Apa yang dimaksud wakaf jelaskan menurut bahasa dan istilah

Apa yang dimaksud wakaf jelaskan menurut bahasa dan istilah

Secara bahasa, wakaf diambil dari kata wakaf (berasal dari bahasa Arab: وقف‎, [ˈwɑqf]; plural Arab: أوقاف‎, awqāf; bahasa Turki: vakıf, bahasa Urdu: وقف) yang artinya “menahan” atau “berhenti”. Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328).

Secara dasarmya, wakaf adalah menahan suatu benda atau barang dan menyalurkan manfaatnya untuk penerima manfaat yang membutuhkan.

Istilah wakaf saat ini sudah cukup populer di telinga masyarakat, namun hingga detik ini masih banyak pula yang belum tahu apa arti wakaf sebenarnya. Pengertian wakaf masih dianggap sama dengan zakat maupun sedekah, namun ternyata wakaf itu berbeda.

Dalam agama Islam, selain zakat, wakaf juga merupakan instrumen keuangan syariah yang dapat digunakan untuk ekonomi dan kesejahteraan penerima manfaat.

Dengan kata lain wakaf yakni menyerahkan kepemilikan harta manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan digunakan untuk diambil manfaatnya oleh umat. Semoga hal tersebut membuat kita selama dunia dan akhirat.

Ulama 4 madzhab yang merupakan para ahli fiqih memiliki sedikit berbeda pandangan terkait pengertian wakaf. Berikut pengertian wakaf menurut pendapat 4 imam madzhab, yaitu:

1. Pengertian Wakaf Menurut Madzhab Hanafiyah

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203)

2. Pengertian Wakaf Menurut Madzhab Malikiyah

Apa yang dimaksud wakaf jelaskan menurut bahasa dan istilah

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187).

baca juga: BEGINI HUKUM WAKAF ATAS NAMA ORANG YANG TELAH MENINGGAL

3. Menurut Madzhab Syafi’iyah

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan atas suatu benda (harta) yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376).

4. Menurut Madzhab Hanabilah

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal suatu benda atau harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185).

Download Ebook Wakaf Gratis

5. Pengertian Wakaf Menurut Undang-Undang

Menurut UU Wakaf Nomor 41 Tahun 2004, wakaf berarti perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.

Harta wakaf adalah benda yang menurut hukum memiliki nilai ekonomi untuk dikelola dan dikembangkan menjadi wakaf produktif.

Baca juga: BOLEHKAH BERWAKAF UNTUK IBU?

Saat wakif hendak menyerahkan harta wakaf kepada nazir (pengelola wakaf), maka harus ada ikrar wakif yang diucapkan secara lisan dan atau tulisan kepada nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. Ikrar tersebut berwujud Akta Ikrar Wakaf.

Wakif menunjuk mauquf ‘alaih, yaitu pihak atau individu yang memperoleh manfaat dari harta benda wakaf sesuai pernyataan kehendak wakif yang dituangkan dalam Akta Ikrar Wakaf.

Pasal 3 Undang-Undang Wakaf (UU Wakaf) No 41 Tahun 2004 mengatur bahwa wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan. Wakif tidak dapat menarik kembali harta wakaf saat sudah mengucapkan ikrar. Maka dari itu, pengelolaan dan pengembangan harta wakaf harus berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, yaitu wakif dan nazir.

Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf bahwa Akta Ikrar Wakaf atau disingkat AIW adalah bukti pernyataan kehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola nazhir sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk akta.

Wakaf memiliki beragam jenis tergantung benda yang diwakafkan untuk tujuan kemaslahatan siapa. Berikut jenis wakaf supaya paham menyeluruh arti dan tujuan barang yang diwakafkan:

Berdasarkan Peruntukan/Manfaatnya

Masih ada jenis wakaf lain yang manfaatnya dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat umum dan dapat berfungsi secara jangka panjang dengan pengelolaan yang baik dan strategis. Selengkapnya dapat dibaca di sini, ya!

baca juga: JENIS-JENIS WAKAF YANG WAJIB DIKETAHUI BIAR TIDAK KELIRU!

Sahabat bisa berwakaf dengan mudah melalui Dompet Dhuafa. Ada banyak sekali aset wakaf yang sudah dikelola dan bertumbuh menjadi aset yang produktif. Dengan begitu aset wakaf tidak hanya diam dan usang begitu saja, namun juga menjadi manfaat yang luas. Portofolionya dapat dilihat di sini, ya!

Praktik Wakaf yang Dikelola Nazir di Indonesia

Wakaf membantu kehidupan masyarakat di Indonesia untuk mendapatkan akses fasiltas yang lebih baik, seperti kisah di video ini. Yuk, ditonton hingga selesai!

Saat manfaat tersebut diterima oleh banyak orang, maka saat itu pula kebaikan yang didapatkan akan terus mengalir kepada orang yang berwakaf.

Kapan lagi bisa berwakaf dengan aman jika bukan sekarang? Yuk, wakaf sekarang di sini!

Temukan Kebaikan Wakaf di Sini

Apa yang dimaksud wakaf jelaskan menurut bahasa dan istilah

Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang bererti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).

Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Rukun Wakaf

Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).

Syarat-Syarat Wakaf

1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.