Bagaimana kebijakan politik Utsman bin Affan jika dikaitkan dengan khalifah khalifah sebelumnya

KOMPAS.com - Khulafaur Rasyidin adalah kekhalifahan Islam yang berdiri setelah meninggalnya Nabi Muhammad SAW pada tahun 632 M atau 11 Hijriyah.

Dikutip dari Khulafaur Rasyidin (2019), Khulafaur Rasyidin berasal dari kata khulafah dan ar-rasyidin.

Khulafah adalah bentuk jamak dari kata khalifah yang berarti pengganti, pemimpin, atau penguasa yang diangkat.

Sedangkan ar-rasyidin adalah bentuk jamak dari ar-rasyid yang berarti orang yang mendapat petunjuk.

Khulafaur Rasyidin memegang kendali pemerintahan Islam selama 30 tahun dari 11 H hingga 40 H atau 632-660 M.

 Baca juga: Nama dan Gelar Khulafaur Rasyidin

Tugas Khulafaur Rasyidin

Ada empat Khulafaur Rasyidin. Mereka adalah sahabat-sahabat nabi yang dipilih karena kepantasan dan kelebihannya.

Mereka menggatikan Rasulullah kecuali dalam tugas kenabian. Ini tertuang di QS Al-Ahzab 33:40 yang artinya:

"Muhammad itu bukanlah bapak dari seseorang di antara kamu, tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu."

Tugas Khulafaur Rasyidin sebagai pemimpin yakni:

  • Melanjutkan dakwah dan ajaran Rasulullah
  • Membina, mengatur, dan mengarahkan umat Islam sesuai dengan Al-Quran dan sunnah
  • Melanjutkan pemerintahan yang telah dibangun Rasulullah
  • Memerangi kaum murtad yang merusak ajaran agama
  • Memperluas wilayah kekuasaan Islam
  • Mengembangkan ajaran Islam kepada yang belum mengenalnya

Di antara orang-orang yang diperangi Khulafaur Rasyidin yakni:

  • Murtad
  • Enggan membayar zakat
  • Nabi palsu

Orang-orang yang merusak ajaran Islam bermunculan setelah Nabi wafat. Beberapa penyebabnya yakni:

  • Belum kuat imannya
  • Masuk Islam karena terpaksa, takut diperangi Nabi dan kaum muslimin
  • Menginginkan harta rampasan dan kedudukan Nabi

 Baca juga: Masa Kekhalifahan Abu Bakar As Siddiq

Kebijakan Khulafaur Rasyidin

Tiap khalifah punya kebijakan yang berbeda. Di zaman Abu Bakar As Siddiq (632-634 M), terjadi Perang Riddah atau perang melawan kemurtadan.

Perang itu untuk mengatasi perpecahan yang terjadi setelah Nabi wafat.

Di akhir kepemimpinannya, Abu Bakar memperluas daerah kekuasaan dengan mengirim tentara ke luar.

Abu Bakar digantikan Umar bin Khattab (634-644 M).

Pada masa kekhalifahan Umar, Islam mengalami kemajuan yang sangat pesat.

Pasukannya berhasil mengalahkan dua kekuatan besar saat itu yakni Romawi di barat dan Persia di Timur.

 Baca juga: Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab

Di bawah Umar, ekspansi Islam dimulai. Ibu kota Suriah, Damaskus, dikuasai pada 635.

Setahun setelah kemenangan di Yarmuk, seluruh daerah Suriah jatuh ke kekuasaan Islam.

Suriah dijadikan basis. Ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah kepemimpinan Amr in Ash. Ke Irak di bawah kepemimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash.

Ibu kota Mesir Alexandria ditaklukkan pada 641 M. Begitu pula ibu kota Persia, Al Madain yang dikuasai pada tahun 637.

Kekuasaan Islam meliputi jazirah Arab, Palestina, Suriah, sebagian Persia, dan Mesir.

Umar mengesahkan ketentaraan, kepolisian, pekerja umum, hingga sistem kehakiman.

Umar juga mengadakan hisbah (pengawasan) terhadap pasar, membangun pusat pengawasan terhadap takaran atau timbangan, dan mencetak uang negara serta mendirikan bait al-Mal.

 Baca juga: Masa Kekhalifahan Usman bin Affan

Departemen yang dibangun antara lain Departemen Pajak dan Tanah (Diwan al Kharj) dan Departemen Keangan (Diwan al Mal).

Kepada kelompok nonmuslim, Umar memberikan kemerdekaan beragama.

Kemajuan semakin pesat di masa Usman bin Affan (644-655 M). Di masa kepemimpinannya, Islam diperluas hingga ke Tripoli, Armenia, Turkistan, dan Cyprus.

Ia membagi kekuasaan Islam menjadi 10 provinsi dengan masing-masing amir atau gubernur.

Di bawah Usman, umat Islam mengalami era paling makmur dan sejahtera.

Konon, rakyatnya mampu naik haji berkali-kali. Bahkan budak dijual berdasarkan berat timbangannya.

 Baca juga: Masa Kekhalifahan Ali bin Abi Talib

Ia membangun polisi keamanan dan pengadilan. Sebelumnya, pengadilan digelar di masjid.

Namun di periode kedua, terjadi perpecahan dan pemberontakan.

Usman diprotes karena jabatan-jabatan strategis di pemerintahan diberikan kepada keluarganya dari Bani Umayyah.

Ini menyebabkan Usman lemah di pemerintahan. Ia tak dapat berbuat banyak terhadap keluarganya.

Pada tahun 35 H atau 655 M, sekitar 1.500 orang datang ke Madinah untuk memprotes kebijakan Usman ini.

Penerus Usman, Ali bin Abi Talib (655-660 M) berusaha mengatasi pemberontakan yang terjadi dengan menarik para amir yang sebelumnya diangkat oleh Usman bin Affan.

Ia juga mengambil alih tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatan kepada negara.

 Baca juga: Menteri Agama Usulkan WNI Jadi Imam Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Ali mengembalikan sistem distribusi pajak tahunan di antara orang Islam yang pernah diterapkan Umar.

Pemberontakan yang dihadapi Ali bin Abi Talib di antaranya datang dari Talhah, Zubair, dan Aisyah.

Mereka mengecam Ali yang tak mau menghukum pembunuh Usman. Mereka minta agar ada pembalasan.

Ali tak mampu menghindari perang. Meletuslah perang yang disebut Perang Jamal (unta) karena Aisyah menunggang unta.

Di akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, umat terpecah menjadi tiga golongan.

Setelah Ali terbunuh oleh salah satu golongan, Khulafaur Rasyidin berakhir.

 Baca juga: Teori Masuknya Islam di Nusantara

Bagaimana kebijakan politik Utsman bin Affan jika dikaitkan dengan khalifah khalifah sebelumnya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Kata “Al Khulafaur Rosyidun” terdiri dari 2 kata, yaitu “Al-Khulafa”, dan “Al-Rosyidun”. Al-Khulafa adalah bentuk isim jama’ dari “kholifah” yang berarti pengganti (Al-Munawwir, 1984:392). Sedangkan kata “Al-Rosyidun” adalah bentuk isim jama’ dari “Al-Rosyid” yang berarti insyaf, sadar, berakal, bijaksana, cerdik, yang mendapat petunjuk dan mengikuti jalan yang benar. (Al-Munawwir, 1984:535). Jadi secara bahasa, Al-Khulafaur Rosyidun bisa diartikan sebagai para pengganti yang mendapat petunjuk.

Sedang yang dimaksud dengan “Al-Khulafaur Rosyidun” dalam makalah ini ialah para pengganti Nabi SAW yang merupakan pepimpin Islam dari kalangan sahabat, pasca Nabi Muhammad SAW wafat. (M. Abdul Karim, 2007:77). Mereka merupakan 4 orang pemimpin yang dipilih oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis, masing-masing adalah (1) Abu Bakar Shiddiq, (2) Umar bin Khattab, (3) Utsman bin ‘Affan, dan (4) Ali bin Abi Tholib.

Dalam makalah ini akan dicoba dibahas walau serba sedikit mengenai kebijakan politik dari masing-masing 4 kholifah tersebut.

A.    Biografinya

Nama Abu Bakar Shiddiq sebenarnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Ta’im bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr Al-Quraisyi At-Taimi. Bertemu nasabnya dengan Nabi SAW pada kakeknya Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. (Ibnu Katsir, 2006:13)

Dan ibunya adalah Ummu Al-Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim. Berarti ayah dan ibunya berasal dari kabilah Bani Taim. (Ibnu Katsir, 2006:13)

Abu bakar adalah lelaki yang pertama kali memeluk Islam. Dan dengan keislamannya, ternyata banyak membawa manfaat besar terhadap Islam. Dengan keislamannya, maka masuk pula tokoh besar yang masyhur seperti Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Beliau banyak berinfak dengan hartanya, banyak memerdekan budak yang disiksa karena keislamannya, seperti Bilal. Beliau selalu mengiringi Rosulullah SAW selama di Makkah, bahkan menemani Rosulullah SAW ketika bersembunyi di dalam gua dan dalam perjalanan hijrah hingga sampai di kota Madinah. Disamping itu beliau mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rosulullah SAW baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Fathu Makkah, Hunan maupun Tabuq (Ibnu Katsir, 2006:14)

B.     Pengangkatannya Sebagai Kholifah

Dr. Abdul Karim, MA (2007:79) menulis tentang proses pengangkatan Abu Bakar Shiddiq ini dimulai dengan wafatnya Rosulullah SAW.

Nabi wafat pada 12 Rabi’al-Awal 10 H bertepatan dengan 08 Juni 632 M di Madinah. Ia memang membentuk suatu ummah (konfederasi), akan tetapi untuk menjalankannya Nabi tidak tinggalkan wasiat, pesan atau menunjuk siapa di antara sahabatnya bakal menjadi khalifah. Pemikiran (persoalan) politik yang pertama muncul dalam Islam setelah wafatnya Nabi bukan masalah teologi. Di satu sisi, Nabi tidak meninggalkan putera laki-laki dan di sisi lain tidak menunjuk siapa penggantinya atau Imam Kaum muslim setelah ia wafat. Oleh karena itu, persoalan tersebut menjadi rumit dan hampir memecah belah kaum muslim secara khusus dan ummah secara umum yang baru saja dibentuk Nabi setelah hijrah ke Yatsrib. Orang Ansar berkumpul di Balai Tsaqifah Bani Sa’idah (semacam MPR dulu dikenal dengan Nadi al-Qaum) guna memecahkan persoalan imamah tersebut. Kemudian suku Khazraj mengusulkan, Sa’ad ibn ‘Ubadah sebagai khalifah. Mereka beranggapan, bahwa orang Ansarlah yang banyak menolong Nabi dan kaum Muhajir, saat hijrah ke Madinah, sebab itulah Islam cepat sekali diterima dan tersebar.

Kaum Muhajir beranggapan, bahwa merekalah yang paling berhak untuk memangku jabatan kekhalifahan, sebab pengorbanan mereka besar sekali, di mana mereka tinggalkan sanak keluarga dan tanah tumpah darah (Mekah). Mendengar berita itu Abu Bakar, Umar dan Abu Ubaidah segera muncul di Balai Tsaqifah tersebut. Abu Bakar berpidato, agar masing-masing pihak utamakan tentang Islam yang baru lahir yang ditinggal Nabi, jangan jadi bercerai-berai dan hancur. Akhirnya, muncul pemikiran/usulan baru, bahwa dari masing-masing (Ansar dan Muhajir) pihak dipilih satu orang imam/khalifah, jadi dua orang kepala negara dalam satu negara.

Akhirnya Umar berdiri dan mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah dengan alasan yang utama adalah senioritas dan berasal dari suku Quraisy. Apa yang dilakukan Umar ini kemudian diikuti oleh yang lain, sehingga hasil pertemuan di Balai Tsaqifah menghasilkan Abu Bakar sebagai khalifah al-Rosul.

C.    Kebijakan Politiknya

Abu Bakar menjadi kholifah hanya 2 tahun. Pada tahun 634 M beliau meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan berbagai persoalan, terutama persoalan yang menyangkut dalam negeri. Diantara kebijakan politiknya yang cukup menonjol adalah:

1.      Melanjutkan Ekspedisi Pasukan Usamah

Sebelum Rosulullah SAW wafat, beliau telah memerintahkan sepasukan perang yang dipimpin oleh seorang anak muda, Usamah, untuk berjalan menuju tanah Al-Balqa yang berada di Syam, persisnya di tempat terbunuhnya Zaid bin Haritsah, Ja’far dan Ibnu Rawahah. Namun di tengah perjalanan terdengar berita wafatnya Rosulullah SAW, sehingga pasukan tersebut kembali ke kota Madinah.

Begitu Abu Bakar menjadi kholifah, maka ekspedisi ini dilanjutkan kembali. Semula banyak sahabat yang mengusulkan termasuk Umar bin Khattab, agar ekspedisi ini ditunda mengingat banyaknya persoalan di kota Madinah. Namun Abu Bakar tetap pada pendiriannya.

Ternyata berangkatnya pasukan Usamah membawa kemaslahatan besar waktu itu. Disamping pulang dengan membawa kemenangan, juga sekaligus telah menimbulkan kegentaran besar pada perkampungan Arab yang dilewati sehingga tidak berani memberontak (Ibnu Katsir, 2006:73).

2.      Menumpas Kaum Murtad Dan Orang-orang Yang Menolak Membayar Zakat

Ketika Rosulullah SAW wafat, maka banyak orang Arab yang kembali murtad. Seiring dengan itu, banyak pula utusan orang-orang Arab berdatangan ke Madinah mengakui kewajiban sholat namun mengingkari kewajiban zakat.

Abu Bakar bersikap tegas kepada mereka, dan merekapun ditumpasnya. Melihat hal ini, Umar pun berkata: “Akhirnya aku sadari bahwa Allah telah melapangkan hati Abu Bakar untuk memerangi mereka dan aku yakin itulah yang benar” (Ibnu Katsir, 2006:76).

3.      Menumpas Orang-orang Yang Mengaku Menjadi Nabi

Disamping banyak umat yang murtad dan menolak bayar zakat, ada pula beberapa orang yang mengaku menjadi nabi, diantaranya yang paling berpengaruh adalah Musailamah Al-Kadzab. Ia memiliki pengikut mencapai 40.000 personil dari kalangan Bani Hanifah (Ibnu Katsir, 2006:101).

Abu Bakar mengirim pasukan yang dipimpin Khalid bin Walid untuk menumpas mereka. Dalam perang Yamamah yang hebat, Khalid bin Walid memperoleh kemenangan yang besar.

4.      Mengirim Pasukan Ekspansi Ke Wilayah Iraq Dan Syiria

Setelah berhasil mengatasi persoalan dalam negeri, mulailah Abu Bakar berkonsentrasi untuk melakukan ekspansi ke luar negeri. Kesungguhannya untuk menaklukkan negeri Iraq pada periode ini merupakan langkah awal menaklukkan wilayah-wilayah timur pada masa khulafaur rosyidun berikutnya. Dan pada periode perdana ini pasukan dipimpin oleh Panglima Perang Khalid bin Wahid (Ibnu Katsir, 2006:119), Abu Ubaidah, Amru bin Ash, Yazid dan Syurahbil (Badri Yatim, 1993:36)

5.      Membukukan Al-Qur’an Dalam Satu Mushaf

Di samping itu, Jasa Abu Bakar yang abadi ialah atas usulan Umar, ia berhasil membukukan al-Qur’an dalam satuan mushaf, sebab setelah banyak penghafal al-Qur’an gugur dalam perang Riddah di Yamamah. Oleh karena itu, khalifah menugaskan Zaid ibn Tsabit untuk membukukan al-Qur’an dibantu oleh Ali ibn Abi Thalib. Naskah tersebut terkenal dengan naskah Hafsah yang selanjutnya pada masa khalifah Usman membukukan al-Qur’an berdasarkan mushaf itu, kemudian terkenal dengan Mushaf Utsmani yang sampai sekarang masih murni menjadi pegangan kaum muslim tanpa ada perubahan atau pemalsuan. (Abdul Karim, 2007:84)

Demikianlah beberapa kebijakan politik penting yang dilakukan Abu Bakar. Namun demikian, sebagaimana yang ditulis oleh Badri Yatim (1993:36), kekuasaan yang dijalankan pada masa Abu Bakar ini masih sebagaimana pada masa Rosulullah SAW bersifat  sentral. Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan kholifah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi SAW, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.

Menjelang wafat, Abu Bakar menunjuk Umar ibn Khattab sebagai penggantinya. Di sinilah tampak perbedaan, di mana Abu Bakar diangkat dan diakui oleh mayoritas umat, sedang Umar ditunjuk langsung oleh seorang Abu Bakar. (Abdul Karim, 2007:83)

III.        UMAR BIN KHATTAB

A.    Biografinya

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Adi bin Abdul Uzzabin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ai, Abu Hafs Al-‘Adawi. Julukan beliau adalah Al-Faruq (Ibnu Katsir, 2006:168)

Umar masuk Islam ketika berusia 27 tahun. Beliau mengikuti perang Badar dan seluruh peperangan yang terjadi setelahnya bersama Rosulullah. Beliau dikenal sebagai orang yang sangat berwibawa, tawadlu kepada Allah, tegas dalam urusan agama, jarang tertawa dan tidak pernah bergurau.

B.     Pengangkatannya Sebagai Kholifah

Abdul Karim (2007:84) menulis tentang proses pengangkatan Umar sebagai kholifah ini dengan mengutip Rahman yang berasal dari At-Tabari dalam kitab “Al-Rasul wa al-Muluk” sebagai berikut:

“Dalam keadaan sakit (berbaring di tempat tidur), Abu Bakar menunjuk Umar ibn Khattab sebagai penggantinya. Ada keberatan dari sahabat atas penunjukan tersebut. Akan tetapi, ia mengumumkan, bahwa dengan nama Allah, saya tidak meleset sedikitpun dan tidak berbuat kekeliruan sedikitpun dalam menunjuk Umar sebagai pengganti. Orang yang saya tunjuk, bukan dari keluargaku dan kalian mendengar kata-kata dan mematuhi perintah, maka rakyat yang hadir semua serentak menjawab kami dengar dan menerimanya.” (Rahman, 1977:59-60)

Dengan demikian, Abu Bakar menyelesaikan persoalan calon pengganti, supaya tidak muncul problem seperti ketika Nabi tinggalkan umat Islam dalam memilih pengganti timbul perselisihan yang nyaris Islam terbawa ke gerbang kehancuran.

C.    Kebijakan Politiknya

Umar menjabat sebagai kholifah selama 10 tahun (634-644 M). Selama masa pemerintahannya ada beberapa kebijakan politik yang dijalankannya, antara lain:

1.      Melanjutkan Ekspansi Yang Telah Dirintis Abu Bakar

Setelah memangku jabatan kekhalifahan, Umar melanjutkan kebijakan perang yang telah dimulai oleh Abu Bakar untuk menghadapi tentara Sasania maupun Bizantium baik di Front Timur (Persia), Utara (Syam) maupun di Barat (Mesir). Pada periode Khalifah Umar, peta Islam meluas di Timur sampai perbatasan India dan sebagian Asia Tengah di Barat sampai Afrika Utara. (Abdul Karim, 2007:84)

2.      Reformasi dalam Pemerintahan

Beliaulah khalifah yang pertama kali membentuk tentara resmi, membuat undang-undang perpajakan, membuat sekretariat, menentukan gaji tetap, menempatkan para godhi, membagi-bagi wilayah yang ditaklukkan menjadi beberapa gubernuran (propinsi) dan ada majlis syura. (Ibnu Katsir, 2006:170)

3.      Mengatur Tata Pertanahan

Kebijakan yang paling fenomenal adalah kebijakan ekonomi Umar di Sawad (daerah subur). Umar mengeluarkan dekrit, bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah di luar Arab. Hal ini memancing reaksi anggota Syura’, namun Umar memberi alasan, mutu tentara Arab menurun, produksi menurun, negara rugi 80% dari pendapatan, dan rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka akan mudah berontak terhadap negara. (Abdul Karim, 2007:86)

4.      Reformasi dalam Budaya

Beliaulah yang pertama kali digelari Amirul Mukminin, yang menetapkan penanggalan hijriyah mengumpulkan manusia untuk sholat taraweh berjamaah, mendera peminum khomer 80x cambukan, dan berkeliling di malam hari menghontrol rakyatnya di Madinah.

IV.        UTSMAN BIN AFFAN

A.    Biografinya

Nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syam bin Abdu Manaf bin Qusyai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwa’i bin Gholib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin ‘Adnan. (Ibnu Katsir, 2006:319)

Beliau masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar Shiddiq. Beliau adalah orang pertama yang hijrah ke negeri Ethiopia, kemudian kembali ke Makkah dan hijrah ke Madinah. Ketika istri beliau Ruqoyyah binti Rosulullah SAW meninggal, Rosulullah menikahkannya dengan adik istrinya, Ummu Kaltsum. Itulah sebabnya, beliau mendapat gelar “Dzin Nurroini”. Beliau tidak ikut perang Badar karena ditugaskan menjaga istrinya yang sedang sakit berat, namun pada peperangan-peperangan berikutnya selalu ikut serta. (Ibnu Katsir, 2006:327)

B.     Pengangkatannya Sebagai Khalifah

Umar memerintah selama 10 tahun. Masa jabatannya berakhir dengan kematian, karena dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah. Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia sebelum wafat menunjuk 6 orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi kholifah. (A. Syalabi, 1987:267). 6 orang tersebut adalah Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqas dan Abdurrahman bin ‘Anf. Kelompok tersebut diketuai Abdurrohman dan ditambah satu lagi yaitu Abdullah bin Umar, namun ia tidak memiliki hal untuk dipilih menjadi kholifah. (Abdul Karim, 2007:88). Setelah mendapatkan suara mayoritas, yang sebelumnya melalui persaingan yang ketat antara Utsman dan Ali, akhirnya Utsman dipilih sebagai kholifah. (Hasan Ibrahim Hasan, 1989:54)

C.    Kebijakan Politiknya

Utsman menjabat sebagai kholifah selama 12 tahun. Selama pemerintahannya itu, keadaan bisa dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode kemajuan dan periode kemunduran (Abdul Karim, 2007:90). Periode I pemerintahannya membawa kemajuan luar biasa, sedang periode II kekuasaannya identik dengan kemunduran dan huru-hara yang luar biasa sampai akhirnya beliau tewas di tangan pemberontak.

Ada beberapa kebijakan politik Utsman yang cukup menonjol, antara lain:

1.      Melanjutkan Ekspansi Wilayah Islam

Pada masa pemerintahannya, berkat jasa para panglima yang ahli dan berkualitas, di mana peta Islam sangat luas dan bendera Islam berkibar dari perbatasan Aljazair (Barqah dan Tripoli, Syprus di front al-Maghrib bahkan ada sumber menyatakan sampai ke Tunisia) di al-Maghrib, di Utara sampai ke Aleppo dan sebagian Asia Kecil, di Timur Laut sampai ke Ma Wara al-Nahar – Transoxiana – dan di Timur seluruh Persia, bahkan sampai di perbatasan Balucistan (wilayah Pakistan sekarang), serta Kabul dan Ghazni. (Abdul Karim, 2007:91)

2.      Membentuk Armada Laut yang Kuat

Pada masa pemerintahannya, Utsman berhasil membentuk armada laut dengan kapalnya yang kokoh sehingga berhasil menghalau serangan-serangan di Laut Tengah yang dilancarkan oleh tentara Bizantium dengan kemenangan pertama kali di laut dalam sejarah Islam. (Abdul Karim, 2007:91)

3.      Menggiatkan Pembangunan

Utsman berjasa membangun banyak bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Beliau juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah. (Badri Yatim, 2003:39)

4.      Menulis Kembali Penulisan Mushaf Al-Qur’an

Diantara jasa Utsman yang besar adalah telah menyatukan kaum muslimin pada satu qiro’ah dan dituliskannya bacaan Al-Qur’an terakhir yang diajarkan oleh Jibril kepada Rosulullah SAW yakni ketika Jibril mendiktekan Al-Qur’an kepada Rosulullah pada tahun terakhir masa hidup beliau. (Ibnu Katsir, 2006:349)

Utsman meminta mushaf yang disimpan oleh Hafshah yang merupakan hasil pengumpulan pada masa Abu Bakar, untuk ditulis kembali. Maka ditulislah satu mushaf Al-Qur’an untuk penduduk Syam, satu mushaf untuk penduduk Mesir, satu mushaf untuk penduduk Basrah, satu mushaf dikirim ke Kufah, begitu juga ke Makah dan Yaman, serta satu mushaf untuk Madinah. (Ibnu Katsir, 2006:350).

Demikianlah beberapa jasa Utsman yang cukup menonjol. Pada paroh terakhir masa kekholifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu. (Badri Yatim, 1993:38)

Menurut Badri Yatim (1993:38), salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi (nepotisme). Namun anggapan nepotisme yang demikian ditolak oleh Abdul Karim. Menurut Abdul Karim (2007:105) bahwa nepotisme Utsman tidak terbukti. Karena, pengangkatan saudara-saudara berangkat dari profesionalisme kinerja mereka di lapangan. Akan tetapi memang pada masa akhir kepemimpinan Utsman, para gubernur yang diangkat tersebut bertindak sewenang-wenang terutama dalam bidang ekonomi. Mereka di luar kontrol Utsman yang memang sudah berusia lanjut sehingga rakyat menganggap hal tersebut sebagai kegagalan Utsman, sampai pada akhirnya Utsman mati terbunuh.

V.           ALI BIN ABI THOLIB

A.    Biografinya

Nama lengkap beliau adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdi Manaf bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi Manag bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Chalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhar bin Kinanah. Kuniah beliau yang masyhur adalah Abul Hasan, sedang Rosulullah SAW menggelarinya dengan Abu Turab. (Ibnu Katsir, 2006:415)

Beliau merupakan bocah yang pertama kali masuk Islam (saat berusia 7 tahun). Dan beliau tercatat dalam sejarah sebagai orang yang menggantikan Rosulullah SAW di tempat tidurnya pada malam berangkat hijrah ke Madinah. Beliau diangkat menjadi menantu Rosulullah SAW dan dinikahkah dengan Fatimah.

B.     Pengangkatannya Sebagai Khalifah

Setelah Utsman terbunuh pada malam Jum’at 18 Dzulhijjah Tahun 35 H, kaum muslimin mendatangi Ali dan membaiat beliau. Pada awalnya Ali menolak baiat mereka dengan menghindar ke rumah milik Bani Amru bin Mabdzul, seorang Anshar. Namun karena didesak terus, akhirnya Ali keluar menuju masjid lalu naik ke atas mimbar. Segenap kaum muslimin membaiat beliau. Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu tanggal 19 Dzulhijjah Tahun 35 H. Kemudian wilayah-wilayah Islam lainnya turut membaiat beliau kecuali penduduk Syam yang menahan baiat hingga dilakukannya qishosh terhadap pembunuh Utsman. (Ibnu Katsir, 2006:444)

C.    Kebijakan Politiknya

Ali diangkat menjadi kholifah disaat negara sedang kacau akibat pemberontakan yang menewaskan khalifah Utsman. Oleh sebab itu, masa pemerintahannya yang berlangsung hampir 5 tahun, dihabiskan untuk urusan dalam negeri. Sedang urusan ekspansi Islam ke luar wilayah, praktis terhenti.

Kebijakan politik Ali yang menonjol antara lain:

1.      Memecat Gubernur yang Sewenang-wenang

Khalifah Ali segera memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman, dikarenakan beliau yakin bahwa terjadinya pemberontakan-pemberontakan itu disebabkan oleh keteladanan politik kebijaksanaan mereka.

2.      Menarik Kembali Tanah yang Dihadiahkan oleh Utsman

Salah satu kelemahan Utsman adalah mengijinkan orang-orang Arab menguasai tanah-tanah subur disekitar wilayah yang baru dikuasainya. Hal ini dimasa Umar tidak diperbolehkan terjadi. Akibatnya penduduk pribumi kehilangan sumber perekonomiannya. Utsman juga menghadiahkan tanah-tanah kepada para pendukung yang disayanginya.

Begitu Ali menjadi kholifah, beliau menarik kembali tanah yang oleh pendahulunya dihadiahkan kepada para pendukungnya itu dan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, serta memakai kembali. Sistem distribusi persen tahunan diantara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar (Hasan Ibrahim Hasan, 1989:62)

3.      Menumpas Para Pembangkang

Tidak semua masyarakat Islam taat kepada pemerintahan Ali. Diantaranya adalah Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman. (Badri Yatim, 1993:39)

Ali mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara ini secara damai. Namun ajakan itu ditolak. Akhirnya pertempuran yang dahsyatpun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama perang “Jamal”. Zubair dan Tholhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

4.      Memindahkan Pusat Pemerintahan dari Madinah ke Kufah

Ali memindahkan ibu kota dari Madinah ke Kufah (Januari 657 M) di karenakan para pengikut Ali paling banyak berada di Kufah. (Abdul Karim, 2007:107)

5.      Berusaha Menghentikan Perlawanan Mu’awiyah

Kebijakan-kebijakan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.

Dari Kufah Ali bergerak menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, khowarij. Akibatnya, dipenghujung pemerintahan Ali, umat Islam terpecah menjadi 3 kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Ali) dan Khowarij (orang-orang yang keluar dari Ali)

Keadaan ini tidak menguntungkan Ali, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Romadhlon Tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij. (Badri Yatim, 1993:40). Dengan demikian berakhirlah masa Al-Khulafaur Rosyidun.

DAFTAR PUSTAKA

– Abdul Karim, Dr., MA, MA.

2007        Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Pustaka Book Publisher, Yogyakarta.

– Badri Yatim, Dr., MA

2003        Sejarah Peradaban Islam. (Cetakan ke 15). Raja Grafindo Persada, Jakarta.

– Bassam Tibu.

1999        Islam Kebudayaan dan Perubahan Sosial. Penerjemah: Misbah Zulfa Elizabet. Tiara Wacana, Yogyakarta.

– Harun Nasution, Dr.

1974        Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Bulan Bintang, Jakarta.

– Hasan Ibrahim Hasan.

1989        Sejarah dan Kebudayaan Islam. Penerjemah: Djahdan Humam, Kota Kembang, Yogyakarta.

– Ibnu Katsir

2006        Al-Bidayah Wan Nihayah. Penerjemah: Abu Ihsan. Cetakan ke 3. Darul Haq, Jakarta.

– Khalid Muh. Khalid.

1999        Karakteristik Perihidup Khalifah Rasulullah. Penerjemah: Mahyuddin Syaf, dkk. Cetakan ke 8. CV. Diponegoro, Bandung.

– Syalaby, A., Prof. Dr.

1992        Sejarah dan Kebudayaan Islam. Penerjemah: Mukhtar Yahya. Cetakan ke 2. Pustaka Al Husna, Jakarta.

– Warson Munawwir

1984        Kamus Al-Munawwir. PP Al-Munawwir, Yogyakarta.