Tradisi masyarakat Arab sebelum Islam yang tinggal di gurun gurun antara lain

Perniagaan yang telah mendarah daging bagi warga Arab

saharamet.org

Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

Rep: Dea Alvi Soraya Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sebelum cahaya Islam menerangi jazirah Arab, warga Arab terbagi menjadi dua wilayah, yaitu Arab Badui (kampung) dan Arab Hadhari (perkotaan). Untuk bertahan hidup, warga Arab Badui menggantungkan sumber kehidupannya dengan beternak. Mereka hidup secara nomaden atau berpindah-pindah sambil menggiring ternak mereka menuju daerah dengan curah hujan tinggi atau ke padang rumput.

Mereka mengonsumsi daging dan susu hasil ternak, membuat pakaian, kemah, dan perabot dari wol (bulu domba)serta menjualnya jika keperluan pribadi dan keluarganya sudah terpenuhi. Untuk mengukur taraf kekayaan seorang warga Arab Badui maka hitunglah jumlah hewan ternak yang mereka miliki. Karena semakin banyak hewan ternak maka semakin tinggi pula derajat sosial mereka.

Adapun warga Arab perkotaan memiliki dua bagian, yaitu penduduk yang tinggal di wilayah subur, seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar, dan Makkah. Warga di wilayah tersebut ter- biasa menggantungkan sumber kehidupannya melalui pertanian. Meski begitu, ada pula warga yang bekerja di bidang perniagaan, terutama mereka yang tinggal di Makkah. Kala itu, Makkah merupakan pusat perniagaan.

Selain memiliki profesi yang berbeda, warga Makkah juga dipandang lebih istimewa oleh orang-orang Arab lain karena kedudukan mereka sebagai warga Kota Suci (Makkah). Keistimewaan ini ternyata tertulis dalam firman Allah SWT.

Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa (sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah? (QS al-Ankabut:67).

Aktivitas perdagangan ini juga dilakukan oleh kalangan bangsawan, seperti Hasyim, Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas, Abu Sufyan bin Harb, Abu Bakar, Zubair bin Awwam, bahkan Rasulullah SAW.Allah SWT juga mengabadikan perjalanan dagang yang dilakukan orang- orang Quraisy sebagai perjalanan dagang yang sangat terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman dan sebaliknya, perjalanan dagang musim panas ke Syam.

Allah berfirman, Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Rabb pemilik rumah ini (Ka'bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.(QS Quraisy: 1-4).

Perniagaan yang telah mendarah daging bagi warga Arab membuat makin menjamurnya pusat-pusat perdagangan di berbagai wilayah di Arab, terutama Makkah dan sekitarnya. Pusat perda gangan ini bukan hanya sebagai tempat transaksi perdagangan, tetapi juga pusat pertemuan para pakar sastra, penyair, dan orator. Pusat perbelanjaan pun menjelma menjadi pusat peradaban, kekayaan bahasa, dan transaksi-transaksi global.

Selain penduduk Makkah, penduduk Yaman juga terkenal dengan perniagaan.Mereka menjadikan perniagaan sebagai mata pencaharian terbaik dalam mencari rezeki. Kegiatan bisnis mereka tidak sebatas di darat, tetapi juga merambah melintasi laut. Warga Yaman terbiasa berangkat ke daerah pesisir Afrika, seperti Habasyah, Sudan, Somalia, bahkan ke Hindia dan Pulau Jawa, Sumatra, serta negeri Asia lainnya untuk berdagang.

Setelah cahaya Islam menyinari Arab, pedagang yang melakukan perjalanan panjang ke berbagai negara tersebut bukan hanya menjajakan dagangan mereka, tapi juga menyiarkan agama yang dibawa Rasulullah SAW. Para pedagang ini pula yang memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di penjuru dunia.

  • peradaban islam
  • suku arab

Tradisi masyarakat Arab sebelum Islam yang tinggal di gurun gurun antara lain

Sangat penting untuk kita ketahui tentang keadaan bangsa Arab, baik dari segi budaya, adat istiadat, sosial dan ekonomi, sebelum Islam masuk ke wilayah tersebut,. Karena pada dasarnya bangsa Arablah yang pertama kali menerima agama Islam, dengan kultur yang saat itu penuh dengan perbedaan-perbedaan dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.

Sebelum datangnya agama Islam ke Arab, Arab telah mempunyai berbagai agama dan peraturan-peraturan kehidupan untuk masyarakatnya.

Jazirah Arab secara bahasa terbagi menjadi dua kosa kata, yaitu “jazirah” yang berarti Pulau, sebagian ahli sejarah menyebut jazirah Arab dengan sebutan ( الجزيرة شبه ) yang berarti “Semenanjung”. Sedangkan kata Arab menurut para sejarawan ( الصحاري والقفار ) yang berarti “padang pasir dan gurun atau tanah gersang yang tidak ada air dan tumbuhannya”. Jadi jazirah Arab merupakan semenanjung yang penuh dengan padang pasir dan gurun, serta gersang tanpa air dan tanaman. Kata ini telah ada semenjak Arab kuno dan masyhur di semenanjung Arab.

Secara geografis, semenanjung Arab berbentuk memanjang dan tidak parallelogram, dan berbatasan dengan batasan geografis yang ada di sekeliling Semenanjung Arab. Semenanjung Arab sendiri di wilayah barat berbatasan dengan laut Merah dan semenanjung Sinai (sebuah semenanjung yang berbentuk segitiga yang terletak di Asia Barat, namun menjadi bagian Mesir di Afrika), dan di wilayah timur berbatasan dengan Teluk Arab (dahulu bernama Teluk Persia), Hira, Dijla, Tigris, Euphrates dan sebagian besar Negara Selatan Irak.

Baca juga:  Soeharto Menekan Tokoh NU dengan Seruan Jihad!

Sementara di wilayah selatan berbatasan dengan laut Arab, yang merupakan perpanjangan dari laut India, dan di bagian utara berbatasan dengan Gurun Syam (kini bernama Suriah) dan Gurun Irak, ada beberapa perbedaan dari para sejarawan terhadap batasan-batasan ini. Sementara panjang dan lebar menurut para sejarawan kira-kira 1000 sampai 3000 Km lebih.

Secara umum semenanjung Arabia termasuk wilayah yang tandus sehingga hal ini melindunginya dari penjajahan dan pengaruh agama, mari kita lihat penduduk Arab sejak zaman kuno, bebas melakukan berbagai hal, meskipun jazirah ini diapit oleh dua kekaisaran besar, yaitu di sebelah timur oleh kekaisaran Persia yang beragama Majusi ( penyembah api, dengan kitab sucinya Zend Avesta), dan kekaisaran Romawi yang Kristen berada di sebelah barat.

Kehidupan penduduk Arab pada masa itu rata-rata hidup Nomaden (suka mengembara dan berpindah-pindah), selain itu, kehidupan mereka dibentuk berdasarkan kabilah-kabilah (suku). Kabilah ini dibentuk oleh kelompok-kelompok keluarga atas dasar pertalian darah (nasab), perkawinan dan sumpah setia.

Tiap kabilah dipimpin  oleh seorang yang paling tua dan dipilih melalui musyawaroh. Secara garis besar, ada dua macam penduduk yang hidup di Arab waktu itu, yaitu; penduduk kota, yang rata-rata pedagang dengan dua kota terkenalnya yaitu Mekkah dan Madinah. Serta penduduk desa atau waktu itu disebut dengan sebutan Badui, mereka rata-rata adalah petani, peternak dan pengembala.

Masa kehidupan Arab sebelum datangnya Islam dinamakan Jahiliyah atau masa kebodohan, disebut jahiliyah bukan karena tidak berilmu, tetapi karena penduduknya kebanyakan suka berbuat kejahatan, suka berperang, membunuh, melecehkan wanita, melakukan takhayul, menyembah berhala dan lain-lain.

Namun di saat itu masyarakat Arab juga mempunyai kebudayaan yang bagus yaitu di bidang seni dan sastra.

Baca juga:  Keterlibatan Kaum Tarekat di Dunia Politik

Tiga Kaum Arab Terdahulu

Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum arab menjadi tiga bagian;

Pertama adalah Arab Ba’idah, yaitu kaum Arab terdahulu yang sudah punah dan tidak mungkin sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan komplit seperti; Kaum Ad, Kaum Tsamud, Kaum Thasm, Kaum Judais, Kaum ‘Imlaq, Umaima, Jasim, ‘Abil, ‘Abd Dhakm, Jurhum Al Ula, ‘Amaliq, Dan Hadhuran, semuanya pada akhirnya menginduk pada Iram yakni kaum yang disebut dalam Alquran surat al-Fajr ayat 6-7.

Kedua adalah Arab ‘Aribah kaum-kaum Arab kedua setelah Arab Ba’idah yang punah dari muka bumi, kaum ini merupakan keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Qahthaniyah. Di antara keturunan Qahthan ini yang masyhur adalah Ya’rub, Hadhramaut, ‘Amman, dan Jurhum Ats-Tsaniyah. Ya’rub menetap di Yaman, Hadhramaut tinggal di tempat yang sekarang bernama Hadhramaut, Amman tinggal di wilayah yang sekarang juga dinamai Amman, dan Jurhum Ats-Tsaniyah menetap di Hijaz.

Ketiga adalah Arab Musta’rabah yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il AS yang disebut pula Adnaniyah. Mereka adalah bangsa dari keturunan ‘Adnan, Nazar, dan Ma’add. Disebut dengan Musta’rabah karena mereka berafiliasi dengan Arab al-‘Aribah dengan cara pernikahan.

Tempat kelahiran Arab ‘Aribah atau kaum Qathan adalah Negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa suku dan kabilah, yang terkenal adalah dua kabilah; Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Zaid Al Jumhur, Qudh’ah, dan Saksik. Kahlan, yang terdiri dari beberapa suku terkenal yaitu Hamadan, Anmar, Thayyi’, Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah raja syam dan lain-lainnya. Suku-suku Kahlan banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru jazirah menjelang terjadinya banjir besar saat mereka mengalami kegagalan dalam berdagang.

Hal ini sebagai akibat dari tekanan bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan laut dan setelah mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan Syam, (dalam riwayat lain) dikatakan: bahwa mereka hijrah setelah terjadinya banjir besar tersebut.