Apa yang terjadi jika setiap pengukuran menggunakan satuan yang berbeda

Halo adik-adik, tahukah kalian mengapa dunia IPA menggunakan satuan-satuan pengukuran yang baku? Tentu saja ada alasannya. Nah, alasan inilah yang akan kakak jelaskan dalam materi kali ini.

Apa yang terjadi jika setiap pengukuran menggunakan satuan yang berbeda


Sebagaimana yang diketahui, pengukuran telah menjadi bagian penting dalam dunia IPA dan salah satu aspek penting yang terkait dengan pengukuran adalah satuan.

Berdasarkan jenisnya, satuan terbagi menjadi dua, yaitu satuan baku dan satuan tidak baku. Meskipun keduanya sama-sama sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi dunia IPA konsisten memilih satuan baku untuk menyertai setiap aktivitas pengukuran. Mengapa seperti itu? Yuk, berikut ini kakak jelaskan alasannya... Setidaknya, ada tiga alasan mengapa sehingga dunia IPA menggunakan satuan-satuan pengukuran yang baku, antara lain sebagai berikut:
Dengan satuan baku, hasil pengukuran akan selalu sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda. Sebagai contoh, kamu melakukan pengukuran panjang meja dengan menggunakan meteran dan mendapatkan hasil pengukuran 1 meter.  Kemudian, teman kamu melakukan pengukuran ulang, hasil yang ia dapatkan pasti akan sama. Baca lebih lanjut tentang: Alat Ukur Besaran Panjang. Beda halnya jika menggunakan satuan tidak baku, seperti jengkal. Hasil pengukuran antara kamu dengan temanmu kemungkinan besar akan berbeda karena terdapat perbedaan panjang jengkal kamu dan temanmu. Alasan kedua mengapa sehingga dunia IPA menggunakan satuan baku adalah karena satuan baku bersifat seragam dan standar. Satuan baku akan sama di semua tempat karena telah ditetapkan oleh dunia internasional. Beda halnya jika menggunakan satuan tidak baku, orang-orang yang berada di tempat berbeda akan kesulitan mengikuti pengukuran yang kita lakukan. Alasan ketiga mengapa sehingga dunia IPA menggunakan satuan baku adalah mudah digunakan dan dikonversi (diubah) ke satuan lainnya. Kemudahan itu karena tidak memerlukan banyak alat ukur, cukup dengan mencari alat ukur yang sesuai dengan satuan yang digunakan.

Misalnya, satuan kilogram alat ukurnya adalah neraca atau timbangan. Alat ukur ini mudah ditemukan di mana saja. Baca lebih lanjut tentang: Alat Ukur Besaran Massa.

Selain itu, satuan baku juga mudah dikonversi ke satuan lainnya. Misalnya, dari satuan kilogram diubah menjadi satuan gram, bisa dilakukan dengan menggunakan faktor konversi. Jadi, ada tiga alasan mengapa dunia IPA memilih menggunakan satuan-satuan pengukuran yang baku, yaitu hasil pengukuran satuan baku akan selalu sama, bersifat seragam/standar, dan mudah digunakan atau dikonversi ke satuan lain. Gimana adik-adik, udah paham kan alasan yang mendasari dunia IPA menggunakan satuan-satuan pengukuran baku. Jadi, jangan bingung lagi yah saat mendapat pertanyaan seputar satuan baku.

Sekian dulu materi kali ini, bagikan agar teman yang lain bisa membacanya. Terima kasih, semoga bermanfaat.

3+ Alasan Dunia IPA Menggunakan Satuan Pengukuran Baku 2020-07-31T08:12:00-07:00 Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Afdan Fisika

Mengapa dunia IPA menggunakan satuan satuan pengukuran yang baku, pertanyaan seperti ini mungkin pernah berada di dalam benakmu. Seperti yang diketahui, pengukuran sudah menjadi bagian penting di dalam dunia IPA. 

Pengukuran bahkan bisa dikatakan sebagai sebuah aspek penting. Salah satu yang berkaitan dengan pengukuran ialah satuan.

Pertanyaan Mengapa Dunia IPA Menggunakan Satuan Satuan Pengukuran yang Baku?

Sebenarnya, bila dilihat dari jenisnya, satuan dibagi menjadi dua yakni satuan baku serta satuan tidak baku. Kedua jenis satuan ini sama-sama sering diperguakan dalam kehidupan sehari-hari. 

Namun, untuk IPA, lebih sering menggunakan satuan baku untuk semua aktivitas pengukuran yang dilakukan. Mengapa bisa demikian? Setidaknya terdapat 3 alasan mengapa penggunaan satuan baku ini dilakukan, antara lain:

1. Hasil pengukuran selalu sama

Ketika menggunakan satu baku, nantinya hasil pengukuran yang dilakukan akan selalu sama. Bahkan, meskipun pengukuran dilakukan oleh orang yang berbeda, jika pengukuran dilakukan dengan baik, hasilnya akan selalu sama. 

Contohnya, kamu mengukur panjang meja dengan menggunakan meteran kemudian memperoleh hasil pengukuran 1 meter, kemudian saudaramu juga melakukan pengukuran, nantinya ia juga akan memperoleh hasil yang sama. 

Berbeda jika menggunakan satuan yang tidak baku seperti jengkal, bisa jadi hasil pengukuran antara dirimu dan saudaramu akan berbeda karena terdapat perbedaan hasil jengkal. 

2. Satuan baku memiliki sifat standard an seragam

Alasan lainnya mengapa satuan baku digunakan dalam dunia IPA ialah, satuan baku memiliki sifat standard an seragam. Satuan baku sama di seluruh tempat karena sudah ditetapkan oleh dunia internasional. 

Beda bila menggunakan satuan yang tidak baku, orang-orang yang ada di tempat atau belahan dunia berbeda bisa kesulitan mengikuti pengukuran yang sudah dilakukan di tempat lain.

3. Mudah digunakan serta dikonversi dalam satuan lain

Alasan yang terakhir adalah satuan baku mudah dipergunakan atau diubah dalam satuan lain. Dengan adanya kemudahan ini, kita tidak perlu menggunakan berbagai macam alat ukur.

Bahkan tidak perlu mencari alat ukur yang sesuai, kamu bisa mencari alat ukur yang pas dengan satuan yang dipergunakan. Contohnya saja seperti satuan kilogram menggunakan neraca serta timbangan. 

Dari penjelasan di atas, mengapa dunia IPA menggunakan satuan satuan pengukuran yang baku disebabkan karena hasil pengukuran akan sama, satuan baku memiliki sifat seragam dan mudah diubah ke satuan lain. 

Klik dan dapatkan info kost di dekatmu:

Kost Jogja Harga Murah

Kost Jakarta Harga Murah

Kost Bandung Harga Murah

Kost Denpasar Bali Harga Murah

Kost Surabaya Harga Murah

Kost Semarang Harga Murah

Kost Malang Harga Murah

Kost Solo Harga Murah

Kost Bekasi Harga Murah

Kost Medan Harga Murah

Jawaban: yang terjadi jika pengukuran menggunakan satuan tidak baku adalah hasilnya akan berbeda beda.. contoh mengujur meja menggunakan jengkal, setiap jengkal anak akan berbeda beda hasilnya..

Apa saja keburukan keburukan satuan tidak baku?

2.3. Kelemahan Satuan Tidak Baku

  • Satuan tidak baku memiliki sifat yang tidak tetap, hasil pengukurannya berbeda-beda.
  • Satuan tidak baku sulit ditiru.
  • Penggunaannya terbatas atau tidak bisa digunakan secara umum.
  • Tidak bisa diubah atau dikonversi ke satuan lain.

Mengapa dalam melakukan pengukuran harus digunakan satuan pengukuran yang baku brainly?

Satuan pengukur harus baku agar hasil pengukuran yang dilakukan oleh siapapun, dimanapun, kapanpun hasilnya sama dan objektif. Selain itu, agar memudahkan konversi dari satuan satu ke satuan lainya.

Ok Google apakah yang dimaksud dengan mengukur?

Mengukur adalah membandingkan besaran dengan besaran sejenis sebagai satuan; menghasilkan ukuran yang terdiri atas nilai dan satuan. Contoh mengukur, mengukur panjang meja dengan penggaris dengan cara membandingkan panjang meja dan panjang penggaris.

Satuan tidak baku apa saja?

Contoh satuan tidak baku:

  • Langkah kaki – panjang.
  • Jengkal – panjang.
  • Hasta – panjang.
  • Depa – panjang.
  • Gayung – volume.
  • Cangkir – volume.

Apakah pengukuran tidak baku?

Pengukuran tidak baku merupakan pengukuran yang hasilnya berbeda-beda karena menggunakan alat ukur yang tidak baku atau tidak standar. Ternyata pengukuran menggunakan alat ukur yang tidak baku menghasilkan hasil pengukuran yang berbeda walaupun benda yang diukur adalah benda yang sama.

Apakah kita tidak pernah luput dari kegiatan pengukuran?

Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari sesungguhnya kita tidak pernah luput dari kegiatan pengukuran. Kita membeli minyak goreng, gula, beras, daging, mengukur tinggi badan, menimbang berat, mengukur suhu tubuh merupakan bentuk aktivitas pengukuran. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengukuran merupakan bagian dari kehidupan manusia.

Apakah seseorang menembak satu sasaran?

1. Ketepatan (Accuracy) harga yang sebenarnya. Sebagai contoh yang sederhana seseorang menembak satu sasaran. Dari contoh ini dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki ketepatan yang tinggi dalam menembak. Demikian pula h alnya dengan proses pengukuran.

Apakah satuan tidak baku digunakan untuk menutupi bangun?

Luas suatu bangun adalah banyaknya satuan luas yang dapat digunakan untuk menutupi secara rapat (tanpa bertumpuk) bangun tersebut. Satuan tidak baku untuk mengukur luas suatu daerah dapat berupa daun ataupun buku. Dengan demikian satuan luas tidak baku yang dimaksud adalah satuan luas yang belum dibakukan.

Dalam proses pengukuran paling tidak ada tiga faktor yang terlibat yaitu:

  • Alat ukur,
  • Benda ukur, dan
  • Orang yang melakukan pengukuran

Hasil pengukuran tidak mungkin mencapai kebenaran yang absolut karena keterbatasan dari bermacam faktor. Yang diperoleh dari pengukuran adanya hasil yang dianggap paling mendekati dengan harga geometris obyek ukur. Meskipun hasil pengukuran itu merupakan hasil yang dianggap benar, masih juga terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Masih ada faktor lain lagi yang juga sering menimbulkan penyimpangan pengukuran yaitu lingkungan. Lingkungan yang kurang tepat akan mengganggu jalannya proses pengukuran.

1. Kesalahan pengukuran karena alat ukur 

Jika kesalahan dalam pengukuran tidak diperhatikan maka sifat-sifat merugikan ini tentu akan menimbulkan banyak kesalahan dalam pengukuran. Oleh karena itu, untuk mengurangi terjadinya penyimpangan pengukuran sampai seminimal mungkin maka alat ukur yang akan dipakai harus dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini diperlukan disamping untuk mengecek kebenaran skala ukurnya juga untuk menghindari sifat-sifat yang merugikan dari alat ukur, seperti kestabilan nol, kepasifan, pengambangan, dan sebagainya.

2. Kesalahan pengukuan karena benda ukur

Tidak semua benda ukur berbentuk pejal yang terbuat dari besi, seperti rol atau bola baja, balok dan sebagainya. Kadang-kadang benda ukur terbuat dari bahan alumunium, misalnya kotak-kotak kecil, silinder, dan sebagainya. Benda ukur seperti ini mempunyai sifat elastis, artinya bila ada beban atau tekanan dikenakan pada benda tersebut maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tidak hati-hati dalam mengukur benda-benda ukur yang bersifat elastis maka penyimpangan hasil pengukuran pasti akan terjadi. Oleh karena itu, tekanan kontak dari sensor alat ukur harus diperkirakan besarnya.

Di samping benda ukur yang elastis, benda ukur tidak elastis pun tidak menimbulkan penyimpangan pengukuran misalnya batang besi yang mempunyai penampang memanjang dalam ukuran yang sama, seperti pelat besi, poros-poros yang relatif panjang dan sebagainya. Batang-batang seperti ini bila diletakkan di atas dua tumpuan akan terjadi lenturan akibat berat batang sendiri. Untuk mengatasi hal itu biasanya jarak tumpuan ditentukan sedemikian rupa sehingga diperoleh kedua ujungnya tetap sejajar. Jarak tumpuan yang terbaik adalah 0.577 kali panjang batang dan juga yang jaraknya 0.544 kali panjang batang.

Kadang-kadang diperlukan juga penjepit untuk memegang benda ukur agar posisinya mudah untuk diukur. Pemasangan penjepit ini pun harus diperhatikan betul-betul agar pengaruhnya terhadap benda kerja tidak menimbulkan perubahan bentuk sehingga bisa menimbulkan penyimpangan pengukuran.

3. Kesalahan pengukuran karena faktor si pengukur

Bagaimanapun presisinya alat ukur yang digunakan tetapi masih juga didapatkan adanya penyimpangan pengukuran, walaupun perubahan bentuk dari benda ukur sudah dihindari. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh faktor manusia yang melakukan pengukuran. Manusia memang mempunyai sifat-sifat tersendiri dan juga mempunyai keterbatasan. Sulit diperoleh hasil yang sama dari dua orang yang melakukan pengukuran walaupun kondisi alat ukur, benda ukur dan situasi pengukurannya dianggap sama. Kesalahan pengukuran dari faktor manusia ini dapat dibedakan antara lain sebagai berikut: kesalahan karena kondisi manusia, kesalahan karena metode yang digunakan, kesalahan karena pembacaan skala ukur yang digunakan.

1. Kesalahan Karena Kondisi Manusia

Kondisi badan yang kurang sehat dapat mempengaruhi proses pengukuran yang akibatnya hasil pengukuran juga kurang tepat. Contoh yang sederhana, misalnya pengukur diameter poros dengan jangka sorong. Bila kondisi badan kurang sehat, sewaktu mengukur mungkin
badan sedikit gemetar, maka posisis alat ukur terhadap benda ukur sedikit mengalami perubahan. Akibatnya, kalau tidak terkontrol tentu hasil pengukurannya juga ada penyimpangan. Atau mungkin juga penglihatan yang sudah kurang jelas walau pakai kaca mata sehingga hasil pembacaan skala ukur juga tidak tepat. Jadi, kondisi yang sehat memang diperlukan sekali untuk melakukan pengukuran, apalagi untuk pengukuran dengan ketelitian tinggi.

2. Kesalahan Karena Metode Pengukuran yang Digunakan

Alat ukur dalam keadaan baik, badan sehat untuk melakukan pengukuran, tetapi masih juga terjadi penyimpangan pengukuran. Hal ini tentu disebabkan metode pengukuran yang kurang tepat. Kekurangtepatan metode yang digunakan ini berkaitan dengan cara memilih alat ukur dan cara menggunakan atau memegang alat ukur. Misalnya benda yang akan diukur diameter poros dengan ketelitian 0,1 milimeter. Alat ukur yang digunakan adalah mistar baja dengan ketelitian 0,1 milimeter. Tentu saja hasil pengukurannya tidak mendapatkan dimensi ukuran sampai 0,01 milimeter. Kesalahan ini timbul karena tidak tepatnya memilih alat ukur.
Cara memegang dan meletakkan alat ukur pada benda kerja juga akan mempengaruhi ketepatan hasil pengukuran. Misalnya posisi ujung sensor jam ukur, posisi mistar baja, posisi kedua rahang ukur jangka sorong, posisi kedua ujung ukur dari mikrometer, dan sebagainya. Bila posisi alat ukur ini kurang diperhatikan letaknya oleh si pengukur maka tidak bisa dihindari terjadinya penyimpangan dalam pengukuran.

3. Kesalahan Karena Pembacaan Skala Ukur

Kurang terampilnya seseorang dalam membaca skala ukur dari alat ukur yang sedang digunakan akan mengakibatkan banyak terjadi penyimpangan hasil pengukuran. Kebanyakan yang terjadi karena kesalahan posisi waktu membaca skala ukur. Kesalahan ini sering disebut, dengan istilah paralaks. Paralaks sering kali terjadi pada si pengukur yang kurang memperhatikan bagaimana seharusnya dia melihat skala ukur pada waktu alat ukur sedang digunakan. Di samping itu, si pengukur yang kurang memahami pembagian divisi dari skala ukur dan kurang mengerti membaca skala ukur yang ketelitiannya lebih kecil
daripada yang biasanya digunakannya juga akan berpengaruh terhadap ketelitian hasil pengukurannya.Jadi, faktor manusia memang sangat menentukan sekali dalam proses pengukuran. Sebagai orang yang melakukan pengukuran harus menetukan alat ukur yang tepat sesuai dengan bentuk dan dimensi yang akan diukur. Untuk memperoleh hasil pengukuran yang betul-betul dianggap presisi tidak hanya diperlukan asal bisa membaca skala ukur saja, tetapi juga diperlukan pengalaman dan ketrampilan dalam menggunakan alat ukur. Ada beberapa faktor yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan pengukuran yaitu:

  1. Memiliki pengetahuan teori tentang alat ukur yang memadai dan memiliki ketrampilan atau pengalaman dalam praktik-praktik pengukuran.
  2. Memiliki pengetahuan tentang sumber-sumber yang dapat menimbulkan penyimpangan dalam pengukuran dan sekaligus tahu bagaimana cara mengatasinya.
  3. Memiliki kemampuan dalam persoalan pengukuran yang meliputi bagaimana menggunakannya, bagaimana, mengalibrasi dan bagaimana memeliharanya.

4. Kesalahan karena faktor lingkungan

Ruang laboratorium pengukuran atau ruang-ruang lainnya yang digunakan untuk pengukuran harus bersih, terang dan teratur rapi letak peralatan ukurnya. Ruang pengukuran yang banyak debu atau kotoran lainnya sudah tentu dapat menganggu jalannya proses pengukuran. Disamping si pengukur sendiri merasa tidak nyaman juga peralatan ukur bisa tidak normal bekerjanya karena ada debu atau kotoran yang menempel pada muka sensor mekanis dan benda kerja yang kadang-kadang tidak terkontrol oleh si pengukur. Ruang pengukuran juga harus terang, karena ruang yang kurang terang atau remang-remang dapat mengganggu dalam membaca skala ukur yang hal ini juga bisa menimbulkan penyimpangan hasil pengukuran.

Akan tetapi, untuk penerangan ini ruang pengukuran sebaiknya tidak banyak diberi lampu penerangan. Sebeb terlalu banyak lampu yang digunakan tentu sedikit banyak akan mengakibatkan suhu ruangan menjadi lebih panas. Padahal, menurut standar internasional bahwa suhu atau temperatur ruangan pengukur yang terbaik adalah 20°C apabila temperatur ruangan pengukur sudah mencapai 20°C, lalu ditambah lampu-lampu penerang yang terlalu banyak, maka temperatur ruangan akan berubah. Seperti kita ketahui bahwa benda padat akan berubah dimensi ukurannya bila terjadi perubahan panas. Oleh karena itu, pengaruh dari temperatur lingkungan tempat pengukuran harus diperhatikan.

Sumber: indrasanjaya91.blogspot.com

Dapatkan Informasi Training Kalibrasi Terdekat

Untuk info Training bisa Anda dapatkan di laman berikut.