki kepercayaan lagi dengan pemerintah, hasilnya akan berbahaya.

Jika investor kehilangan kepercayaan untuk memberikan hutang, pemerintah dapat menggunakan pilihan lain selain melalui penghasilan pajak, yaitu dengan meningkatkan suplai uang.

Peningkatan suplai uang dapat menyebabkan terjadinya inflasi. Inflasi akan menyebabkan kehilangan kepercayaan dalam kontrak atau investasi jangka panjang karena tidak ada yang tahu pasti bagaimana nilai uang di masa mendatang setelah inflasi terjadi.

Karena itu, individu khususnya para investor akan memiliki kekhawatiran tiap kali pemerintah memiliki defisit anggaran yang besar atau hutang yang meningkat. Ditakutkan, pemerintah tidak akan mampu menaikkan pajak untuk membayar hutangnya sehingga diperlukan usaha berupa mencetak lebih banyak uang.

Hal ini akan berakibat fatal terhadap ekonomi. Sekedar ekspektasi bahwa pemerintah akan mencetak uang dalam jumlah lebih banyak di masa depan juga dapat membahayakan perekonomian, sehingga pemerintah akan berusaha mengendalikan tingkat hutang maupun defisitnya. Dengan cara ini, tidak akan ada investor yang merasakan kekhawatiran akan inflasi di masa mendatang.

Kebijakan moneter

            Kebijakan moneter adalah manipulasi suplai uang dan tingkat suku bunga untuk menstabilkan atau menstimulasi ekonomi. Dalam ekonomi modern, kebijakan moneter adalah mekanisme yang ampuh untuk menangani resesi dan mengurangi pengangguran melebihi kebijakan fiskal.

Kebijakan moneter dijalankan dengan mengganti suplai uang terlebih dahulu, untuk memanipulasi tingkat suku bunga. Karena tingkat suku bunga mempengaruhi hampir seluruh permintaan barang dan jasa serta investasi, efeknya akan besar dan pervasif dalam menstimulasi ataupun menurunkan aktivitas perekonomian. Permintaan akan suplai uang bergantung dengan tingkat suku bunga.

Konsep utama kebijakan moneter adalah bahwa tingkat suku bunga yang lebih rendah akan menyebabkan konsumsi dan investasi yang lebih tinggi, sehingga meningkatkan tingkat permintaan agregat.

Tingkat suku bunga yang lebih rendah akan menstimulasi tingkat konsumsi dengan cara membuat pinjaman dari bank untuk membayar tempat tinggal dan kendaraan semakin menarik.

Selain itu, tingkat suku bunga yang rendah membuat tingkat investasi bisnis lebih tinggi karena investasi potensial yang akan menghasilkan profit di masa mendatang akan semakin bertambah.

Contohnya, jika tingkat suku bunga mencapai 10 persen, maka investor hanya akan meminjam uang untuk berinvestasi di proyek dengan tingkat ROI melebihi 10 persen. Tetapi, jika tingkat suku bunga hanya 5 persen, investor dapat berinvestasi ke semua proye yang tingkat ROI-nya melebihi 5 persen, sehingga lebih banyak proyek yang akan berjalan.

Secara umum, jika bank pusat akan meningkatkan output dalam kebijakan ekonomi moneter, ada 3 langkah yang akan dilakukan, yaitu: 1. Bank membeli saham dari pemerintah untuk meningkatkan suplai uang; 2. Peningkatan suplai uang akan menyebabkan tingkat suku bunga menurun; 3. Konsumen dan bisnis akan merespon dengan mengambil pinjaman lebih banyak dan menggunakan uangnya untuk membeli lebih banyak barang dan jasa.

Penulis : Edward UP Nainggolan, Kepala Kanwil DJKN Kalbar

Wabah Covid-19 mempengaruhi seluruh dunia karena telah menyebar ke 199 negara. Setiap negara yang terjangkit Covid-19 mengambil tindakan yang cepat untuk menangani Covid-19 dan mengurangi dampak sosial ekonomi.

Dampak Kesehatan Covid-19

Menurut virologist dan microbiologist, Covid-19 merupakan virus yang cepat menyebar, walaupun fatality rate-nya rendah tidak seperti virus flu burung, atau demam berdarah. Namun, Covid-19 berbahaya bagi penduduk berusia lanjut atau mempunyai penyakit jantung, diabetes, darah tinggi dan penyakit pernapasan akut.

Menurut data worldometer per tanggal 30 Maret jam 11.00 WIB, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia mencapai 722.196. Jumlah pasien meninggal 33.976 orang, sembuh 151.766 orang dan telah menyebar di 199 negara. Sementara itu, negara terbanyak terinfeksi adalah Amerika Serikat disusul Italia, China, Spanyol, Jerman dan Perancis. Indonesia sendiri berada di urutan ke 37, dengan jumlah terjangkit 1.285 orang, sembuh 64 orang dan meninggal dunia 114 orang. Sementara itu, jumlah provinsi yang telah terjangkit lebih 20 provinsi, dimana DKI Jakarta berada diurutan pertama, diikuti Jawa Barat dan Banten.


Dampak Sosial Covid-19

Salah satu cara memutus matarantai Covid-19 adalah dengan social distancing, bertujuan mencegah orang sakit melakukan kontak dalam jarak tertentu dengan orang sehat untuk mengurangi penularan. Menurut Center for Disease Control dan Prevention (CDC) AS, social distancing adalah menjauhi perkumpulan, menghindari pertemuan massal, dan menjaga jarak antar manusia sekitar 2 meter. Termasuk bekerja dari rumah (work from home), menutup sekolah/kampus dengan melakukan home schooling/belajar on line, beribadat di rumah.

Social distancing ini mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang terkenal guyub, suka bersalaman dan terbiasa berkumpul (seperti pesta perkawinan, upacara adat, atau sekedar kongkow-kongkow).

Dampak Ekonomi Covid-19

Dalam menghadapi Covid-19, Pemerintah Indonesia melakukan pendekatan yang cepat dan prudent untuk mengurangi dampaknya pada perekonomian. Beberapa ahli mengkhawatirkan, dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Covid-19 bisa lebih besar dari dampak kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi akan melambat. Jika terjadi perlambatan ekonomi, maka daya serap tenaga kerja akan berkurang, meningkatnya pengangguran dan kemiskinan.

Sektor yang sangat terpukul dengan pandemi Covid-19 adalah pariwisata dikarenakan adanya larangan traveling dan konsekuensi social distancing. Imbasnya merembet ke industri perhotelan, restoran, retail, transportasi dan lainnya.

Sektor manufaktur juga terimbas karena terhambatnya supply chain bahan baku disebabkan kelangkaan bahan baku terutama dari China dan keterlambatan kedatangan bahan baku. Hal ini akan berdampak pada kenaikan harga produk dan memicu inflasi.


Kebijakan Fiskal dan Moneter Menghadapi Covid-19

Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan yang komprehensif di bidang fiskal dan moneter untuk menghadapi Covid-19. Di bidang fiskal, Pemerintah melakukan kebijakan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran. Untuk itu, Presiden RI, Joko Widodo, menerbitkan Inpres No.4/2020, yang menginstruksikan, seluruh Menteri/Pimpinan/Gubernur/Bupati/Walikota mempercepat refocusing kegiatan, realokasi anggaran dan pengadaan barang jasa penanganan Covid-19.

Selanjutnya, Kementerian Keuangan akan merealokasi dana APBN sebesar Rp62,3 triliun. Dana tersebut diambil dari anggaran perjalanan dinas, belanja non operasional, honor-honor, untuk penanganan/pengendalian Covid-19, perlindungan sosial (social safety net) dan insentif dunia usaha. APBD juga diharapkan di-refocusing dan realokasi untuk 3 hal tersebut.

Penguatan penanganan Covid-19, dilakukan dengan menyediakan fasilitas dan alat kesehatan, obat-obatan, insentif tim medis yang menangani pasien Covid-19 dan kebutuhan lainnya. Social safety net diberikan untuk meningkatkan daya beli masyarakat melalui program keluarga harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Sembako dan beras sejahtera. Kementerian/Lembaga/Pemda diharapkan memperbanyak program padat karya termasuk Dana Desa. Sedangkan insentif dunia usaha dilakukan untuk membantu pelaku usaha khususnya UMKM dan sektor informal.

Kemenkeu juga menerbitkan PMK 23/2020 yang memberikan stimulus pajak untuk karyawan dan dunia usaha yaitu pajak penghasilan karyawan ditangung Pemerintah, pembebasan pajak penghasilan impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Disamping itu, pemberian insentif/fasilitas Pajak Pertambahan Nilai yang terdampak Covid-19.

Presiden RI juga memberikan arahan agar Kementerian/Lembaga memprioritaskan pembelian produk UMKM, mendorong BUMN memberdayakan UMKM dan produk UMKM masuk e-catalog.

Di bidang moneter, kebijakan moneter yang diambil harus selaras dengan kebijakan fiskal dalam meminimalisir dampak Covid-19 terhadap perekonomian nasional. Oleh sebab itu otoritas moneter harus dapat menjaga nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi dan memberikan stimulus moneter untuk dunia usaha. Diharapkan ada relaksasi pemberian kredit perbankan dan mengintensifkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR).