Beribadah merupakan salah satu bentuk aktivitas spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahkan Ibadah menjadi kunci untuk meningkatkan dan menjaga stabilitas keimanan seseorang. Akan tetapi tidak sedikit masyarakat kita yang masih awam tentang aturan dan tata cara sebelum beribadah, sehingga membuat efektivitas ibadah terganggu. Salah satunya mengenai air yang digunakan sebagai media untuk menunaikan ibadah sholat. Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an dan Hadist (TAFAQUH) yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan & Pembinaan Agama Islam (DPPAI) UII, Fuat Hasanuddin, Lc., M.A selaku penyaji pada acara tersebut menyampaikan, dalam Mazhab Syafi’i ada tujuh macam air yang dikategorikan sebagai air yang boleh untuk bersesuci. “Ada tujuh air yang boleh digunakan untuk bersesuci yakni air langit (hujan), air laut, air sungai, air sumur, mata air, air salju dan juga air embun. Kemudian pengarang kitab ini memberikan kesimpulan bahwa intinya adalah semua air yang ada dibumi murni dan semua air yang turun dari langit bisa digunakan untuk bersesuci,” ungkapnya sambil menerangkan isi kitab Matan Taqrib karya Al-Qadhi Abu Syuja itu. Kemudian pada acara yang diselenggarakn pada Kamis (10/2) di Masjid Ulil Albab & melalui Zoom Meeting itu, ia menerangkan bahwa kriteria air terbagi menjadi empat macam, pertama adalah air yang suci dan mensucikan (air mutlak), kedua adalah air yang suci mensucikan tetapi makruh menggunakannya, kemudian yang ketiga air yang suci tapi tidak mensucikan, dan yang terakhir adalah air najis. Dosen Fakultas Ilmu Agama Islam UII itu juga menambahkan bahwa gaya belajar dan pola pikir masyarakat saat ini sudah berbeda dengan masyarakat pada masa lampau, seperti halnya meminta mengklarifikasi pernyataan melalui dalil dalil muttafaq, baik itu melalui Al-Qur’an, Hadist, Ijma’ maupun Qiyas. “Di zaman sekarang ini fenomenanya menarik, kalau nanya ustadz ini hukumnya apa kemudian dijawab hukumnya makruh kalau orang dulu mungkin langsung diem, kalau sekarang tidak, dalilnya mana ustadz. Saya sering mendapatkan pertanyaan seperti itu, maka ini menjadi fenomena menarik,” ungkapnya. Kemudian Fuat Hasanuddin menerangkan bahwa penggunaan dalil dalam kehidupan sehari hari dapat memberikan efek positif dalam kehidupan sehari hari. “Dalil ini bagi kita untuk memperkuat keyakinan terhadap amalan. Saya beri contoh kalau kita setiap hari ber-wudhu, tapi pernah tidak kita membayangkan ketika kita ber-wudhu misal mengusap kepala, kita terpikirkan 1 ayat di Al-qur’an tentang mengusap kepala, kalau kita memahami hal itu, membasuh kepala akan berbeda dari membasuh kepala biasa, rasanya beda,” ungkapnya. (AMG/RS)
Faedah Fiqih Syafi’i dars Umdatus Salik (1) Diantara jenis air dilihat dari hukumnya adalah air suci namun tidak mensucikan. Air tersebut suci sehingga jika mengenai benda lain tidak menjadikan benda tersebut najis. Meskipun demikian, air ini tidak bisa mensucikan sehingga tidak bisa digunakan untuk thaharah. Ada dua macam dari jenis air ini yaitu : [1] Air yang berubah disebabkan tercampur dengan dengan benda suci lain sehingga kehilangan sifat kemutlakaannya (tidak bisa lagi disebut air saja). Contoh : air murni yang tercampur dengan teh sehingga menjadi air teh, air murni yang tercampur dengan sabun sehingga menjadi air sabun. Ibnu Naqib al-Mishri rahimahullahu mengatakan, وإذا تغيّر الماء تغيرا بحيث يُسلبُ عنه اسم الماء بمخالطة شيءٍ طاهرٍ يمكِنُ الصون عنه “Jika air berubah banyak dimana tidak dapat dinamakan lagi air murni karena sebab menyatunya benda suci yang dapat dihindarkan dari air (seperti tepung atau safron) … maka tidak sah bersuci dengan air tersebut.” (Umdatus Salik : 18, tahqiq : Majid al-Hamawi) Meskipun air tercampur dengan benda suci lain namun tetap dihukumi suci dan mensucikan dengan syarat : (a) Perubahan air tidak banyak sehingga tidak hilang sifat kemutlakannya (masih bisa disebut air saja) Contoh : air murni tercampuri air teh namun tidak berubah warna, bau atau rasa atau hanya berubah tetapi sedikit sehingga masih bisa disebut air saja. (b) Benda yang mencampuri air tersebut termasuk benda mujawarah yaitu benda yang bisa dipisah dari air setelah mencampuri air atau bisa dibedakan dengan air. Benda mujawarah juga bisa membuat sifat air berubah dengan hanya sekedar berdekatan dengan air. Contoh : air tercelup kayu gaharu, air berdekatan dengan benda yang menyengat baunya sehingga bau air berubah. (c) Tercampuri dengan benda yang tidak bisa terhindarkan dari air. Contoh : ganggang, lumut, daun berguruan, tanah, atau air terlalu lama menggenang. Ibnu Naqib al-Mishri rahimahullahu berkata, وإن تغيّر بزعْفَران ونحوِه يسيرا أو بمُجاورةٍ (كعودٍ ودهنٍ مطيّبين)، أو بما لا يمكنُ الصوْنُ عنه (كطحلُبٍ ووَرَقِ شجرٍ تَنَاثر فيه وترابٍ وطولِ مكثٍ)… جَازتِ الطهارة بهِ
SRIPOKU.COM - Apa itu air musta'mal yang disebut air suci namun tidak mensucikan? Berikut ini penjelasannya. Pentingnya mengetahui pembagian air lantaran hal ini terkait dengan perkara yang diperlukan dalam ibadah. Pembagian air untuk bersuci dalam thaharah telah dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab karya mereka yang biasanya dijelaskan di bab awal. Diantaranya adalah tentang macam macam air yang digunakan untuk bersuci. Ada macam-macam air di dalam ilmu fiqih di antaranya air mutlak artinya air suci mensucikan seperti air hujan, air hujan es, air salju, air laut, air sumur, air sungai, dan air yang berasal dari mata air. Macam macam air suci mensucikan atau air mutlak tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci misalnya untuk berwudhu, mandi besar dan untuk menghilangkan najis. Selanjutnya, salah satu macam air lainnya dinamakan air musta'mal, apa itu air musta'mal? Berikut penjelasan dibagikan melalui kanal YouTube Yufid.TV - Pengajian & Ceramah Islam. Baca juga: Arti Husnul Khotimah dan Khusnul Khotimah Ternyata Punya Perbedaan Makna, Awas Ada yang Artinya Hina Pengertian air musta'mal adalah air yang kurang dari dua kulah yang telah digunakan untuk thaharah wajib, jenis air musta'mal misalnya: air wudhu basuhan pertama air atau air untuk mandi wajib. Air musta'mal adalah air yang lepas dari anggota tubuh orang yang sedang berwudhu atau mandi. Halaman selanjutnya arrow_forward Sumber: Sriwijaya Post
jafaralydrs
Air suci tapi tidak mensucikan artinya dia suci tidak terkena najis dan boleh digunakan untuk keperluan lain seperti minum dll tetapi tidak boleh digunakan untuk bersuci karena ia tidak mensucikan contohnya adalah air musta'mal yaitu air yg sudah digunakan untuk bersuci ia tetap suci tetapi tidak dapat mensucikan ...Berikutnya
Jika pada kehidupan sehari-hari kita mengenal fungsi air salah satunya adalah untuk membersihkan badan, dalam Islam ternyata tidak dapat disebut sebagai air suci. Ada pembagian macam-macam air yang terbagi menjadi empat bagian diantaranya: air suci dan menyucikan, air musyammas (air yang terkena langsung atau efek dari sinar matahari), air suci tidak mensucikan (air musta’mal), dan air mutanajjis. Pembagian di atas adalah pembagian yang telah disepakati oleh mayoritas ulama (jumhur al-ulama’). Masing-masing dari pembagian di atas berdasarkan pada dalil-dalil hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Di antara hadis-hadis tersebut ialah hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini: قَالَ: قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي المَسْجِدِ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ، فَقَالَ لَهُمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ، أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ، وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ “Abu Hurairah berkata: “seorang Arab Badui berdiri lalu kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi SAW pun bersabda kepada mereka, biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba atau seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberikan kemudahan bukan untuk memberikan kesulitan.” Di dalam kajian fiqih, air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut air banyak. Para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34). 1. Air suci dan menyucikanAir suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan: المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر، وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد
Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34). Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya. 2. Air MusyammasAir musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga. Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, tetapi tak mengapa bila dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali. Dua macam air lainnya akan dibahas pada bagian kedua tulisan ini. |