Apa pokok pokok Ahlussunnah wal Jamaah dalam masalah aqidah dan masalah masalah agama yang lain?

Illustrasi Ahlussunnah Wal Jamaah. Foto: Pixabay

Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan pemahaman tentang akidah yang berpedoman pada sunnah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Paham ini terus berkelanjutan hingga saat ini dan diikuti oleh sebagian besar umat Muslim di dunia.

Imam Ibn Hazm dalam kitabnya yang berjudul Al-Fashl Bainal Milal wan Nihal mengatakan, kelompok yang masuk dalam kategori Ahlussunnah Wal Jamaah adalah yang berpijak kepada kebenaran, termasuk didalamnya adalah ahli hadits, fikih, dan lainnya dari masa ke masa. Selain dari golongan mereka berarti merupakan kelompok pelaku bid’ah.

Lantas, apa sajakah ajaran pokok Ahlussunnah Wal Jamaah?

Ajaran Pokok Ahlussunnah Wal Jamaah

Masjid. Foto: Pixabay

A. Fatih Syuhud menjelaskan dalam buku Ahlussunnah Wal Jamaah, ideologi dan perilaku Ahlussunnah Wal Jamaah dapat terangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu iman, islam, dan ihsan. Berikut jabaran dari ketiga ajaran pokok Ahlussunnah Wal Jamaah:

Iman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran ajaran-ajaran Islam. Baik itu meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang kenabian, dan tentang hal-hal gaib yang telah dijelaskan dalam Alquran dan Al-Hadits.

Islam dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih yang telah ditetapkan oleh Alquran dan Al-Hadits dengan berbagai perangkat pemahamannya. Untuk saat ini, dari sekian banyak madzhab yang berkembang di masa awal Islam, hanya ada 4 madzhab yang sanggup bertahan, yaitu:

Madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah tidak ada generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga keasliannya.

Tasawuf adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan bertingkah laku selalu menuju satu harapan, yakni mengharap ridha Allah SWT sebagai wujud dari ihsan. Hal itu terwujud dengan mengetahui seluk-beluk penyakit hati dan mengobatinya dengan senantiasa bermujahadah dengan amal baik serta selalu bermunajat kepada Allah SWT.

Posisi Ahlussunnah Wal Jamaah di antara Aliran Lain

Illustrasi Ahlussunnah Wal Jamaah. Foto: Freepik

Mengutip buku Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara karya Subaidi, munculnya aliran-aliran dalam Islam cenderung disebabkan oleh aspek politik daripada unsur agama. Ini terlihat dari pertentangan ketika pergantian khalifah dari Utsman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib.

Pihak pertama, Thalhah dan Zubair (Mekkah) mendapat dukungan dari Aisyah. Tantangan dari Thalhah-Zubair-Aisyah ini dapat dipatahkan oleh Ali dalam perang Siffin di Irak pada tahun 656 M. Dalam pertempuran tersebut, Tholhah dan Zubair mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.

Pihak kedua adalah Muawiyah, Gubernur Damaskus yang tidak mau mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat. Hal ini didasarkan pada pembunuh Utsman bin Affan, yang tidak lain adalah anak angkat Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Ali tidak memberi hukuman yang setimpal kepada para pembunuh Utsman.

Kekecewaan Muawiyah terhadap kebijakan Ali bin Abi Thalib itu, menyebabkan perang antara keduanya. Dalam perang tersebut, tentara Ali dapat mendesak tentara Muawiyah. Karena merasa terdesak, kemudian Amr bin Ash yang terkenal licik minta berdamai dengan mengangkat Alquran.

Para ahli Alquran dari pihak Ali mendesak Ali supaya menerima dengan menggunakan tahkim. Dalam perundingan tersebut, pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy'ari, sedangkan pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash.

Hasil perundingan tersebut, Abu Musa dipersilahkan mengumumkan dengan menurunkan kedua pemuka yang bertentangan (Ali dan Muawiyah). Setelah itu, giliran Amr bin Ash mengumumkan. Namun ternyata yang diumumkan berbeda dengan hasil saat perundingan, yakni mengangkat Muawiyah sebagai khalifah.

Peristiwa tersebut jelas merugikan pihak Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang sah. Dengan adanya tahkim ini, kedudukan Muawiyah pun akhirnya naik menjadi khalifah. Melihat proses tahkim ini, sebagian tentara Ali bin Abi Thalib ada yang tidak menyetujuinya.

Sebagian tentara Ali itu berpendapat bahwa tahkim tidak dapat dilakukan oleh manusia melainkan Allah SWT dengan kembali kepada Alquran. Karenanya mereka menganggap Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah. Mereka inilah dikenal dengan istilah kelompok Khawarij (orang-orang yang keluar dan memisahkan diri dari pihak Ali bin Abi Thalib).


Page 2

CATATAN 1. Pokok-pokok ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah Pokok-pokok Ajaran Aswaja berpedoman kepada teladan Rasulullah SAW. dan para sahabat, dalam aspek keyakinan, amal-amal lahiriah, maupun akhlak hati. ketiga dimensi ini kemudian menjadi ajaran pokok agama islam. Sebagaimana isyarat dalam redaksi hadist riwayat Imam Muslim yang mengisahkan datangnya malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW. Untuk bertanya mengenai iman, islam dan Ihsan. Iman, islam dan ihsan merupakan tiga pilar yang harus diyakini dan diamalkan seorang muslim secara universal. Ketiganya harus dijalankan secara seimbang dan menyeluruh agar tidak terjadi ketimpangan. Menurut Syaikh 'Izzuddin Ibnu 'Abdissalam, objek ajaran iman adalah penataan hati. Esensi islam diartikan sebagai penataan aspek lahiriah, sedang ihsan menata aspek rohaniah. Menengok sejarahnya, muncul pula berbagai disiplin ilmu yang serius membahas tiap- tiap aspek ajaran tersebut. Dimensi iman dipelajari dalam ilmu akidah (tauhid), Islam diteliti dalam ilmu syari'at (fiqih). Sedang, ihsan dibahas dalam ilmu akhlak (tasawuf). 2. Atsar yaitu bekas, baik berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir (penetapan). 3. Karakteristik Ahlulsunnah wal Jama’ah Ada lima istilah utama yang diambil dari Al Qur’an dan Hadits dalam menggambarkan karakteristik Ahlus sunnah wal jama’ah sebagai landasan dalam bermasyarakat atau sering disebut dengan konsep Mabadiu Khaira Ummat yakni sebuah gerakan untuk mengembangkan identitas dan karakteristik anggota Nahdlatul ‘Ulama dengan pengaturan nilai-nilai mulia dari konsep keagamaan Nahdlatul ‘Ulama. 4. Hukum Orang-Orang Yang Menentang Sunnah. Para penentang Sunnah, antara lain: Mujtahid yang keliru, jahil yang di maafkan, zhalim yang melampui batas, munafik zindik, dan musrik yang sesat. 1. Mujtahid yang keliru. Diantara orang-orang yang menentang As-Sunnah sebagian besar di sebabkan karena ijtihad yang keliru dalam rangka mencari kebenaran. Bisa juga karena kurangnya pengetahuan ilmu syari’at yang mereka kuasai, atau karena semacam penakwilan khusus dengan data-data yang meragukan. Namun, dalam hal ini mereka tidak bertindak mendahului Allah dan rasulnya, dan tidak sengaja menyalahi Allah dan Rasulnya, dan beriman kepada Allah lahir maupun batin.