Apa makna pasal 23a dalam undang-undang dasar 1945

Sumber: Pixabay.com

Jakarta - Pajak merupakan salah satu instrumen penting dalam keberlanjutan pembangunan sebuah negara. Kewajiban mengenai pajak disebutkan pada pasal 23A, UUD 1945 tertulis "Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang". Kesadaran rakyat Indonesia dalam membayar pajak perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan pendapapatan negara. Hal ini dilatarbelakangi oleh rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang tergolong rendah diantara negara-negara OECD yakni 12,2%. Meskipun rasio pajak pada tahun 2019 naik 0,7% dari tahun 2018, hal ini masih lebih rendah dari rasio pajak tahun 2012 pada nilai 14%.

Direktorat Jenderal Pajak bersama Kemendikbud dan Kemenristekdikti berkoordinasi untuk meningkatkan kesadaran pajak melalui program inklusi perpajakan. Program inklusi perpajakan ini dilakukan dengan mengintegrasikan materi kesadaran pajak melalui institusi pendidikan tinggi. Upaya yang dilakukan yakni dengan memasukkan materi kesadaran pajak melalui mata kuliah wajib umum di perguruan tinggi. Tujuan utama dari program inklusi perpajakan adalah meningkatkan pemahaman pentingnya pajak sebagai komponen utama pembangunan negara.

Urgensi tentang pajak bukan hanya semata-mata kewajiban sebagai warga negara, melainkan upaya kita sebagai warga negara untuk menekan kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahterann melalui pajak itu sendiri. Sebagai agen perubahan, mahasiswa diharapkan bisa menjadi contoh bagi lingkungan sekitarnya dalam penerapan budaya sadar pajak. Selain melalui institusi pendidikan tinggi, budaya sadar pajak juga disebarkan melalui media informasi digital, dan program penelitian dan pengembangan meliputi jurnal dan publikasi ilmiah. Inklusi perpajakan merupakan sebuah program berkelanjutan yang dimulai dengan tahap edukasi pada saat ini, hingga meningkatnya kesadaran pajak pada generasi emas Indonesia tahun 2045.

Pajakku.com mendukung keberlanjutan program inklusi perpajakan melalui pelayanan pengelolaan pajak. Informasi-informasi penting yang berkaitan dengan pelaporan pajak, penghitungan pajak, dan regulasi juga tersedia di Pajakku.com. Selain itu, Pajakku.com menyediakan beberapa produk layanan aplikasi perpajakan end-to-end yang telah lolos uji DJP. Melalui aplikasi ini, proses pengolahan sistim perpajakan menjadi lebih transparan, dan diharapkan dapat meningkatkan cakupan penerimaan pajak di Indonesia.

Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian Keuangan

mohon bantuannya semua​

mohon bantuannya semua ​

mohon bantuannya semua​

Mohon bantuannya untuk jawab soal ini ​

periodisasi sistem demokrasi di indonesia Tahun 1954-1949 konstitusi,sistem pemerintah,sistem Demokrasi

apa alternatif peraturan atau kebijakan publik yang paling cocok untuk menyelesaikan masalah disuatu daerah (contohnya, kasus Hutan Adat yang Ada dide … sa kinipian yang melibatkan tokoh anggota masyarakat setempat serta aparat keamanan) JANGAN KOPAS KOPAS

Bagaimana pandangan Muhammad Yamin dalam menyampaikan gagasannya mengenai dasar Negara Indonesia​

Bagaimana pandangan Muhammad Yamin dalam menyampaikan gagasannya mengenai dasar Negara Indonesia​

Berikan 5 contoh nilai praktis di dalam keluarga

Sebutkan dua faktor perilaku keberhasilan budidaya ikan konsumsi?​

Apa makna pasal 23a dalam undang-undang dasar 1945

Darussalam,
Managing Partner DDTC

PASAL 23A UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 (selanjutnya akan disebut UU KUP) mendefinisikan pajak sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari sudut pandang kesepakatan antara otoritas pajak yang menjalankan fungsi pemungutan dan wajib pajak sebagai pihak yang dikenakan pajak, sebagaimana tertuang dalam Penjelasan atas UU KUP tahun 1983, menempatkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam bidang kenegaraan.

Disisi lain, dalam suatu negara yang mengakui adanya hak milik pribadi, pajak dipandang sebagai pengambilan sebagian harta milik rakyat oleh negara. Indonesia, berdasarkan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, mengakui adanya hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 23A dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945, pajak hendaknya tidak hanya dipandang sebagai kewajiban kenegaraan saja, tetapi juga dipandang sebagai pengambilan sebagian harta oleh negara yang tidak boleh dilakukan dengan sewenang-wenang.

Lantas, apa yang menjadi ukurannya agar pajak sebagai kewajiban kenegaraan tidak dikenakan secara sewenang-wenang?

Pasal 23A UUD 1945 dan UU KUP telah menyatakan secara tegas bahwa ukurannya adalah harus diatur dan berdasarkan undang-undang serta ketentuan turunannya yang harus sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Tentu juga, prinsip pemungutan pajak harus tetap berdasarkan kepastian dan keadilan.

Prinsip pajak harus diatur dan berdasarkan undang-undang telah lama dikumandangkan. Salah satunya oleh seorang pejuang pra Revolusi Amerika yaitu James Ostis, sebagaimana dikutip oleh Tibor R. Machan (2008), apabila pajak dikenakan diluar yang diatur atau tidak berdasarkan undang-undang adalah suatu bentuk kesewenangan (Taxation without representation is tyranny).

Terkait dengan dua pendekatan dalam memandang pajak, maka diperlukan pihak ketiga yang independen dan berperan sebagai badan peradilan pajak yang melaksanakan kekuasaan kehakiman untuk:

  1. Memastikan berapa jumlah pajak yang memang menjadi hak negara, dan
  2. Melindungi hak wajib pajak agar tidak dikenakan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Atau dengan kata lain “the right to pay no more than correct amount of tax (Duncant Bentley, 2007).

Siapa yang dimaksud dengan badan peradilan pajak di atas? Yaitu, Pengadilan Pajak yang berperan sebagai badan peradilan pajak yang menjalankan fungsi kehakiman. Hal ini didasarkan atas Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya yaitu (i) peradilan umum, (ii) peradilan agama, (iii) peradilan militer, dan (iv) peradilan tata usaha negara, serta sebuah Mahkamah Konstitusi.

Lebih lanjut, Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa pengadilan khusus dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan. Penjelasan Pasal 15 ayat (1) tersebut mengatakan bahwa pengadilan khusus dalam ketentuan ini antara lain Pengadilan Pajak di lingkungan peradilan tata usaha negara. Selain itu, keberadaan Pengadilan Pajak itu sendiri juga didasarkan amanat Pasal 27 UU KUP.

Berdasarkan uraian di atas dan bunyi Pasal 2 UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, hakekat dari keberadaan Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.