Tuliskan keterangan yang harus dimuat dalam faktur pajak terkait penyerahan BKP atau penyerahan JKP

Ilustrasi Belajar Pajak

Indonesia - Dalam penyerahan barang/jasa kena pajak (BKP/JKP) oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), PKP wajib membuat Faktur pajak sebagai bukti pemungutan Pajak (PPN/PPnBM). Kewajiban tersebut dibebankan kepada PKP untuk setiap penyerahan barang kena pajak, jasa kena pajak, ekpor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud dan ekspor jasa kena pajak.

Untuk memberikan kepastian hukum mengenai saat PPN terutang, sangatlah penting penentuan kapan Faktur pajak harus dibuat oleh PKP penjual BKP/JKP. Pada prinsipnya Faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan BKP/JKP atau saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum penyerahan atau saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan, namun dalam hal tertentu dimungkinkan saat pembuatan Faktur pajak tidak sama dengan saat tersebut, Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk mengatur saat lain sabagai saat pembuatan Faktur Pajak.

Berikut adalah saat pembuatan Faktur pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 151/PMK.011/2013.

1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu;

 a. Penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat:

  •  BKP berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
  • BKP berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang;
  • BKP berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan; atau
  • Harga atas penyerahan BKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.

b. Penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.

c. Penyerahan BKP tidak berwujud, terjadi pada saat:

  • Harga atas penyerahan BKP tidak berwujud diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten; atau
  • Kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya.

d. BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:

  • Ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
  • Berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar;
  • Tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
  • Diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data atau dokumen yang ada.

e. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat 2 huruf d UU PPN atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada saat:

  • Disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
  • Ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.

2 . Saat Penyerahan Jasa Kena Pajak, yaitu;

  • Harga atas penyerahan JKP diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh PKP, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
  • Kontrak atau perjanjian ditandatangani; atau
  • Mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri JKP.

3. Saat ekspor BKP Berwujud terjadi pada saat BKP dikeluarkan dari Daerah Pabean.

4. Saat ekspor BKP tidak berwujud terjadi pada saat Penggantian atas BKP Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

5. Saat ekspor JKP terjadi pada saat Penggantian atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

Faktur Pajak Gabungan

 Selain Faktur Pajak yang dimaksud diatas PKP dapat menerbitakan Faktur pajak Gabungan yang meliputi seluruh penyerahan BKP/JKP selama satu bulan kalender, Faktur pajak tersebut harus dibuat paling lambat akhir bulan penyerahan BKP/JKP.

Sangsi tidak membuat atau terlambat membuatan Faktur Pajak.

 Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu selain wajib menyetor PPN yang terutang juga dikenakan sangsi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (Pasal 14 UU KUP).

Disamping itu, Faktur pajak diterbitkan oleh PKP tetapi telah melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak. Dan bagi PKP pembeli/penerima BKP/JKP PPN yang tercantum di Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

Kita tentu sering mendengar istilah faktur pajak standar dan faktur pajak sederhana. Yang dimaksud dengan Faktur Pajak Standar adalah Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan yang pengisiannya sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU PPN. (PenjelasanPasal 13 ayat (5) UU. Nomor 18 Tahun 2000).

Sedangkan Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (7) UU Nomor 18 Tahun 2000. Oleh karena Faktur Pajak Sederhana merupakan Faktur Pajak yang isinya tidak mencantumkan secara lengkap hal-hal yang diatur dalam Pasal 13 ayat (5), maka Faktur Pajak Sederhana hanya merupakan bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai dan tidak dapat dipakai sebagai dasar pengkreditan Pajak Masukan.


Pada Undang-undang PPN yang baru (UU. No. 42 Tahun 2009) tidak dikenal lagi istilah Faktur Pajak Standar dan Faktur Pajak Sederhana. Oleh karena itu formulir faktur pajak yang harus dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak perlu disesuaikan, dari "Faktur Pajak Standar" menjadi "Faktur Pajak". Di dalam Pasal 13 ayat (5) UU. Nomor 18 Tahun 2000 disebutkan bahwa dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat :

  1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

Pasal 13 ayat (5) adalah merupakan salah satu pasal dalam UU. PPN yang mengalami perubahan. Perubahan dimaksud adalah perubahan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat (5) UU. Nomor 42 Tahun 2009, yang berbunyi sebagai berikut :

Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

  1. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;

  2. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

  3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.

Kalau kita perhatikan, perubahan keterangan yang harus dicantumkan pada faktur pajak adalah tidak perlu lagi mencantumkan jabatan dari pejabat yang berhak menandatangani faktur pajak.

Lebih lanjut kalau perhatikan contoh formulir faktur pajak pada Peraturan Dirjen Pajak No. PER-13/PJ/2010, tidak perlu lagi mencantumkan NPPKP dan tanggal pengukuhan PKP baik untuk PKP Penjual maupun PKP Pembeli. Formulir Faktur Pajak sesuai ketentuan PER-13/PJ./2010 dapat didownload di sini (Faktur Pajak Rupiah dan Faktur Pajak Valas)


Advertisement