Lihat Foto KOMPAS.com - Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, Pulau Jawa dihuni 56,10 persen dari total penduduk Indonesia. Padatnya jumlah penduduk di Pulau Jawa dipengaruhi oleh banyaknya suku bangsa yang mendiaminya. Selain suku Jawa dan Sunda, ternyata ada beberapa suku bangsa lain yang tinggal di Pulau Jawa. Berikut adalah suku-suku bangsa asli Pulau Jawa: 1. Suku Jawa Suku Jawa menjadi suku terbesar di Pulau Jawa bahkan di Indonesia. Suku Jawa ini berasal dari tiga provinsi besar di Pulau Jawa, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Namun demikian, Suku Jawa juga tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2010 setidaknya 40,05 persen penduduk Indonesia merupakan Suku Jawa. Baca juga: Suku Jawa Tondano Merajut Silaturahim dalam Bingkai Budaya Tak hanya di Indonesia, Suku Jawa juga bisa ditemukan di Amerika Selatan yaitu Suriname. Di sana terdapat suku Jawa Suriname, yaitu orang-orang Jawa yang dibuang ke sana pada masa penjajahan Belanda. Masyarakat Suku Jawa biasa dikenal dengan Wong Jawa atau Tiyang Jawi. Mereka menggunakan bahasa Jawa dalam komunikasi sehari-hari. Selain itu, Suku Jawa juga mempunyai aksara yang dikenal dengan Aksara Jawa. 2. Suku Sunda Suku bangsa terbesar kedua di Pulau Jawa adalah Suku Sunda. Suku ini berasal dari bagian barat pulau Jawa atau yang dikenal dengan istilah Tatar Pasundan. Wilayah ini sekarang mencakup Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Mengenal Suku Baduy dari BantenDirangkum dari laman Indonesia.go.id, asal muasal sebutan "Baduy" adalah pemberian dari para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain asal sebutan Baduy adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Selain itu, Suku Baduy juga dikenal dengan Urang Kanekes atau Orang Kanekes. Orang Kanekes merupakan kelompok etnis masyarakat adat suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Populasi Urang Kanekes ini diperkirakan 26.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar. Sehingga, mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo. Baca Juga: Mahoni Bangun Sentosa, taman wisata terbaru di Kota Serang
Rumah adat Suku SundaRumah adat suku Sunda berbentuk panggung dengan ketinggian 0,5 hingga 0,8 meter atau satu meter di atas permukaan tanah. Bahkan, pada rumah-rumah yang sudah tua usianya, tinggi kolong ada yang mencapai 1,8 meter. Pada umumnya, kolong ini digunakan untuk tempat mengikat binatang-binatang peliharaan, seperti sapi atau kambing. Adapula yang memanfaatkannya untuk alat-alat pertanian, seperti cangkul, bajak, garu, dan sebagainya. Untuk naik ke rumah disediakan tangga yang disebut Golodog. Tangga ini terbuat dari kayu atau bambu yang biasanya terdiri tidak lebih dari tiga anak tangga. Golodog berfungsi juga untuk membersihkan kaki sebelum naik ke dalam rumah. Baca Juga: Angeun Lada, Menu Warisan LeluhurMasyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan menjadi yang terbesar di dunia berdasarkan jumlah suku bangsa. Suku bangsa Indonesia tersebar di seluruh wilayah Indonesia, baik di pulau besar maupun pulau kecil. Misalnya, di Pulau Jawa tepatnya di Provinsi Banten terdapat suku Badui, suku Sunda, dan suku Banten.
Budaya dan Nilai Sebagian besar anggota masyarakat memeluk Agama Islam dengan semangat religius yang sangat tinggi, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai. Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain Seni Bela Diri Pencak Silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor. Di samping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan lainnya. Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy.. Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak. Bahasa Penduduk Asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang pertama tercipta pada masa Kesultanan Mataram menguasai Priangan (bagian tenggara Provinsi Jawa Barat). Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglangmenggunakan Bahasa Sunda Campuran, Sunda Kuno, Sunda Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi, bahasa Indonesia juga digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain Indonesia. Senjata tradisional Golok adalah pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun sekaligus senjata yang jamak ditemui di Asia Tenggara. Hingga saat ini kita juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat. Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. Golok memiliki bentuk yang hampir serupa dengan machete tetapi golok cenderung lebih pendek dan lebih berat, dan sering digunakan untuk memotong semak dan dahan pohon. Golok biasanya dibuat dari besi baja karbon yang lebih lunak daripada pisau besar lainnya di dunia. Ini membuatnya mudah untuk diasah tetapi membutuhkan pengasahan yang lebih sering. Pakaian Adat Pakaian adat Banten pada Pria mengenakan pakaian model baju koko dengan lehernya yang tertutup. Serta pakaian bawahnya dilengkapi celana panjang serta diikatkan dengan kain batiknya. Pada bajunya dikenakan ikat pinggang dan diselipkan sebilah parang di bagian depan. Serta di bahu diselempengkan sehelai kain. Sedangkan pakaian adat Banten pada wanitanya, memakai baju adat kebaya serta kain batin sebagai bawahannya. Pakaian ini juga diselempangkan sehelai kain di bahu dan dihiasi dengan bros kerajinan tangan pada bagian depan kancing kebayanya. Pada rambut di sanggul dan dihiasi dengan kembang goyang berwarna keemasan. Tarian Daerah: Tari Topeng Tarian ini dilakukan oleh satu orang pria atau lebih sesuai dengan kebutuhan. Gerakkan tari ini tempak gemulai.Tarian topeng mengisahkan tentang seorang rasa yang balas dendam karena cintanya yang ditolak. Alat Musik Angklung Buhun, Pantung Bambu, Rampak Beduk. Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan melahirkan hal-hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya tergantung pada kebudayaan setempat, karena kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan. Dari segi macam-macamnya, kesenian itu terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber pada keindahan suara dan pandangan sampai pada perasaan, bahkan mungkin menyentuh spiritual. Ada tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan sebelum Islam dan dipadu atau diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur mesjid dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau Syari’at, tharekat, hakekat. Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh masjid di Banten. Kemudian ada kecenderungan berubah menjadi bentuk kubah, dan mungkin pada bentuk apa lagi, tapi yang nampak ada kecenderungan lepas dari simbolisasi agama melainkan pada seni itu sendiri. Mengenai kesenian lain, ada pula yang teridentifikasi kesenian lama (dulu) yang belum berubah, kecuali mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian dimaksud ialah:
Banten yang namanya sangat dikenal untuk ilmu silatnya juga penyebarannya tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Tidak heran banyak nama dari jurus dan gerakan perguruan silat asli Banten diambil dari aksara dan bahasa arab. Pencak silat Banten mulai dikenal seiring dengan berdirinya kerajaan Islam Banten yang didirikan pada abad 15 masehi dengan raja pertamanya Sultan Hasanudin. Perkembangan pencak silat pada saat itu tidak terlepas dari dijadikannya silat sebagai alat untuk penggemblengan para prajurit kerajaan sebagai bekal ketangkasan bela negara yang diajarkan oleh para guru silat yang mengusasai berbagai aliran. Silat juga sebagai dasar alat pertahanan kerajaan dan masyarakat umum Banten dalam memerangi kolonialisme para penjajah. Pada saat ini pun Banten masih dikenal dan diakui secara luas dengan pendekar dan jawaranya, sebutan untuk orang-orang yang mahir dalam ilmu silat. Kebudayaan Debus Debus merupakan kesenian bela diri dari Banten. Kesenian ini diciptakan pada abad ke-16, pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus, suatu kesenian yang mempertunjukan kemampuan manusia yang luar biasa, kebal senjata tajam, kebal api, minum air keras, memasukan benda kedalam kelapa utuh, menggoreng telur di kepala dan lain-lain. Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan. Dibanten sendiri kesenian debus atau keahlian melakukan debus menjadi sesuatu yang lumrah dan banyak perguruan yang mengajarkannya. |