I. PENDAHULUAN Negara dapat dikatakan sebagai Negara Hukum (rule of law) bilamana superioritas hukum telah dijadikan sebagai aturan main (fair play) dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, terutama dalam memelihara ketertiban dan perlindungan terhadap hak-hak warganya. Jhon
Locke dalam karyanya “Second Tratise of Government”, telah mengisyaratkan tiga
unsur minimal bagi suatu Negara hukum, sebagai berikut : 1. Adanya hukum yang mengatur bagaimana anggota masyarakat dapat menikmati hak asasinya dengan damai; 2. Adanya suatu badan yang dapat menyelesaikan sengketa yang timbul di bidang pemerintahan; 3. Adanya badan yang tersedia diadakan untuk penyelesaian sengketa yang timbul di antara sesama anggota masyarakat. Dalam
Negara hukum menurut Jhon Lockce, warga masyarakat/rakyat tidak lagi diperintah
oleh seorang raja atau apapun namanya, akan tetapi diperintah berdasarkan
hukum.Ide ini merupakan suatu isyarat bahwa bagi Negara hukum mutlak adanya
penghormatan terhadap supremasi hukum. Bagaimana dengan negeri ini? Indonesia diidealkan dan dicita-citakan oleh the founding fathers sebagai suatu Negara hukum Pancasila (rechsstaat/rule of law). Hal ini dengan tegas dirumuskan pada Pasal 1 ayat (3)UUD NRI Tahun 1945, bahwa : Negara Indonesia adalah Negara hukum. Namun
bagaimana cetak biru dan desain makro penjabaran ide Negara hukum itu, selama
ini belum pernah dirumuskan secara komprehensif. Yang ada hanya pembangunan
bidang hukum yang bersifat sektoral(Jimly Asshiddiqie, 2009:3). Penghormatan terhadap supremasi hukum tidak hanya dimaksudkan dengan galaknya pembangunan dan pembentukan hukum dalam arti peraturan perundang-undangan, akan tetapi bagaimana hukum yang dibentuk itu benar-benar dapat diberlakukan dan dilaksanakan, sehingga hukum berfungsi sebagai sarana (tool) penggerak aktifitas kehidupan bernegara, pemerintahan dan kemasyarakatan. Untuk
dapatnya hukum berfungsi sebagai sarana penggerak, maka hukum harus dapat
ditegakkan dan untuk itu hukum harus diterima sebagai salah satu bagian dari
system nilai kemasyarakatan yang bermanfaat bagi warga masyarakat, sehingga
keberlakuan hukum benar-benar nyata pada rana empiris tanpa paksaan. Supremasi hukum hanya akan berarti bila ada penegakan hukum,dan penegakan hukum hanya akan mempunyai nilai evaluatif jika disertai dengan pemberlakuan hukum yang responsif.Artinya superioritas hukum akan terjelma dengan suatu penegakan hukum yang bersendikan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dengan dilandasi nilai dan rasa keadilan. II.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Terminologi dan Deskripsi tentang Supremasi Hukum Istilah
supremasi hukum, adalah merupakan rangkaian dari selingkuhan kata supremasi dan
kata hukum, yang bersumber dari terjemahan bahasa Inggeris yakni kata supremacy
dan kata law, menjadi “supremacy of law” atau biasa juga disebut “law’s
supremacy”. Hornby.A.S (1974:869), mengemukakan bahwa secara etimologis,kata “supremasi” yang berasal dari kata supremacy yang diambil dari akar kata sifat supreme, yang berarti “Higest in degree or higest rank” artinya berada pada tingkatan tertinggi atau peringkat tertinggi. Sedangkan supremacy berarti “Higest of authority” artinya kekuasaan tertinggi. Kata
hukum diterjemahkan dari bahasa Inggeris dari kata “law”, dari bahasa Belanda
“recht” bahasa Perancis “droit” yang diartikan sebagai aturan, peraturan
perundang-undangan dan norma-norma yang wajib ditaati. Soetandyo Wignjosoebroto (2002:457), menyatakan bahwa secara terminology supremasi hukum, merupakan upaya untuk menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi yang dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat tanpa adanya intervensi oleh dan dari pihak manapun termasuk oleh penyelenggara Negara. Menegakkan
dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi tanpa adanya intervensi dari pihak
eksternal dalam rangka melindungi seluruh lapisan masyarakat,oleh Charles
Hermawan disebutnya sebagai kiat untuk memposisikan hukum agar berfungsi
sebagai komando atau panglima(2003:1). Abdul Manan (2009:188), menyatakan bahwa berdasarkan pengertian secara terminologis supremasi hukum tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa supremasi hukum adalah upaya atau kiat untuk menegakkan dan memosisikan hukum pada tempat yang tertinggi dari segala-galanya, menjadikan hukum sebagai komandan atau panglima untuk melindungi dan menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Rumusan
sederhana dapat diberikan bahwa supremasi hukum adalah pengakuan dan
penghormatan tentang superioritas hukum sebagai aturan main (rule of the
game)dalam seluruh aktifitas kehidupan berbangsa, bernegara, berpemerintahan
dan bermasyarakat yang dilakukan dengan jujur(fair play). Pengertian sederhana tersebut, telah terhubungkan dengan idée tentang teori kedaulatan hukum (rechtssovereiniteit). Hukum adalah kedaulatan tertinggi dalam suatu Negara, karenanya yang memerintah sesungguhnya adalah hukum, penyelenggara pemerintahan Negara hanya melaksanakan kehendak hukum, sehingga dalam konteks demikian hukum sebagai komando dan panglima. B.
Deskripsi Penegakan Hukum Apa yang diartikan orang selama ini sebagai penegakan hukum (law enforcement) sepertinya hanya tertuju pada adanya tindakan represif dari aparat penegak hukum dalam melakukan reaksi tegas terhadap penindakan pelaku criminal. Pemaknaan
penegakan hukum secara demikian itu sangatlah sempit, oleh karena kewenangan
penegakan hukum hanya seakan menjadi tanggungjawab aparat hukum semata, padahal
tidak demikian halnya, oleh karena penegakan hukum konteksnya luas, termasuk tanggungjawab
setiap orang dewasa yang cakap sebagai pribadi hukum (perzoonlijk) melekat
kewajiban untuk menegakkan hukum. Memang bagi orang awam, penegakan hukum semata dilihatnya sebagai tindakan represif dari aparat hukum, tindakan di luar dari aparat hukum hanya dipandangnya sebagai partisan hukum,misalnya tindakan informative terhadap aparat hukum adanya peristiwa hukum atau gejala akan terjadinya peristiwa hukum. Sebenarnya
penegakan hukum dalam konteks yang luas berada pada ranah tindakan, perbuatan
atau prilaku nyata atau faktual yang bersesuaian dengan kaidah atau norma yang
mengikat. Namun demikian, dalam upaya menjaga dan memulihkan ketertiban dalam
kehidupan sosial maka pemerintalah actor security. Pada perspektif akademik,Purnadi Purbacaraka, menyatakan bahwa penegakan hukum diartikan sebagai kegiatan menyerasikan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan menilai yang mantap dan mengejewantah dari sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup (1977). Soerjono
Soekanto, dalam kaitan tersebut, menyatakan bahwa sistem penegakan hukum yang
baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan
prilaku nyata manusia (1983:13). Liliana Tedjosaputro, menyatakan bahwa penegakan hukum tidak hanya mencakup law enforcement tetapi juga peace maintenance, oleh karena penegakan hukum merupakan proses penyerasian antara nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola prilaku nyata, yang bertujuanuntuk mencapai kedamaian dan keadilan (2003:66). Tugas
utama penegakan hukum, adalah untuk mewujudkan keadilan, karenanya dengan
penegakan hukum itulah hukum menjadi kenyataan (Liliana, 2003 : 66). Tanpa
penegakan hukum, maka hukum tak ubahnya hanya merupakan rumusan tekstual yang
tidak bernyali, yang oleh Achmad Ali biasa disebut dengan hukum yang mati. Untuk membuat hukum menjadi hidup harus ada keterlibatan nyata oleh manusia untuk merefleksikan hukum itu dalam sikap dan prilaku nyata yang konkrit.Tanpa cara demikian maka hukum tertidur pulas dengan nyenyak yang kemungkinannya hanya menghasilkan mimpi-mimpi. Karena
itu tidak ada cara lain agar hukum dapat ditegakkan maka perlu pencerahan
pemahaman hukum bahwa sesungguhnya hukum itu tidak lain adalah sebuah pilihan
keputusan, sehingga takkala salah memilih keputusan dalam sikap dan prilaku
konkrit, maka berpengaruh buruk terhadap penampakan hukum di rana empiris. C. Supremasi Hukum dan Penegakan Hukum Supremasi
hukum dan penegakan hukum sudah menjadi masalah sentral dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat.Masalah itu muncul oleh
karena adanya kesenjangan antara das sollen dengan das sen, dimana Negara
mengklaim sebagai Negara hukum demokrasi (rechtsstaat democratie), sementara
hukumnya compang camping dan penegakannya serampangan. Artinya supremasi hukum
tidak dihormati dan penegakan hukum berjalan setengah hati dengan ibarat berada
di persimpangan jalan panjang. Banyak contoh kasus di negeri ini yang menarik dijadikan sampel berkenaan dengan supremasi hukum dan penegakan hukum, antara lain bagaimana ketiadaan penghormatan supremasi hukum terhadap skandal Senturi. Bagaimana skandal mafia pajak yang salah satu aktornya “Gayus” dengan menampilkan pentas sandiwara hukum, yang oleh publik ditontonnya sebagai proses penegakan hukum yang setengah hati. Belum lagi menguaknya kasus Antasari Azhar (mantan Ketua KPK) yang diduga keras penuh rekayasa. Supremasi
hukum dan penegakan hukum dua hal yang tidak terpisahkan, keduanya harus
bersinergi untuk mewujudkan cita hukum, fungsi hukum dan tujuan hukum, yang
sebesar-besarnya buat kemanfaatan, kebahagiaan dan kesejahtraan umat manusia
yang bersendikan nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Abdul Manan (2009:189), menyatakan bahwa supremasi hukum merupakan doktrin sentral yang menjadi reason of existence hukum Eropa Barat. Secara embrio doktrin supremasi hukum sudah mulai berkembang sejak abad VII M. Lebih
lanjut dikatakan bahwa term dan doktrin supremasi hukum telah dikenal sejak
abad XI M, bahkan jauh sebelum itu pada abad VI M, Islam telah membawa misi
reformasi besar untuk menegakkan supremasi hukum yang mengacu kepada upaya
penciptaan kedamaian dan kesejahtraan yang mengantarkan manusia secara individu
dan masyarakat sukses dan bahagia menjalani kehidupan dan selamat bahagia hidup
di akhirat kelak (Abdul Manan,2009:190). Penegakan supremasi hukum dalam suatu Negara dapat berjalan dengan beberapa prinsip antara lain : 1. Prinsip Negara Hukum 2.
Prinsip Konstitusi ad.1. Prinsip Negara Hukum Prinsip Negara hukum mengajarkan bahwa komunikasi dan interaksi sosial yang terdiri dari berbagai elemen komunitas berinteraksi dan bertransaksi untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Bahwa tatanan kehidupan dan komunikasi antar individu dalam suatu komunitas mengacu kepada aturan main yang disepakati dan dipakai sebagai acuan dan referensi para pihak dalam melakukan hubungan dan perbuatan hukum. Tidak pihak yang merasa dizalimi atau menzalimi(Soetandyo,2002:448). Atas
dasar konsep tersebut, tidak ada kesemena-menaan yang dilakukan baik oleh
penegak hukum maupun oleh pencari keadilan, sehingga melahirkan masyarakat
sipil (civil society)di mana antar individu sebagai rakyat atau warga Negara
mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat di depan hukum (equality before the
law). ad.2. Prinsip Konstitusi Prinsip konstitusi dalam suatu Negara hukum mengajarkan bahwa landasan dan referensi yang dijadikan pedoman dalam bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara adalah konstitusi,sehingga hak-hak warga negara dan hakmasasi manusia masing-masing warga Negara dijamin, terayomi dan terlindungi oleh konstitusi. Prinsip
tersebut di atas untuk perwujudannya diperlukan penegakan hukum, sehingga
mutlak dilakukan langkah-langkah nyata enforscement, agar supremasi hukum bukan
hanya symbol semata. Penegakan hukum dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan danmenerapkan hukum serta melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui prosedur arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or conflicts resolution)(Jimly asshiddiqie,2009:22). Bahkan
penegakan hukum dalam arti yang lebih luas lagi, termasuk kegiatan penegakan
hukum yang mencakup segala aktivitas yang bermaksud agar hukum sebagai
perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subyek hukum dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara benar-benar ditaati dan
sungguh-sungguh dijalankan sebagaimana mestinya (Jimly,2008:22). Dalam arti sempit, penegakan hukum menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi, melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, advokat dan badan-badan peradilan. Sudikno
Mertokusumo (2005:160), menyatakan bahwa untuk memfungsikan hukum secara nyata,
maka harus dilakukan penegakan hukum, oleh karena dengan jalan itulah maka
hukum menjadi kenyataan dan dalam kenyataan hukum harus mencerminkan kepastian
hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan
keadilan(gerechtigkeit). Demi supremasi hukum, maka penegakan hukum tidak boleh ditawar-tawar. Namun dalam implementasinya tetap harus dengan cara-cara yang mencerminkan nilai-nilai kemanusian, oleh karena hukum itu sendiri harus difungsikan sebagai sarana memanusiakan manusia.Bukan justru dengan cara yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang bahkan perampasan hak asasi manusia. Wahyuddin
Husein Hufron (2008:211), menyatakan bahwa sistem penegakan hukum yang
mempunyai nilai-nilai yang baik adalah yang dapat menjamin kehidupan sosial
masyarakat yang lebih berkesejahtraan, berkepastian dan berkeadilan. Dari segi pendekatan akademik, dapat dikemukakan tiga konsep penegakan hukum sebagai berikut : 1. Total enforcement concept; 2. Full enforcement concept; 3.
Actual enforcement concept. Konsep penegakan hukum yang bersifat total, menuntut agar semua nilai yang ada dibalik norma hukum turut ditegakkan tanpa kecuali. Konsep yang bersifat full yang menghendaki perlunya pembatasan dari konsep total dengan suatu hukum formil dalam rangka
perlindungan kepentingan individual. Konsep penegakan hukum actual muncul
setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena
keterbatasan-keterbatasan yang ada dan kurangnya peran serta masyarakat
(Wahyuddin H Hufron,2008:212). Bagaimana citra penegakan hukum di negeri ini?, pertanyaan tersebut dijawab bahwa semua mahfum dan bukan rahasia umum lagi penegakan hukum di negeri ini adalah merupakan barang langka dan mahal harganya. Hal ini terindikasi berada pada titik nadir (Wahyuddin H Hufron, 2008:212). Harkristuti. H (Wahyuddin,2008:212), menyatakan bahwa kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini ditengarai mendekati titik nadir, telah menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun internasional. Proses penegakan hukum, pada khususnya, acap dipandang bersifat diskriminatif, inkonsisten, dan mengedepankan
kepentingan kelompok tertentu. Hikmahanto J (Dies Natalis ke 56 UI,2006), mengemukakan terdapat sekurang-kurangnya ada lima alasan mengapa hukum di Indonesia sulit ditegakkan atau dengan kata lain penegakan hukum di Indonesia sukar dilaksanakan, yaitu sebagai berikut : 1. Aparat penegak hukum terkena sangkaan dan dakwaan korupsi atau suap; 2. Mafia peradilan marak dituduhkan; 3. Hukum seolah dapat dimainkan, dipelintirkan, bahkan hanya berpihak kepada mereka yang memiliki status sosial yang tinggi; 4. Penegakan hukum lemah dan telah kehilangan kepercayaan masyarakat; 5.
Masyarakat apatis, mencemooh dan melakukan proses peradilan jalanan. Supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri ini harus berjalan terus menerus sepanjang jalan Negara hukum Indonesia yang telah digariskan dalam UUD Negara RI 1945. Fiat justitia et pereat mundus, meskipun dunia ini runtuh hukum tetap harus ditegakkan. III.
PENUTUP Supremasi hukum dan penegakan hukum bagi suatu Negara yang memilih sebagai Negara hukum rechtsstaat/rule of law atau apapun istilahnya, merupakan harga mati yang tidak boleh ditawar-tawar.Demikian pulalah halnya Indonesia. Sejak
semula bangsa ini mendirikan Negara the founding fathers telah memilih menjadi
suatu Negara hukum, maka konsekuensi dari pada itu hukum harus menjadi fondasi
dalam tatanan kehidupan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Namun tidak berhenti sampai disitu saja, akan tetapi berkelanjutan dengan pembangunan elemen-elemen hukum dan peraturan perundang-undangan sebagai bangunan hukum yang dapat menaungi kepentingan segenap elemen bangsa dan dilakukan penegakan untuk menciptakan suasana yang kondusif dan memulihkan gangguan-gangguan yang timbul. Untuk
itu semua, maka komitmen dari segenap elemen bangsa mutlak diperlukan untuk mendukung
supremasi hukum dan penegakan hukum di negeri ini, agar kita tidak menjadi
bangsa yang mengingkari dan bahkan menghianati pilihannya sendiri untuk
bernegara dalam sebuah Negara hukum. Sumber : journal.umi.ac.id/pdfs/Supremasi_Hukum_dan_Penegakan_Hukum.pdf |