Apa manfaat tauhid dan hasil yang akan diperoleh seseorang yang mengimplementasikannya

Digital. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

KOMPETENSI

Dalam pembahasan ini diharapkan Anda memahami tentang:


  1. Makna Tauhid
  2. Dimensi Tauhid
  3. Makna Syahadah
  4. Implementasi Tauhid dalam Kehidupan

PENGANTAR

Akidah, sebagaimana telah kita pahami bersama, adalah ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah keyakinan. Mengapa keyakinan? Karena ruang lingkup akidah banyak berkaitan dengan hal-hal gaib yang mengutamakan keyakinan sebagai perangkat utama untuk menerima dan memahaminya, ketimbang analisa rasional. Kemudian dalam masalah akidah ini, tauhid merupakan pembahasan utamanya. Tauhid dalam Islam merupakan ajaran pokok yang harus dipahami dan diamalkan oleh semua pemeluknya. Lebih dari itu, tauhid harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa penghayatan dan pengamalan, tauhid hanya perbincangan omong kosong yang tak ada dampaknya bagi diri kita, apalagi di hadapan Allah.

MAKNA TAUHID

Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhiidan yang artinya adalah satu/esa. Dalam ajaran Islam, tauhid terwadahi dalam kalimat laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah). Tauhid artinya mengesakan Allah. Lawan dari tauhid adalah musyrik (menyekutukan) Allah. Dalam budaya tertentu terkadang kita melihat masih ada orang yang Islam, mungkin juga shalat, tapi ia ternyata masih juga melakukan sesaji untuk memuja sesuatu yang menurut mereka juga mempunyai kekuatan gaib. Yang begini ini syirik, dosa besar. Di beberapa daerah juga ada tradisi mengunjungi kuburan, bukan ziarah untuk mengambil pelajaran dan mendoakan yang ada di dalam kubur, tapi untuk meminta sesuatu pada ruh yang berada di dalam kubur. Ada juga yang pakai jimat-jimat tertentu yang dianggap mengandung kekuatan gaib. Semua ini adalah kemusyikan yang tak pernah diajarkan Nabi Muhammad SAW.

DIMENSI TAUHID

Ulama membagi tauhid ke dalam 4 (empat) dimensi/katagori utama. Pembagian ke dalam 4 dimensi/katagori ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam 4 dimensi utama inilah manusia harus mempunyai sikap tauhid kepada Allah dan dalam 4 dimensi ini manusia seringkali melalaikan Allah. Keempat dimensi ini adalah:


  1. Tauhid uluhiyyah, yaitu meyakini bahwa hanya Allah-lah Dzat Tuhan yang benar (haq) dan wajib disembah dan melakukan penyembahan/pemujaan hanya kepada-Nya. Orang-orang yang melakukan penyembahan selain kepada Allah atau menduakan Allah berarti melakukan kesalahan/kesesatan karena melakukan hal yang bertentangan dengan tauhid uluhiyyah.
  2. Tauhid rububiyyah, yaitu meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan makhluk dan mengatur seluruh realitas kehidupan. Benar bahwa dalam kehidupan ini ada hukum alam, ada hukum sebab-akibat, tapi semuanya tetap berada dalam pengaturan Allah. Orang-orang yang meyakini bahwa realitas kehidupan ada dengan sendirinya dan segala sistem kehidupan berjalan tanpa ada kendali dan pengaturan dari Allah berarti dia melakukan kesalahan/kesesatan dan bertentangan dengan tauhid rububiyyah.
  3. Tauhid mulkiyyah, yaitu meyakini hanya Allah-lah penguasa yang wajib ditaati segala aturannya. Orang-orang yang memuja dan mensakralkan pemimpin apalagi sampai mentaati perintahnya yang bertentanga dengan aturan Allah berarti ia melakukan kesalahan/kesesatan dan bertentangan dengan tauhid mulkiyyah.
  4. Tauhid asma wa sifat, meyakini bahwa Allah mempunyai nama dan sifat-sifat sebagaimana dijelaskan oleh Allah sendiri dalam kitab suci al-Quran dan melalui penjelasan Nabi Muhammad SAW (dalam al-Hadis), tanpa menambah dan menyerupakan sifat dan nama Allah itu dengan nama dan sifat-sifat makhluk. Orang-orang yang tak mempercayai, mengubah, atau pun menyerupakan sifat dan nama Allah dengan makhluk berarti ia melakukan kesalahan/kesesatan dan bertentangan dengan tauhid asma wa sifat.

MAKNA SYAHADAH

Syahadah atau syahadat artinya kesaksian, yakni kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad utusan Allah. Syahadah adalah keyakinan yang sangat kuat yang dibuktikan dengan komitmen untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.Persaksian yang pertama (kepada Allah) disebut dengan syahadat tauhid dan persaksian yang kedua (kepada Nabi Muhammad) disebut dengan syahadat rasul. Dalam ajaran Islam, syahadah terwadahi dalam kalimat syahadah: asyhadu allaa ilaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan rasulullah.

Syahadat adalah ikrar ketundukan seorang Muslim kepada Allah SWT. Karena itulah syahadat harus memenuhi tiga syarat: mengikrarkan secara lisan (iqrarun billisan), meyakini dalam hati (tashdiqun biljanan), melakukan dengan anggota tubuh (wa ‘amalun bil arkan). Membaca dua kalimat syahadat merupakan pengucapan syahadah dalam lisan. Ucapan ini tak ada gunanya jika tidak diyakini dalam hati. Kemudian keyakinan juga tak ada gunanya jika tak diikuti dengan ketaatan melakukan semua perintah Allah dengan segenap jiwa dan raga. Dengan demikian, syahadah juga merupakan janji awal bagi seorang hamba untuk mentaati perintah-perintah Allah SWT.

IMPLEMENTASI TAUHID DALAM KEHIDUPAN

Umat Islam termasuk yang mayoritas di negeri ini. Tapi diantara yang banyak itu, berapa yang benar-benar mengimplementasikan ketauhidan dan syahadahnya itu. Berapa prosen yang tauhidnya murni dari syirik dan berapa prosen pula yang syahadahnya memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas? Bahkan lebih dalam lagi, berapakah diantara mereka yang mengahayati betul ketauhidannya sehingga merasakan Allah senantiasa hadir dalam kehidupannya?

Untuk memudahkan, mari kita cek kembali syarat-syarat di atas? Pertama, untuk masalah ketauhidan. Apa syarat ketauhidan? Mengesakan Allah dan tidak menduakannya. Dengan kata lain, tauhid yang bersih dari syirik. Apakah kita sudah benar-benar terhindar dari syirik? Apakah Allah sudah menjadi satu-satunya tempat menyembah, memuja, mengabdi, memohon, bergantung, curhat? Apakah sudah?Kedua, berkaitan dengan masalah syahadah. Apa syarat syahadah? Mengucapkan dengan lisan, meyakini dalam hati, dan melakukan dengan anggota tubuh dan segenap kemampuan. Sudahkah? Jika sudah berarti syarat utama tauhid dan syahadah kita sudah baik.

Pertanyaan berikutnya adalah, apakah katuhidan dan syahadah kita sudah termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari? Sebelum menjawab pertanyaan ini mari perjelas dulu apa yang dimaksud dengan kehidupan sehari-hari. Kehidupan sehari-hari adalah kehidupan kita di dunia. Kehidupan keseharian kita. Apakah dengan pemenuhan syarat-syarat di atas belum cukup untuk dikatakan bahwa ketauhidan dan syahadah kita sudah terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari? Betul, belum cukup. Mengapa? Jawabnya ada dua hal: pertama, terkadang semua ketaatan yang kita jalani berjalan sebagai ritual-formal belaka. Jadi semua ketaatan yang dijalankan semacam rutinitas saja. Ini adalah tingkatan yang paling dangkal. Kedua, terkadang keimanan dan ketaatan dihayati sebagai doktrin metafisis yang hanya berkaitan dengan alam akhirat. Akibatnya ketaatan dan keimanan malah menjauhkan manusia dari realitas kehidupannya dan abai terhadap kehidupan sehari-hari.

Lantas bagaimana wujud tauhid yang terimplementasi dalam kehidpuan sehari-hari? Ketauhidan yang terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari adalah ketauhidan yang mempertautkan kehidupan keseharian manusia dengan kekuasaan Allah (trensendensi kehidupan) atau mentarnsformasikan ketauhidan/keimanan kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari atau yang disebut dengan tauhid sosial. Jadi kata kuncinya ada pada dua hal: 1) transformasi ketauhidan, 2) transendensi kehidupan. Mari kita bahas satu per satu.

Pertama, transformasi ketauhidan. Tarnsformasi ketauhidan adalah mewujudkan ketauhdian kepada Allah dalam bentuk amal nyatadalam kehidupan sehari-hari. Karena kita menyadari betul bahwa Allah senantiasa bersama kita, maka kita senantiasa menjaga perilaku kita dari hal-hal buruk misalnya kesombongan, berbuat zalim, menyakiti orang lain, merugikan orang lain, dan setersunya. Sebaliknya, kita selalu terdorong unatu melakukan hal-hal yang baik misalnya bersikap ramah, menolong orang lain, peduli, empati pada sesame, dan setersunya. Intinya kehadiran kita di tengah-tengah masyarakat benar-benar membawa manfaat bagi orang lain.

Kedua, transendensi kehidupan. Transendensi kehidupan adalah upaya mengaitkan semua dinamika kehidupan ini dengan Allah SWT. Allah hadir sebagai pengawas kehidupan kita, sebagai tempat bersandar, meminta, bersyukur dan hal lain yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Saat kita menerima rezeki, pertolongan, bahkan bencana semuanya selalu terkait dengan Allah. Allah-lah yang memudahkan semuanya melalui tangan hamba-hamba-Nya. Terkadang kita hanya berterima kasih pada manusia. Kita tak pernah sadar bahwa Allah-lah yang mengetuk hatinya. Allah-lah yang memudahkan semuanya untuk kita. Jadi seharusnya, pertama kali yang kita beri ucapan terima kasih adalah Allah. Baru manusia. Demikian juga misalnya kita menerima musibah. Musibah harus menyadarkan kita bahwa itu adalah ujian, peringatan, atau bahkan azab dari Allah. Intinya semuanya perilaku kehidupan ini, kecuali ada ikhtiar lahiriah dan jawaban-jawaban rasional yang tak boleh ketinggalan harus dihubungkan dengan Allah. Jika kita membutuhkan pertolongan, jika kita punya masalah, jika kita ingin berbagi cerita, dan seterusnya, maka Allah-lah pihak pertama yang kita jadikan tempat berbagi, tempat memohon, dan tempat melabuhkan perasaan. Mengapa? Karena Dia-alah Yang Maha Mendengar. Dia-lah Yang Maha Peduli.