Apa yang dimaksud dengan penyajian karya seni lukis?

BENTUK PENYAJIAN KARYA SENI YANG BERKAITAN DENGAN “PENONTON”
Penulis: Pustakawan Madya ISBI Bandung Karya seni apapun itu (kecuali seni kalangenan), pada saat ini memiliki kecenderungan untuk dipertontonkan kepada penonton (audien).Penonton memiliki daya untuk membuat karya seni seseorang berada pada tataran eksistensinya.Karena pada dasarnya antara karya seni dengan penonton memiliki hubungan interaksi yang tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan sifatnya, ada tiga bentuk penyajian karya seni yang berhubungan dengan ‘penonton’ dalam penyajiannya, di antranya: seni pertunjukan, pameran, dan film.

1. Seni Pertunjukan

Seni petunjukan merupakan seni yang disajikan secara langsung dihadapan penonton yang statis diam di satu tempat dengan mengetangahkan sebuah karya seni dalam bentuk audio visual.Seni yang sering diidentikan dengan pertunjukan adalah seni teater, tari, dan musik (karawitan).Selain tiga aspek seni tersebut, ada pula seni yang identik dengan pameran seperti seni rupa, keberadaannya selalu menyertai bebearapa sajian pertunjukan, misalnya saja untuk properti dan arsistik panggung. Pertunjukan bagi Schechner merupakan ranah yang sangat luas dan selalu terkait dengan pertunjukan, kejadian, peristiwa yang berada di lingkungan kita.Rekonstruksi pembunuhan, pemilihan kepala desa, kampanye, pemilihan umum, demonstrasi menurutnya bisa menjadi pertunjukan, tetapi bukanlah seni pertunjukan. Seni pertunjukan akan terlihat kemasannya yang memiliki bobot estetik (Jaeni, 2014:5). Sekaitan dengan hal tersebut, penulis sependapat dengan Schechner, bahwa tidak semua yang kita tonton adalah tontonan (seni pertunjukan).Dalam keseharian, kita mungkin pernah secara tidak sengaja berhenti di jalan, untuk melihat kecelakaan lalulintas, pencopet yang tertangkap. Lalu kita akan mendengar ungkapan “Sudah! Sudah! Ini bukan tontonan!’, “Bubar!, memangnya ini pertunjukan?” dan sebagainya. Perkataan tersebut mensiratkan adanya pemisahan antara yang benar-benar tontonan dan yang bisa dianggap (seolah-olah) tontonan. Lalu kapan sebuah peristiwa menjadi benar-benar tontonan? Ternyata,  suatu aktivitas baru disebut sebagai tontonan apabila ia dilakukan dengan kesengajaan maksud untuk dilihat oleh orang lain, dipertontonkan atau digelar. Jadi, kehendak untuk mempergelarkan sesuatu merupakan sifat pertama tontonan.Selain itu, ketidakbiasaan merupakan sifat seni pertunjukan yang kedua.Orang pergi menonton suatu pertunjukan dengan kesadaran dan harapan ia akan menjumpai, mendengar, melihat, mengalami hal-hal yang tidak biasa. Sementara itu, Schechner dalam Jaeni (2014:12) mengatakan, “in the theatre,…it is necessary to live as if ‘as if = ‘is.”(Di dalam sebuah pertunjukan teater atau drama seorang aktor memperlakukannya dunia khayal seakan-akan nyata).Seorang aktor harus pandai berpura-pura menjadi raja, pahlawan, perampok, putri yang bijak, cerewet atau anggun hingga meyakinkan untuk membuat penonton percaya.Seorang pangrawit atau penari harus berusaha menampilkan suasana ‘gembira’ sesuai dengan karakter karya yang dibawakan, sementara keadaan emosinya sedang bersedih. Dengan demikian, karakteristik seni pertunjukan dapat kita rumuskan sebagai berikut.

Disajikan langsung ke hadapan penonton.


Hanya menyajikan sebuah karya seni.
Penonton diam di suatu tempat.
Karya seni disajikan oleh manusia.
Karya seni berupa audio-visual.
Bentuk seni terdiri dari: Teater, Tari, Musik (Karawitan).
Merupakan karya yang tidak ‘biasa’.
Memiliki fungsi dalam konteks ritual, hiburan, dan propaganda (iklan).
Memiliki kecenderungan adanya interaksi aktif antara karya seni yang ditampilkan dengan penonton.
Disajikan dalam sebuah arena tertutup (gedung pertunjukan) dan arena terbuka (lapangan).
Dinamis/pleksibel dalam hal penyajiannya, biasanya disesuaikan dengan situasi dan kondisi (tempat, penonton).
Terikat oleh ruang, waktu dan peristiwa. Sehingga cita rasa ‘feel’ yang diperoleh oleh penonton hanya dapat dirasakan pada saat itusaja, karena boleh jadi dengan karya seni yang sama, belum tentu perasaan yang dirasakan oleh penonton akan sama. Karena hal ini berkaitan dengan manusia yang menjadi media seni yang memiliki tingkat emosional yang berbeda-beda tiap waktunya.

2. Pameran

Karakterisitik yang terdapat dalam sebuah pameran dalam arti memamerkan karya seni rupa di antaranya.

Disajikan langsung kepada penonton.


Menyajikan beberapa karya seni.
Penonton/pengunjung dinamis.
Karya seni disajikan melalui benda.
Termasuk karya seni dalam bentuk visual.
Macamnya a.l. lukis, patung, kriya.
Penyajiannya dapat dilakuakan di arena tertutup atau terbuka.
Interaksi antara penonton dengan karya yang disajikan bersifat satu arah (pasif).
Penyajian statis/tetap, hal ini berkaitan dengan mediumnya berupa benda sehingga nilai estetis yang dirasakan oleh penonton relatif statis.
Memiliki fungsi dalam konteks hiburan, propaganda (iklan).

3. Film

Sesuatu hal yang aneh terjadi pada film, karena umumnya masyarakat bahkan pemerintah membedakan antara seni dengan film.Pada hal, di dalam sebuah produksi film terdapat berbagai konsep, ide, dan medium seni yang digunakan sebagai sarana penunjang terciptanya sebuah film.Dengan demikian, film sebagai karya seni tentu saja memiliki karakteristik tersendiri sesuai dengan proses yang dilalui dalam proses terbentuknya sebuah film, di antaranya:

Disajikan ke hadapan penonton melalui proses media rekam.


Hanya menyajikan sebuah karya seni.
Penonton diam di suatu tempat.
Karya seni disajikan/diekspresikan melalui manusia/pelaku (makhluk lain).
Termasuk karya seni dalam bentuk audio-visual.
Terdiri dari film layar lebar, TV.
Disajikan di arena tertutup atau terbuka (layar tancap).
Tidak ada interaksi dengan penonton (komunikasi pasif).
Penyajian statis/tetap.
Memiliki fungsi dalam konteks hiburan, propaganda (iklan). Sekaitan dengan prinsip relativitas, Whitehead menyatakan bahwa setiap pengada (being) adalah suatu sumber daya (a potential) untuk suatu proses ‘menjadi’ (becoming) satu satuan aktual yang baru. Apa dan siapa sesuatu atau seseorang itu amat ditentukan oleh bagaimana ia secara aktif menjalin relasi dengan seluruh kenyataan yang ikut mempengaruhi dan membentuk dirinya (Sudarminta, 1991:38).Sementara itu, Whitehead dalam Sudarminta juga berbicara mengenai kategori ‘proses’ atau ‘menjadi’ yang merupakan suatu realitas primer, dalam sistem pemikirannya mutlak diperlukan adanya prinsip dasariah yang memungkinkan terjadinya gerak proses tersebut. Prinsip dasariah tersebut adalah apa yang oleh Whitehead disebut prinsip ‘creativity’. Yang dia maksudkan dengan istilah ini adalah prinsip yang mendasari terjadinya proses konkresi yang melahirkan satu satuan aktual baru dari banyak satuan aktual lain yang sudah komplit atau sudah mencapai kepenuhan (‘satisfaction’) mereka (Sudarminta, 1991:39). Proses kreatif yang dilakukan oleh pelaku seni dalam mencari nilai ‘kebaruan’ boleh jadi sebagai manifestasi dari pengalaman empirik dari kreator itu sendiri yang telah terinternalisasi dalam dirinya. Hal ini merupakan refleksi dari campuran beberapa satuan aktual yang akan membentuk satu satuan aktual yang lain.  Sehingga pada akhirnya, ketika seorang seniman berkreasi maka ia akan melakukan pencampuran pengalaman empiriknya yangdianggap ‘baik’ menurut pemikirannya dan sekaligus sebagai perwujudan aktualisasi diri. Dengan kalimat lain, nilai “kebaruan” dalam sebuah karya seni akan sangat tergantung dari seberapa banyak pengalaman empirik yang diperoleh kreator itu sendiri dan apresiatornya. Bagi yang awam dengan diatonis, karya Mang Koko merupakan salah satu contoh karya “baru” pada jamannya (ruang, waktu dan peristiwa), akan tetapi jika kita telisik dari pola ritmis dan harmonisasinya yang terkontaminasi musik Barat tentu saja akan sangat hati-hati menyatakan bahwa karya tersebut benar-benar “baru”, apalagi sistem pirigan dan posisi lagu masih menggunakan pola yang suda ada. Selama sistem dan struktur yang digunakan dalam sebuah sajian seni pertunjukan masih menggunakan pola yang sudah ada, tentu saja kata “baru” itu masih klise untuk dipertanyakan kembali sejauh mana kebaruannya. Walaupun demikian, setidaknya ada beberapa ciri yang harus diperhatikan dalam menyusun Tugas Akhir penciptaan ini, di antaranya:

1. Orisinal, dan tidak sebatas memoles, mengkemas kembali atau menata ulang dari produk-produk karya seni yang sudah ada/pernah ada (relativitas kebaruan).


2. Harmonisasi dari paduan sejumlah medium seni, artinya setiap kreator  (penyaji) harus dapat memanfaatkan seluruh media seni yang ada (tari, musik, teater, rupa dan film). Tentu saja pada praktiknya kecenderungan yang berkaitan dengan kompetensi kreator akan sangat mempengaruhi bobot medium seni yang digunakan. Misalnya: jika kreatornya seseorang yang lebih kompeten di bidang karawitan, tentu saja karya yang dibuat atau dihasilkan berpengaruh terhadap persentase media karawitan yang lebih besar. Akan tetapi, pada akhirnya setiap penyaji dituntut untuk memanfaatkan semua aspek seni pada karyanya.
3. Mengandung nilai-nilai positif, baik berkaitan dengan tata kehidupan bermasyarakat maupun berbudaya/berkesenian.
4. Mengandung semangat merekonstruksi dan merevitalisasi kesenian yang eksistensinya hampir surut dengan sentuhan kreativitas, sehingga pada akhirnya kesenian itu dijadikan sebagai sumber garapan dengan konsep untuk mewujudkan karya seni pertunjukan.
5. Mengedepankan inovasi yang berakar pada benang merah nilai identitas yang berakar dari kearifan lokal yang terkait pula dengan kontekstualitasnya.
6. Hasil dari inovasi yang berangkat dari kegelisahan akan kontekstualitas seni pada jamannya. Misalnya: pupuh raehan yang di dalamnya terdapat pola harmonisasi musik Barat, merupakan jawaban atas kondisi remaja saat ini yang umumnya lebih banyak bersinggungan dengan musik Barat dalam kehidupan sehari-harinya. Hal tersebut merupakan salah satu strategi untuk menumbuhkan kecintaan kaum remaja terhadap pupuh buhun.
7. Hasil dari inovasi sintetis. Unsur-unsur pembentukan karya seni ini merupakan perpaduan dari beberapa jenis kesenian, sebagai contoh dalam benak penulis ingin mengangkat naskah pantun untuk direnovasi, revitalisasi berdasarkan kontekstualitas pada saat ini. Pada prosesnya, tentu saja akan sangat tergantung dengan keadaan pengalaman seni yang dimiliki oleh penulis. Prinsip sintetis dapat dilakukan dengan cara mengambil beberapa repertoar dan medium seni seperti dari karawitan wayang golek, tembang Sunda cianjuran dan lain-lain yang dianggap representatif dalam memunculkan kembali naskah pantun yang jarang dijumpai. DI ANTARA MACAM SUBSTANSI MEDIUM UNGKAP SENI Berbicara mengenai medium ungkap seni terkai pula dengan apa yang disebut dengan wujud seni. Wujud mempunyai arti yang lebih luas daripada ‘rupa’. Oleh karena dalam kesenian banyak hal lain yang tidak nampak oleh mata seperti misalnya: suara gamelan, nyanyian, tetapi jelas mempunyai wujud.Wujud seni terdiri dari: bentuk dan struktur.Bentuk adalah unsur terkecil yang mendukung terwujudnya sebuah karya seni.Struktur atau susunan adalah cara-cara bagaimana unsur-unsur dasar dari masing-masing kesenian dapat tersusun hingga berwujud.

1. Teater merupakan kesenian yang paling kompleks, karena dalam seni teater memerlukan beberapa unsur kesenian seperti: seni sastra, seni tari(gerak), musik,


2. seni rupa (artistik panggung). Bentuknya: gerak(akting), dialog, monolog, suara (vokal), sedangkan wujudnya : Longser.
3. Tari adalah gerak berirama, merupakan seni yang menitikberatkan pada gerak tubuh manusia dan dinikmati secara visual.Pada umumnya tari tidak terpisahkan dari dukungan musik.Bentuknya : gerak tubuh Wujudnya : Jaipongan, Badaya.
4. Seni Musik/Karawitan: pada dasarnya lebih bersifat auditif karena hal pertama yang dapat dinikmati dari sebuah alat musik adalah suaranya.Bentuk: nada, ritme, irama (tempo), dan birama.Wujudnya: instrumental, vokal dan campuran.Musik adalah produk pikiran manusia  yang diimplementasikan dengan cara menyusun suara atau bunyi (baik yang bernada atau tidak bernada) secara struktural.Struktural: misalnya melodi pokok dibawakan gambang, iringan oleh saron, bonang, rincik, dan goong.Musik adalah nada atau suara yang disusun sedemikian rupa berdasarkan ritme, tempo, timbre dan dinamika.Sementara itu, dalam bahasa musik antara suara dan bunyi memiliki maksud tertentu. Suara ditujukan untuk penamaan terhadap sumber musik yang berupa benda hidup (suara manusia), sedangkan bunyi untuk penamaan terhadap sumber musik dari alat musik.
5. Seni Rupa, seni yang hanya bisa dinikmati oleh visual (mata).Bentuknya : titik, kumpulan titik menjadi garis,kumpulan garis menjadi  bidang dan kumpulan bidang menjadi ruang. Wujudnya : Lukisan.
6. Film adalah karya manusia yang memiliki medium seni cukup kompleks dengan ditunjang pula oleh teknologi digital yang sangat canggih. Bentuknya terdiri dari: naskah, dialog, musik, artistik (rupa), potografi, lukisan (properti), dan tata cahaya. Wujudnya terdiri atas film bisu dan film suara.
7. Seni Sastra, merupakan salah satu bentuk seni yang imajinatif, karena media yang digunakan adalah kata-kata.Bentuknya: hurup,kalimat, kata-kata.Wujudnya : novel, puisi, dan dongeng.

Kata Kunci: Karya Seni,Macam-bentuk



Page 2

Beranda About Us Contact Us Daftar Isi Privacy Policy