Upaya sosiologis apa yang dianggap efektif mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja

Materi : Sosiologi

Maraknya penyalahgunaan narkoba telah banyak mempengaruhi mental para remaja. Masa depan bangsa bergantung sepenuhnya pada upaya pembebasan kaum muda dari bahaya narkoba. Narkoba telah menyentuh lingkungan yang semakin dekat dengan kita semua. Teman dan saudara kita mulai terjerat oleh narkoba yang sering dapat mematikan. Tidak sedikit yang telah menjadi korban. Penyalahgunaan narkoba dapat menghilangkan kesadaran dari pemakainya, menyebabkan paranoia (linglung), juga dapat membuat pemakainya melawan orang tua, tidak jujur, bahkan melakukan tindakan kriminal seperti pencurian, perampasan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Upaya mencegah penyalahgunaan narkoba, antara lain, dapat dilakukan dengan membangkitkan kesadaran beragama, melakukan hal-hal positif dan bermanfaat, selektif dalam memilih teman, menghindari diri dari lingkungan yang merusak, dan membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling mengingatkan. Bila berhadapan dengan teman yang terlibat penyalahgunaan narkoba maka sikapilah secara simpatik. Mengetahui fakta-fakta tentang narkoba termasuk akibat penyalahgunaannya berguna untuk membuka kesadaran kita akan bahaya narkoba.

Upaya sosiologis apa yang dianggap efektif mencegah penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja?

  1. Peningkatan kesadaran beragama
  2. Konsultasi klinis pecandu narkoba
  3. Rehabilitasi mental pecandu narkoba
  4. Kriminalisasi pecandu narkoba
  5. Penguatan kelompok anti narkoba

“Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia ”  (Ir. Soekarno)

Pesan ini menunjukkan bahwa pemuda adalah harapan bangsa. Sejarah telah membuktikan peran pemuda sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sampai kini, semangat, energi, intelektualitas, kreativitas, dan jiwa patriotisme para pemuda sangat dibutuhkan dalam mengisi kemerdekaan. Apalagi, sekarang Indonesia sedang menikmati bonus demografi yaitu kondisi ketika jumlah penduduk usia produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif. Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020, usia produktif di Indonesia mencapai 70,72 % dari 270,72 juta jiwa penduduk Indonesia (BPS, 2021).  Bonus demografi ini adalah peluang emas bagi Indonesia untuk dapat mempercepat pembangunan dan kesejahteraan jika generasi muda sebagai bagian dari bonus demografi tersebut merupakan generasi unggul.  Oleh karena itu, generasi muda harus dijauhkan dari segala ancaman yang berpotensi merusak kualitas serta kuantitas mereka sebagai aset bangsa. Salah satu ancaman nyata yang berpotensi merusak generasi muda adalah penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja rentan terlibat penyalahgunaan narkoba. Penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 2018 di 18 provinsi menyebutkan jumlah penyalahguna narkoba kategori satu tahun pakai di kalangan pelajar dan mahasiswa mencapai 2.297.492 jiwa (BNN, 2019). Kemudian penelitian tahun 2019 yang dilaksanakan di 34 provinsi Indonesia menjelaskan bahwa rata-rata usia pertama kali menyalahgunakan narkoba berada dalam rentang usia remaja yaitu 19,2 tahun (BNN, 2020). Kemudian jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan data dari BNN dan Polri  kategori usia <5 tahun s.d. 16-19 tahun sebesar 4, 74% atau 2.785 orang dari total 58.764 orang (BNN, 2021).

Remaja adalah fase transisi dari kanak-kanak menuju dewasa sehingga rentan terlibat perilaku berisiko. Menurut World Health Organization (WHO) remaja adalah penduduk yang berada pada rentang usia 10-19 tahun, sedangkan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Remaja mengalami perubahan yang luar biasa dari aspek fisik, emosional, dan intelektual. Perkembangan ini menantang remaja untuk menyesuaikan diri terhadap perkembangan fisik baru, identitas sosial, dan pandangan dunia yang luas (Zgourides dalam Anjaswarni & Nursalam, 2019). Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar dan tertarik pada hal-hal baru. Prefrontal cortex pada otak remaja yang mendukung kontrol diri berkembang secara bertahap, sedangkan sistem limbic pada otak yang mengatur pencarian kesenangan berkembang lebih cepat. Ketidakseimbangan ini memicu remaja untuk mencari hal-hal baru dan mengambil risiko (Medicine & Council, 2011). Masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Pada masa ini mereka akan mengadopsi pandangan dari teman sebaya atau teman kelompoknya (Yunalia dalam Yunalia & Etika, 2020). Penjelasan-penjelasan ini sejalan dengan hasil penelitian BNN bahwa alasan penyalahgunaan narkoba pertama kali di kalangan pelajar dan mahasiswa terbesar adalah rasa ingin tahu/ coba-coba selanjutnya alasan ingin bersenang-senang, dibujuk teman, dan stres masalah pribadi (BNN, 2019).

Kita perlu mengetahui faktor apa saja yang bisa mendorong remaja terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba supaya kita mampu merumuskan upaya protektif untuk melindungi mereka dari bahaya narkoba. Berikut ini adalah faktor-faktor risiko yang mendorong remaja menyalahgunakan narkoba:

Iman dan taqwa kepada Tuhan serta cara pandang/keyakinan remaja terhadap narkoba akan mempengaruhi pengambilan keputusan remaja untuk menyalahgunakan narkoba atau tidak. Kurangnya iman dan taqwa serta anggapan bahwa penyalahgunaan narkoba tidak menimbulkan konsekuensi negatif akan meningkatkan risiko penyalahgunakan narkoba pada remaja. Selanjutnya adalah self esteem, kepercayaan diri, keterampilan mengatasi masalah yang rendah  menjadi celah masuknya tawaran penyalahgunaan narkoba dalam bentuk rayuan menyesatkan, seperti: narkoba bisa mengubah penampilan seseorang menjadi lebih menarik, narkoba meningkatkan kepercayaan diri, dan narkoba solusi masalah. Rayuan menyesatkan tersebut akan berhasil jika remaja tidak mampu bersikap asertif dan tidak memiliki regulasi diri yang baik.

Keluarga bukan hanya menjalankan fungsi reproduksi. Keluarga memiliki 7 (tujuh) fungsi penting lain dalam kehidupan, yaitu: fungsi fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi cinta kasih, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan, dan fungsi pembinaan lingkungan. Kurang optimalnya pelaksanaan fungsi keluarga bisa mendorong terjadinya penyalahgunaan narkoba pada remaja.

Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan pergaulan, sekolah/kampus, dan lingkungan tempat tinggal. Konformitas teman sebaya terkadang menimbulkan efek negatif ketika remaja tidak mampu menolak narkoba karena ingin diakui atau dihargai oleh kelompok sebayanya. Lingkungan sekolah/kampus juga dapat berkontribusi dalam penyalahgunaan narkoba jika sekolah/kampus tersebut acuh tak acuh terhadap permasalahan narkoba, sistem keamanan tidak kondusif, dan ada warga sekolah/kampus yang menyalahgunakan atau mengedarkan narkoba. Selanjutnya faktor kerawanan lingkungan sekitar tempat tinggal, seperti adanya penyalahguna atau pengedar di sekitar tempat tinggal, tempat tinggal dekat tempat hiburan malam dan kos-kosan minim pengawasan, kurang ketatnya keamanan warga, dan kriminalitas yang tinggi di sekitar tempat tinggal.

Remaja bisa saja mendapat informasi yang salah tentang narkoba dari buku, website, media sosial, dsb. Remaja juga bisa terjerat narkoba karena ketidakhati-hatian berteman di media sosial.

Setelah kita mengetahui faktor risiko tersebut, maka kita dapat memetakan upaya protektif yang bisa dilakukan untuk meningkatkan ketahanan diri remaja dari bahaya penyalahgunaan narkoba. Pada level individu diperlukan upaya penguatan keimanan dan ketaqwaan kepada remaja, edukasi moral dan karakter, edukasi narkoba dan bahaya penyalahgunaannya, peningkatan keterampilan hidup untuk remaja, dan literasi bermedia. Kemudian pada level keluarga, orang tua dan seluruh anggota keluarga berupaya menjalankan perannya dengan baik dan penuh tanggung jawab supaya fungsi-fungsi keluarga terpenuhi sehingga remaja merasa aman, nyaman, dan bahagia bersama orang tua dan keluarga. Sekolah/kampus sebagai institusi pendidikan dan rumah kedua bagi remaja berupaya menciptakan lingkungan yang bersih dari narkoba, dengan cara: meningkatkan pengawasan dan keamanan lingkungan, menggiatkan kegiatan keagamaan, membuat regulasi P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba), melaksanakan tes urine berkala, melaksanakan sosialisasi P4GN, meningkatkan sarana prasarana untuk mengembangkan bakat dan hobi peserta didik, serta memberikan fasilitas konseling. Sedangkan stakeholder lainnya mendukung dengan bersinergi dalam berbagai program P4GN sesuai tugas dan fungsi masing-masing.

Berkaitan dengan pencegahan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja, Badan Narkotika Nasional (BNN) termasuk BNN Provinsi DIY dan jajaran melaksanakan amanat untuk meningkatkan ketahanan diri remaja dari ancaman bahaya narkoba melalui program prioritas nasional, yaitu: program ketahanan keluarga anti narkoba, program dialog interaktif remaja, dan program desa bersinar. Program ketahanan keluarga anti narkoba menyasar keluarga (orang tua dan anak). Program ini berupa intervensi keterampilan hidup keluarga anti narkoba meliputi pola pengasuhan dan keterampilan diri orang tua, keterampilan diri anak/remaja, dan ketahanan keluarga anti narkoba.  Tujuan program ketahanan keluarga anti narkoba adalah untuk meningkatkan kemampuan pengasuhan orang tua dan resiliensi anak, serta menurunkan perilaku negatif anak. Program dialog interaktif remaja dilaksanakan dalam rangka pembentukan remaja teman sebaya anti narkotika. Program ini bertujuan meningkatkan pemahaman dan kemampuan aplikatif kepada remaja untuk menciptakan hubungan pertemanan yang adaptif dalam menolak penyalahgunaan narkoba. Program desa bersinar (bersih dari narkoba) dilaksanakan di satuan wilayah setingkat desa/kelurahan yang memiliki kriteria tertentu di mana terdapat program P4GN massif. Program desa bersinar diperkuat dengan intervensi ketahanan keluarga anti narkoba berbasis sumber daya pembangunan desa. Dengan program ini diharapkan desa/kelurahan menggerakkan potensi sumber daya yang dimiliki untuk meningkatkan imunitas keluarga dan masyarakat dari bahaya narkoba sehingga tercipta lingkungan yang aman, nyaman, dan tentram. Program-program tersebut dilaksanakan bekerja sama dengan berbagai stakeholder di wilayah.

Permasalahan narkoba di kalangan pelajar merupakan permasalahan yang kompleks dan menjadi tanggung jawab semua pihak untuk bahu-membahu menanggulanginya. Siapapun kita, mari kita peduli dan bergerak bersama! Wujudkan generasi emas Indonesia dan jadikan bonus demografi Indonesia sebagai peluang untuk memajukan bangsa!

Penulis:

Wheni Sixtyaningsih, S.I.P., M.A.

Penyuluh narkoba ahli muda BNN Kota Yogyakarta

DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, T., & Nursalam, S. W. (2019). Deteksi Dini Potensi Kenakalan remaja (Juvenile Deliquency) dan Solusi. Sidoarjo: Zifatama Jawara.

BNN. (2019). Executive Summary Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba 2018. Jakarta: Puslidatin.

BNN. (2020). Survei Prevalensi Penyalahgunaan Narkoba 2019. Jakarta: Puslidatin.

BNN. (2021). Indonesia Drugs Report 2021. Jakarta: Puslidatin.

BNN. (2021). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Desa Bersih Narkoba. Jakarta: Direktorat Advokasi Deputi Bidang Pencegahan BNN.

BNN. (2021). Petunjuk Teknis Ketahanan Keluarga Anti Narkoba (Intervensi Keterampilan Hidup Keluarga Anti Narkoba). Jakarta: Direktorat Advokasi Deputi Bidang Pencegahan BNN.

BNN. (2021). Panduan Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pembentukan Remaja Teman Sebaya Anti Narkotika. Jakarta: Direktorat Informasi dan Edukasi Deputi Bidang Pencegahan BNN.

BPS. (2021, Januari 21). Hasil Sensus Penduduk 2020. Dipetik Desember 20, 2021, dari https://www.bps.go.id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk-2020.html

Medicine, I. o., & Council, N. R. (2011). The Science of Adolescent Risk-Taking. National Academies Press. Washington: National Academy of Sciences. Dipetik Januari 22, 2019, dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK53422/#ch1.s1

Yunalia, E. M., & Etika, A. N. (2020). Remaja dan Konfrmitas Sebaya. Malang: Ahli Media Press.

Terkait