Upaya perdamaian yang telah dilakukan PBB dalam menyikapi kasus di Serbia

KOMPAS.com - Perdamaian dunia, terutama sengketa internasional menjadi tugas Perserikatan Bangsa-bangsa.

Dalam beberapa konflik internasional yang terjadi, PBB kerap mengandalkan pemerintah Indonesia untuk menjadi penengah. 

Beberapa konflik internasional yang ditangani oleh pemerintah Indonesia yakni:

  • Perang Iran dan Irak
  • Kamboja
  • Somalia
  • Bosnia-Herzegovina
  • Mozambik
  • Filipina

Baca juga: Servius Dumais Wuisan: Peran dan Perjuangannya

Perang Iran dan Irak

Pada 22 September 1980, pasukan Irak tengah menerobos perbatasan Iran akibat masalah perbatasan yang berlarut-larut antara kedua negara. 

Selain itu, Presiden Irak, Saddam Hussein juga khawatir akan perlawanan Syiah yang dibawa oleh pemimpin agung Iran, Imam Khomeini. 

Meskipun Irak tidak mengeluarkan pernyataan perang, tentaranya tetap gagal dalam menjalankan misi mereka di Iran. 

Oleh sebab itu, Dewan Keamanan PBB turut mencari penyelesaian guna mencapai kesepakatan damai di antara dua negara itu.

Pada 20 Juli 1987, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi nomor 598 yang menawarkan Iran dan Irak untuk melakukan gencatan senjata. 

Dalam tugas sebagai Pasukan Pemelihara Perdamaian di wilayah Iran-Irak, Indonesia mengirimkan Kontingen Garuda IX yang berlangsung sejak Agustus 1988 hingga November 1990.

Personel yang terlibat dalam Kontingen Garuda IX berasal dari Angkatan Darat, Laut, dan Udara. 

Selain itu, PBB juga meminta kepada Indonesia untuk mengirimkan pasukan pemeliharaan perdamaian di wilayah tersebut. 

Baca juga: Bromartani, Surat Kabar Pertama Berbahasa Jawa

Kamboja

Pada 11 Maret 1967, Kamboja terlibat dalam konflik militer dengan kekuatan Partai Komunis Kampuchea (Khmer Merah) dan sekutunya Republik Demokratik Vietnam dan Viet Cong. 

Saat itu, Khmer Merah ingin mengklaim pengakuan kekuasaan. 

Keadaan pun semakin menjadi runyam setelah Vietnam Utara turut terlibat untuk melindungi wilayah timur Kamboja. 

Dari perang ini, mulai muncul masalah perbatasan negara di wilayah Indocina, timbul krisis sosial dan genosia yang menewaskan jutaan warga Kamboja. 

Oleh karena itu, guna melaksanakan operasi perdamaian PBB di Kamboja, pemerintah Indonesia mengirim kontingen yang disebut Kontingen XII. 

Kontingen ini diberangkatkan pada Maret 1992 yang bertugas membantu PBB dalam menciptakan situasi dan kondisi perdamaian di Kamboja.

Tugas ini ditujukan untuk menunjang kelancaran pemilihan umum guna pembentukan suatu pemerintahan yang sah.

Setelah kurang lebih dua tahun bertugas hingga Februari 1944, Kontingen XII mencetak prestasi yang menonjol.

Kontingen XII berhasil membebaskan enam personel United Nations Transitional Authority in Cambodia atau UNTAC, operasi penjaga perdamaian PBB di Kamboja.

Selain itu, mereka juga berhasil menyelamatkan dua pengamat yang ditangkap Khmer Merah. 

Baca juga: Sejarah Gerwani, Gerakan Wanita Indonesia

Somalia

Pada 1992, terjadi upaya penggulingan Presiden Siryad Barre dari kedudukannya di Somalia. 

Upaya ini dilakukan oleh sekelompok gerilyawan yang menentang kebijakannya, sehingga berakibat tumpahnya pertempuran.

Dari pertempuran tersebut, banyak rakyat yang merasa kelaparan. Tidak sedikit juga yang kemudian menungsi dari Somalia ke negara tetangganya, seperti Ethiopia dan Kenya.

Melihat kondisi Somalia saat itu, PBB memprakarsai perdamaian dan bertindak sebagai penengah dengan mengusahakan gencatan senjata.

PBB kembali memilih Indonesia untuk berperan aktif dalam mengatasi masalah di Somalia.

Untuk memenuhi permintaant tersebut, Juli 1992, pemerintah Indonesia mengirim Kontingen Garuda XIII menuju Somalia. Tugas mereka berakhir pada 5 Februari 1995. 

Baca juga: Sistem Pendidikan di Era Belanda

Bosnia-Herzegovina

Perang Bosnia terjadi pada Maret 1992, yang disebabkan oleh adanya perbedaan agama yang tidak disikapi dengan bijaksana. 

Perang ini melibatkan Bosnia dan Herzegovina, yang kemudian berujung dengan pertumpahan darah. 

Dari pertempuran ini, sejumlah lebih dari 8000 orang tewas dengan tragis, serta terjadi pembersihan etnis. 

Dalam mengatasi masalah di Bosnia-Herzegovina, PBB meminta Indonesia untuk mengirimkan Kontingen Garuda XIV. 

Tugas mereka dimulai bulan oktober 1993 hingga Juli 1996, yaitu sebagai pengamat militer pada United Nations Military Observer (UNMO). 

Kemudian, bulan November 1994, pemerintah Indonesia mengirimkan tim pengamat yang tergabung dalam United Nations Observer Mission in Georgia (UNOMIG), Kontingen Garuda XV.

Selain sebagai pengamat, mereka juga bertugas sebagai duta bangsa, yaitu memberikan penjelasan tentang Indonesia dan pasukan ABRI kepada masyarakat. 

Tugas Kontingen Garuda XV berakhir tahun 2000 dengan hasil yang memuaskan.

Baca juga: Perkembangan Sejarah Seni di Indonesia

Mozambik

Perang Mozambik dimulai tahun 1977, ketika Mozambik telah meraih kemerdekaannya dari Portugal.

Namun, keberhasilan ini ditentang oleh Gerakan Pemberontak Mozambik yang mendapat dana dari pemerintah Thodesia dan Afrika Selatan. 

Akibatnya, terdapat sekitar 1.000.000 juta orang tewas dalam pertempuran dan kelaparan. 

Hubungan antara Mozambik dengan Afrika Selatan semakin memburuk yang mengakibatkan timbulnya kekacauan politik dan militer di Mozambik.

Untuk mengatasi hal tersebut, PBB berperan sebagai penengah untuk melakukan perdamaian di antara kedua negara ini. 

PBB kemudian meminta Indonesia mengirimkan Kontingen Garuda XVI pada Juni 1984 hingga 1994. 

Tugas mereka adalah sebagai pemantau polisi sipil yang berada di bawah kendali pengamat PBB di Mozambik.

Filipina

Ketegangan konflik antara Filipina dan Moro National Liberation Front (MNLF) berakar dari adanya keinginan MNLF untuk mendirikan negara Islam di Filipina.

Akan tetapi, keinginan ini ditentang oleh pemerintah Filipina, sehingga terjadi pertempuran di antara keduanya. 

Jumlah orang yang tewas dalam konflik ini sangat bergaam, tetapi diperkirakan ada sekitar 6.015 orang.  

Dalam proses perjanjian perdamaian antara pemerintah Filipina, pemerintah Indonesia turut berpartisipasi dalam mengatasi konflik tersebut.

Pemerintah RI mengirimkan Kontingen Garuda XVII yang berangkat pada Oktober 1994.

Mereka bertugas sebagai tim pengamat gencatan senjata antara pemerintah Filipina dan Moro National Liberation Front (MNLF). 

Selama penugasan, Kontingen Garuda XVII dapat menyelesaikan tanggung jawab mereka dengan baik.

Hal ini terbukti dengan keberhasilan mereka dalam mendekatkan hubungan antara pihak MNLF dengan Filipina.

Sebagai perwujudannya, Agustus 1996, kedua pihak tersebut melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, yang kemudian sepakat dalam Perjanjian Perdamaian antara Filipina dan MNLF. 

Referensi: 

  • Notosusanto, Nugroho dan Marwati Djoened Poesponegoro. (2019). Sejarah Nasional Indonesia VI Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia (1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Upaya perdamaian yang telah dilakukan PBB dalam menyikapi kasus di Serbia

Upaya perdamaian yang telah dilakukan PBB dalam menyikapi kasus di Serbia
Lihat Foto

TOTO SIHONO

Ilustrasi perdamaian

KOMPAS.com - Perdamaian dunia adalah tujuan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dibentuk tahun 1946.

Kala itu, PBB diharapkan jadi organisasi antarnegara yang mampu menjaga perdamaian dan mencegah perang dunia meletus lagi.

Dirangkum dari Encyclopaedia Britannica, berikut beberapa peran PBB dalam mewujudkan dan menjaga perdamaian dunia:

Misi pemeliharaan dunia

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) punya Peacekeeping Operation (UNPO) atau Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP).

Dilansir dari situs Kementerian Luar Negeri, peran MPP PBB awalnya memelihara gencatan senjata dan stabilisasi situasi dalam perang.

Gencatan senjata penting untuk memberi kesempatan usaha politik dan diplomasi sebagai penyelesaian konflik.

Baca juga: Peran Indonesia Dalam Menciptakan Perdamaian Dunia

Dengan berakhirnya Perang Dingin, tugas MPP PBB berubah dari misi "tradisional" yang mengedepankan tugas-tugas militer, menjadi misi yang lebih luas.

Misi yang dulunya melibatkan tentara, kini lebih banyak melibatkan polisi dan unsur sipil.

Sifat dari konflik yang harus dihadapi oleh MPP PBB juga berubah. Sebelumnya, MPP PBB menangani konflik antarnegara.

Namun saat ini, MPP PBB dituntut untuk dapat diterjunkan pada berbagai konflik internal dan perang saudara.

MPP PBB juga dihadapkan pada realita semakin meningkatnya konflik yang bersifat asimetris, ancaman kelompok bersenjata, terorisme dan radikalisme, serta penyakit menular.

Sanksi dan tindakan militer

Sebagai anggota PBB, negara harus mematuhi semua kesepakatan yang diputuskan PBB. Jika melanggar, PBB berhak memberi sanksi.

Dalam hal perdamaian, PBB memberi sanksi militer kepada pihak yang mengancam keamanan.

Baca juga: PBB: Sejarah, Tujuan, dan Tugasnya

Sanksi ditetapkan oleh Dewan Keamanan PBB. Ada 15 anggota Dewan Keamanan, lima adalah anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap.

Lima anggota tetap PBB adalah:

  1. Amerika Serikat
  2. Inggris
  3. Rusia
  4. China
  5. Perancis

Sementara 10 anggota tidak tetap PBB dipilih setiap dua tahun sekali oleh Majelis Umum.

Setiap anggota punya satu suara. Seluruh anggota PBB harus menaati keputusan yang diambil Dewan Keamanan.

Pengendalian senjata

Perang Dunia II menimbulkan kerugian yang hebat karena penggunaan senjata pemusnah massal.

Para pendiri PBB berharap perdamaian dapat berujung pada pengurangan jumlah senjata di dunia.

Upaya pengurangan senjata dimulai dari penghapusan senjata paling berbahaya, senjata nuklir.

Baca juga: Perjanjian Senjata Nuklir: Isi, Pelanggaran, dan Posisi Indonesia

Pada 1 Juli 1968, 62 negara menandatangani Perjanjian Nuklir. Tiga negara besar yang menandatangani kala itu adalah Inggris, Amerika Serikat, dan Uni Soviet.

Perjanjian Nuklir atau Nuclear Non-proliferation Treaty (Perjanjian Non-proliferasi Nuklir) adalah perjanjian antarnegara pemilik senjata nuklir untuk tidak membantu negara lain memproduksinya.

Perjanjian ini baru efektif dilaksanakan sejak Maret 1970. Tiga pilar utama dalam Perjanjian Nuklir sebagai berikut:

  1. Perlucutan senjata nuklir
  2. Non-proliferasi (tidak mengembangkan) senjata nuklir
  3. Penggunaan bahan nuklir untuk tujuan damai.

Perjanjian Nuklir berlaku selama 25 tahun untuk kemudian diperbarui. Pada 1995, sebanyak 174 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan Perjanjian Nuklir berlangsung selamanya dan tanpa pengecualian.

Negara-negara lain yang menemukan teknologi nuklir, meratifikasi atau mengikuti perjanjian ini.

Baca juga: Ambisi Nuklir Sukarno di Serpong

Namun Perjanjian Nuklir kerap dikritik tidak adil. Ini karena negara yang belum punya senjata nuklir dilarang mengembangkannya.

Sedangkan negara yang sudah punya, dipersilakan menyimpan senjatanya. Kendati demikian, negara-negara yang belum punya senjata nuklir menerimanya.

Pada 1968 disepakati juga, negara-negara pemilik senjata nuklir dapat membantu negara-negara yang tidak punya senjata nuklir mengembangkan teknologi nuklir.

Teknologi yang dikembangkan bukan untuk pertahanan, melainkan untuk pembangkit listrik.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.