Analisislah struktur isi dan ciri kebahasaan dari cerita sejarah Roro Jonggrang

Merdeka.com - Apakah kamu suka membaca cerita sejarah? Cerita sejarah beda dengan cerita fiksi, karena sejarah harus berdasarkan fakta. Nggak hanya itu, sejarah juga harus dijelaskan denga urut agar nggak menimbulkan salah paham.

Belajar dari sejarah sangat penting agar kita nggak mengulangi kesalahan yang dulu dilakukan para pendahulu kita. Dengan membaca sejarah, kita akan semakin bijak untuk menghadapi berbagai masalah. Itulah kenapa, pencatatan sejarah sangat penting. Apa yang terjadi sekarang juga akan menjadi sejarah di masa depan. Untuk itu, dalam Bahasa Indonesia, penulisan teks cerita sejarah juga diatur tata cara penulisannya.

Untuk menulis sebuah teks cerita sejarah, kamu nggak hanya harus mengetahui struktur teksnya, tapi juga ciri-ciri kebahasaannya. Yuk simak penjelasannya di bawah ini:

1. Pronomina (kata ganti), adalah kata yang digunakan untuk menggantikan benda dan menamai seseorang atau sesuatu secara tidak langsung. Misalnya kata dia, atau mereka.

2. Frasa adverbial, adalah kata yang menunjukan kejadian atau peristiwa, waktu, dan tempat.

3. Verba material, adalah kata yang berfungsi untuk menunjukan aktivitas atau perbuatan nyata yang dilakukan oleh partisipan. Kata kerja material menunjukan perbuatan fisik atau peristiwa, misalnya membaca, menulis, dan menyapu.

4. Konjungsi Temporal (kata sambung waktu), berguna untuk menata urutan-urutan peristiwa yang diceritakan, teks cerita sejarah banya memanfaatkan konjungsi (kata penghubung) temporal.

Nah, itulah ciri-ciri kebahasaan yang harus kamu gunakan kalau ingin menulis teks cerita sejarah. Kalau kamu menulis cerita dengan struktur teks dan ciri kebahasaan yang benar, orang yang memaca teks yang kamu buat akan mudah memahami urutan cerita sejarahnya. Ternyata, menulis teks cerita sejarah nggak sulit, kan? Selamat mencoba!

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 13 are not shown in this preview.


Analisislah struktur isi dan ciri kebahasaan dari cerita sejarah Roro Jonggrang

ANALISIS CERITA RAKYAT “RORO JONGGRANG”

BERDASARKAN TEORI STRUKTURAL VLADIMIR PROPP

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah teori sastra

Dosen Pengampu : U’um Qomariyah, S.Pd., M.Hum.

Disusun oleh   :

Ummi Maesyaroh (2101411008)

Rombel 01

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2011

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin atas segala nikmat iman, islam, kesempatan, serta kekuatan yang telah diberikan Allah SWT sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah sederhana ini. Shalawat beriring salam untuk tuntunan, suri tauladan, dan Sang Idola Rasulllah SAW beserta keluarga dan sahabat Beliau yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai islam yang sampai saat ini bisa dinikmati oleh seluruh manusia di penjuru dunia.

Makalah ini merupakan syarat memenuhi nilai tugas pada mata kuliah teori sastra program studi Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia, fakultas Bahasa Dan Seni, Universitas Negeri Semarang dengan judul  Analisis Cerita Rakyat “Roro Jonggrang” Berdasarkan Teori Struktural Vladimir Propp”,   mudah–mudahan hasil karya ini dapat bermanfaat untuk kita semua yang mau mengambil ilmu dan hikmahnya.

Ucapan trimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberi do`a serta semangat sehingga penulis tidak merasa lelah dalam mengerjakan makalah ini.

Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang dapat menjadikan makalah ini lebih baik lagi. Mohon maaf atas segala kekurangan.

DAFTAR ISI

Halaman         

PRAKATA………………………………………………………………    2

DAFTAR ISI…………………………………………………………….    3

BAB I             : PENDAHULUAN……………………………………..    4

1.1              Latar Belakang Permasalahan…………………….    4

1.2              Perumusan Masalah................................................    4

1.3              Tujuan Penulisan………………………………….    5

BAB II            : PEMBAHASAN……………………………………….    6

                        2.1       Ringkasan Cerita “Roro Jonggrang”………………   6

                        2.2       Fungsi Pelaku, Skema, dan Pola Cerita…………...   8

                        2.3       Distribusi Fungsi Dikalangan Pelaku……………..    11

                        2.4       Cara-cara Pengenalan Pelaku……………………..    12

BAB III          : PENUTUP……………………………………………...   16

                        3.1       Simpulan………………………………………….    16

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..    17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang

                 Dalam studi sastra ada sejumlah  pendekatan berdasarkan beberapa teori struktural yang dapat diterapkan oleh penelaah sastra. Pendekatan karya sastra itu sendiri merupakan cara yang dilakukan untuk “mendekati” atau “memandang” karya sastra. Perkembangan pendekatan sastra di Barat yang juga mulai semarak di Indonesia selepas tahun 1980-an, makin memberi kemungkinan lain yang lebih beragam dari pendekatan struktural. Teks sastra yang semula diperlakukan sebagai struktur yang otonom dan mandiri, terlepas dari konteks sosio-kultural, menjadi objek kajian yang dapat dihubungkaitkan dengan teks-teks lain di luar sastra. Ada tiga kecenderungan perkembangan strukturalisme Prancis: Pertama, pendekatan strukturalisme dengan tokoh sentral, antara lain, Merleau-Ponty dan Barthes. Kedua, naratologi strukturalis yang bersandar pada gagasan Vladimir Propp versus Greimas. Ketiga, deskripsi teks strukturalis-linguistik khasnya lewat gagasan Claude Levi-Strauss dan Michael Riffater.

Teori struktural yang akan dibahas dalam makalah ini adalah teori dari vladimir propp yang dikatakan sebagai strukturalis pertama yang membicarakan secara serius struktur naratif. Objek penelitian Propp adalah cerita rakyat, dan yang penting diselidiki dalam dongeng bukanlah tokoh,tetapi fungsi tokoh dalam cerita. Makalah ini membahas tentang analisis cerita rakyat “Roro Jonggrang” berdasarkan teori struktural Vladimir Propp.

1.1    Perumusan Masalah

Dalam makalah ini, penulis membahas beberapa rumusan pertanyaan, yaitu :

1.    Bagaimana teori struktural Vladimir Propp?

2.    Bagaimana analisis cerita rakyat “Roro Jonggrang” berdasarkan teori struktural Valdimir Propp?

1.2    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah membahas rumusan masalah, yaitu :

1.    Mengetahui teori struktural Vladimir Propp.

2.    Mengetahui analisis cerita rakyat “Roro Jonggrang” berdasarkan teori struktural Vladimir Propp.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Ringkasan Cerita Roro Jonggrang

   Alkisah pada zaman dahulu kala di Jawa Tengah terdapat dua kerajaan yang bertetangga, Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Pengging adalah kerajaan yang subur dan makmur, dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana bernama Prabu Damar Maya. Prabu Damar Maya memiliki putra bernama Raden Bandung Bandawasa, seorang ksatria yang gagah perkasa dan sakti. Sedangkan kerajaan Baka dipimpin oleh raja denawa (raksasa) pemakan manusia yang kejam bernama Prabu Baka. Dalam memerintah kerajaannya, Prabu Baka dibantu oleh seorang Patih bernama Patih Gupala yang juga adalah raksasa. Akan tetapi meskipun berasal dari bangsa raksasa, Prabu Baka memiliki putri yang sangat cantik jelita bernama Rara Jonggrang. Prabu Baka berhasrat memperluas kerajaannya dan merebut kerajaan Pengging, karena itu bersama Patih Gupala mereka melatih balatentara dan menarik pajak dari rakyat untuk membiayai perang.

            Setelah persiapan matang, Prabu Baka beserta balatentaranya menyerbu kerajaan Pengging. Pertempuran hebat meletus di kerajaan Pengging antara tentara kerajaan Baka dan tentara kerajaan Pengging. Banyak korban jatuh dari kedua belah pihak. Akibat pertempuran ini rakyat Pengging menderita kelaparan, kehilangan harta benda, banyak di antara mereka yang tewas. Demi mengalahkan para penyerang, Prabu Damar Moyo mengirimkan putranya, Pangeran Bandung Bondowoso untuk bertempur melawan Prabu Baka. Pertempuran antara keduanya begitu hebat, dan berkat kesaktiannya Bandung Bondowoso berhasil mengalahkan dan membunuh Prabu Baka. Ketika Patih Gupolo mendengar kabar kematian junjungannya, ia segera melarikan diri mundur kembali ke kerajaan Baka.

            Pangeran Bandung Bondowoso mengejar Patih Gupolo hingga kembali ke kerajaan Baka. Ketika Patih Gupolo tiba di Keraton Baka, ia segera melaporkan kabar kematian Prabu Baka kepada Putri Rara Jongrang. Mendengar kabar duka ini sang putri bersedih dan meratapi kematian ayahandanya. Setelah kerajaan Baka jatuh ke tangan balatentara Pengging, Pangeran Bandung Bondowoso menyerbu masuk ke dalam Keraton (istana) Baka. Ketika pertama kali melihat Putri Rara Jonggrang, seketika Bandung Bondowoso terpikat, terpesona kecantikan sang putri yang luar biasa. Saat itu juga Bandung Bondowoso jatuh cinta dan melamar Rara Jonggrang untuk menjadi istrinya. Akan tetapi sang putri menolak lamaran itu, tentu saja karena ia tidak mau menikahi pembunuh ayahandanya dan penjajah negaranya. Bandung Bondowoso terus membujuk dan memaksa agar sang putri bersedia dipersunting. Akhirnya Rara Jonggrang bersedia dinikahi oleh Bandung Bondowoso, tetapi sebelumnya ia mengajukan dua syarat yang mustahil untuk dikabulkan. Syarat pertama adalah ia meminta dibuatkan sumur yang dinamakan sumur Jalatunda, syarat kedua adalah sang putri minta Bandung Bondowoso untuk membangun seribu candi untuknya. Meskipun syarat-syarat itu teramat berat dan mustahil untuk dipenuhi, Bandung Bondowoso menyanggupinya.

            Segera dengan kesaktiannya sang pangeran berhasil menyelesaikan sumur Jalatunda. Setelah sumur selesai, dengan bangga sang Pangeran menunjukkan hasil karyanya. Putri Rara Jonggrang berusaha memperdaya sang pangeran dengan membujuknya untuk turun ke dalam sumur dan memeriksanya. Setelang Bandung Bondowoso masuk ke dalam sumur, sang putri memerintahkan Patih Gupolo untuk menutup dan menimbun sumur dengan batu, mengubur Bondowoso hidup-hidup. Akan tetapi Bandung Bondowoso yang sakti dan kuat gagah perkasa berhasil keluar dengan mendobrak timbunan batu itu. Sang pangeran sempat dibakar kemarahan akibat tipu daya sang putri, akan tetapi berkat kecantikan dan bujuk rayunya, sang putri berhasil memadamkan kemarahan sang pangeran.

            Untuk mewujudkan syarat kedua, sang pangeran bersemadi dan memanggil makhluk halus, jin, setan, dan dedemit dari dalam bumi. Dengan bantuan makhluk halus ini sang pangeran berhasil menyelesaikan 999 candi. Ketika Rara Jonggrang mendengar kabar bahwa seribu candi sudah hampir rampung, sang putri berusaha menggagalkan tugas Bondowoso. Ia membangunkan dayang-dayang istana dan perempuan-perempuan desa untuk mulai menumbuk padi. Ia kemudian memerintahkan agar membakar jerami di sisi timur. Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke dalam bumi. Akibatnya hanya 999 candi yang berhasil dibangun dan Bandung Bondowoso telah gagal memenuhi syarat yang diajukan Rara Jonggrang. Ketika mengetahui bahwa semua itu adalah hasil kecurangan dan tipu muslihat Rara Jonggrang, Bandung Bondowoso amat murka dan mengutuk Rara Jonggrang menjadi batu. Maka sang putri pun berubah menjadi arca yang terindah untuk menggenapi candi terakhir. Menurut kisah ini situs Keraton Ratu Baka di dekat Prambanan adalah istana Prabu Baka, sedangkan 999 candi yang tidak rampung kini dikenal sebagai Candi Sewu, dan arca Durga di ruang utara candi utama di Prambanan adalah perwujudan sang putri yang dikutuk menjadi batu dan tetap dikenang sebagai Lara Jonggrang yang berarti "gadis yang ramping".

2.2         Fungsi Pelaku, Skema, dan Pola Cerita

Dalam analisis ini, khusus mengenai fungsi-fungsi pelaku, yang disajikan adalah definisi pokoknya saja dan ringkasan isi cerita. Sajian ringkasan isi cerita dimaksudkan sebagai penjelas fungsi. Adapun hasil analisis fungsi dalam cerita Roro Jonggang tampak sebagai berikut.

a.             Situasi Awal (lambang: µ )

Yang menjadi situasi awal cerita Roro Jonggrang adalah deskripsi mengenai dua kerajaan yaitu Kerajaan Pengging dan Kerajaan Baka. Kerajaan Pengging dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Damar Maya yang memiliki putra yang gagah perkasa dan sakti  yang bernama Raden Bandung Bandawasa. Sementara itu kerajaan Baka dipimpin oleh seorang raksasa bernama Prabu Baka dan memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Roro Joggrang. Dua kerajaan ini saling berebut kekuasaan. Hal inilah yang menjadi penyulut konflik awal pergerakan cerita sehingga muncul fungsi-fungsi sebagai berikut :

i.               Pertarungan, perjuangan

Suatu hari pecah pertempuran antara Kerajaan Baka dan Kerajaan Pengging yang disebabkan karena keinginan Prabu Baka menguasai wilayah Kerajaan Pengging. Karena banyaknya pasukan dari Kerajaan Baka, Kerajaan Pengging mengalami kewalahan.

ii.             Kemenangan

Kekalahan yang dialami Kerajaan Pengging membuat Prabu Damar Maya mengutus putranya yaitu Bandung Bandawasa untuk berperang melawan Prabu Baka beserta pasukannya. Berkat kesaktiaanya Bandung Bandawasa berhasil membunuh Prabu Baka dan memenangkan pertempuran.

iii.        Kekurangan, kebutuhan

Kabar tentang kemenangan Bandung Bandawasa dan kematian ayahnya  akhirnya cepat terdengar oleh Roro Jonggrang berkat pengaduan patih Gupala yang berhasil lolos dan kembali ke Kerajaan Baka. Hal ini membuat kesedihan dan kemarahan dihati Roro Jonggrang.

iv.           Kepulangan

Setelah menang dan dapat membunuh Prabu Baka, Bandung Bandawasa lalu segera menyerbu ke Kerajaan Baka dan disana ia bertemu dengan Roro Jonggrang dan langsung terpikat dengan pesona dan kecantikannya.

v.             Kejahatan

Telah diketahui bahwa Roro Jonggrang adalah seorang putri yang cantik dan mempesona. Kecantikannya telah membuat Bandung Bandawasa jatuh hati dan terpikat. Karena itulah Bandung Bandawasa berkeinginan melamar Roro Jonggrang untuk menjadi istrinya. Roro Jonggrang menolak untuk dijadikan istri Bandung Bandawasa karena ia merupakan pembunuh ayahnya. Tetapi penolakan Roro Jonggrang justru memancing Bandung Bandawasa untuk terus memintanya menjadi istrinya.

vi.           Tuntutan yang tidak mendasar

Roro Jonggrang yang tidak bersedia diperistri oleh Bandung Bandawasa yang merupakan pembunuh ayahnya menginginkan agar Bandung Bandawasa memenuhi dua permintaanya yang mustahil agar membuat sebuah sumur yang dinamakan Sumur Jalatunda dan membangunkan seribu candi untuknya. Bandung menyanggupinya. Dengan kesaktiannya ia berhasil membuat sumur Jalatunda.

vii.         Tugas yang sulit (berat)

Di hadapan Roro Jonggrang, Bandung menghadapi masalah karena harus membangun seribu candi. Tetapi dengan bantuan segala makhluk halus, ia membuatnya dan hampir selesai. Ia telah membuat 999 candi.

viii.       Perantaraan, peristiwa penghubung

Waktu sudah hampir habis. Tinggal satu candi lagi Bandung berhasil memenuhi keinginan Roro Jonggrang. Hal ini membuat Roro Jonggrang gelisah. Karena itu, Roro Jonggrang membangunkan dayang-dayang istana dan perempuan-perempuan desa untuk mulai menumbuk padi. Ia kemudian memerintahkan agar membakar jerami di sisi timur. Mengira bahwa pagi telah tiba dan sebentar lagi matahari akan terbit, para makhluk halus lari ketakutan bersembunyi masuk kembali ke dalam bumi. Akibatnya hanya 999 candi yang berhasil dibangun dan Bandung Bondowoso telah gagal memenuhi syarat yang diajukan Rara Jonggrang.

ix.           Penyelesaian tugas

Dalam menghadapi tugas berat itu, Bandung gagal menyelesaikannya. Hal itu karena ulah Roro Jonggrang.

x.             Penyingkapan (tabir) kepalsuan

Setelah Bandung gagal memenuhi permintaan Roro Jonggrang, ia mengetahui bahwa semua itu adalah hasil kecurangan dan tipu muslihat Rara Jonggrang, Bandung Bondowoso amat murka dan mengutuk Rara Jonggrang menjadi batu. Maka sang putri pun berubah menjadi arca yang terindah untuk menggenapi candi terakhir. Menurut kisah ini situs Keraton Ratu Baka di dekat Prambanan adalah istana Prabu Baka, sedangkan 999 candi yang tidak rampung kini dikenal sebagai Candi Sewu, dan arca Durga di ruang utara candi utama di Prambanan adalah perwujudan sang putri yang dikutuk menjadi batu dan tetap dikenang sebagai Lara Jonggrang yang berarti "gadis yang ramping".


2.3       Distribusi Fungsi di Kalangan Pelaku

Menurut Propp (1975:79--80), tiga puluh satu fungsi yang menjadi kerangka pokok cerita atau dongeng rakyat itu dapat didistribusikan ke dalam tujuh lingkaran tindakan (speres of action). Jadi, setiap lingkaran (lingkungan) tindakan dapat mencakupi satu atau beberapa fungsi. Adapun tujuh lingkaran tindakan dalam cerita Roro Jonggrang adalah sebagai berikut

a.       lingkungan aksi penjahat.

b.      lingkungan aksi donor (pembekal).

c.       lingkungan aksi pembantu.

d.      lingkungan aksi seorang putri (Roro Jonggrang) dan yang diinginkannya.

e.       lingkungan aksi perantara.

f.       lingkungan aksi pahlawan.

g.      lingkungan aksi pahlawan palsu.

2.4         Cara-Cara Pengenalan Pelaku

Berdasarkan pengamatan secara cermat terhadap cerita Roro Jonggrang diperoleh beberapa model atau cara pengenalan pelaku seperti di bawah ini. Pelaku yang dimaksudkan adalah penjahat, pembantu, perantara, pahlawan, pahlawan palsu, dan sang putri. Dalam cerita Roro Jonggrang, masing-masing penjahat, baik Prabu Baka maupun Patih Gupala dan para prajurit beserta tindakan kejahatan mereka, diperkenalkan sekali dalam perjalanan cerita (dalam arti yang fungsional dalam struktur). Prabu Baka muncul ketika akan menyerang Kerajaan Pengging yang dipimpin Prabu Damar Maya dan ia bermaksud menghancurkan dan merebut wilayah Kerajaan Pengging. Sementara itu, Roro Jonggrang muncul dengan tipu muslihatnya ketika hendak menolak keinginan Bandung Bandawasa untuk mempersuntingnya menjadi istri Bandung. Penolakan dilakukan tidak lain karena Bandung adalah pembunuh ayahnya yaitu Prabu Baka.

Dalam cerita ini pembantu dimunculkan bukan sebagai suatu kebetulan. Para makhluk halus bersedia membantu Bandung Bnadawasa ketika diberi dua permintaan sebagai syarat jika ingin menikahi Roro Jonggrang. Di lain pihak, unsur bantuan juga datang untuk Roro Jonggrang dari para dayang-dayang istana dan perempuan-perempuan desa untuk menumbuk padi guna menggagalkan usaha Bandung dalam memenuhi permintaan Roro Jonggrang. Demikianlah selintas tentang cara pengenalan pelaku dan beberapa unsur penghubung peristiwa dalam cerita “Roro Jonggrang”

BAB III

PENUTUP

3.1       Simpulan

            Dari seluruh pembahasan di depan, akhirnya dapat diambil beberapa simpulan dan catatan sebagai berikut. Ditinjau dari sisi fungsi-fungsi pelaku, cerita “Roro Jonggrang” dibentuk oleh kerangka cerita yang terdiri atas sepuluh fungsi. Jumlah sepuluh fungsi itu sendiri terbentuk dari satu pola keinginan (kekurangan, kebutuhan) dan pola kejahatan. Oleh karena cerita ini diakhiri dengan sad ending, padahal di dalamnya terdapat pola kejahatan, dapat ditafsirkan bahwa cerita ini mengandung tema moral. Artinya, siapa yang berbuat kebaikan akan menerima ganjaran sepantasnya dan siapa yang berbuat kejahatan akan menerima hukuman yang setimpal.
            Dilihat dari distribusi fungsi di kalangan pelaku, dapat dinyatakan bahwa tokoh yang menduduki tokoh utama adalah Bandung Bandawasa dan Roro Jonggrang. Selain itu, semua pelaku dalam cerita diperkenalkan secara wajar dan logis, dalam arti tidak ada unsur kebetulan (ndilalah) dan tidak ada unsur deux ex machina 'dewa yang muncul dari mesin'. Padahal, unsur-unsur semacam itu biasanya banyak muncul dalam cerita atau dongeng-dongeng rakyat.

            Akhirnya, perlu diberikan catatan bahwa analisis cerita “Roro Jonggrang” berdasarkan teori struktural ala Propp ini barulah merupakan suatu uji-coba teori Barat terhadap cerita rakyat Indonesia (Jawa) yang hasilnya pasti masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, uji-coba semacam ini perlu dilakukan terus-menerus sehingga, jika mungkin, akan dapat ditemukan ciri khusus atau keunikan tersendiri dalam cerita-cerita rakyat Nusantara (Indonesia).

DAFTAR PUSTAKA

Handout teori sastra