Suatu peristiwa yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa sebelumnya disebut konsep berpikir

Konsep berpikir kausalitas mungkin masih terdengar asing di telinga sebagian dari kita. Namun, dalam belajar sejarah konsep berpikir ini penting, karena bisa menggali suatu peristiwa secara mendalam baik sebab maupun akibatnya.

Pada materi-materi sebelumnya telah dijelaskan beberapa konsep berpikir dalam belajar sejarah seperti kronologis, diakronik, dan sinkronik. Saat ini kita akan membahas konsep berpikir kausalitas. Apa pengertian dari konsep berpikir kausalitas? Kita simak yuk penjelasannya!

Konsep berpikir kausalitas bisa juga disebut dengan berfikir secara kronologis. Kausalitas ini menyangkut hubungan sebab akibat antara dua atau lebih peristiwa. Secara umum pengetahuan tentang hubungan sebab akibat sangat penting dalam mempelajari sejarah terutama untuk menjawab pertanyaan mengapa suatu peristiwa itu terjadi.

Teori kausalitas terdiri dari monokausalitas yang berhubungan dengan sebab akibat yang pertama kali muncul dalam ilmu sejarah. Sedangkan multikausalitas didefinisikan sebagai penjelasan suatu peristiwa dengan memperhatikan berbagai penyebab.

Sama halnya dengan konsep berpikir kronologis, dalam teori kausalitas ini juga bisa memberikan gambaran utuh suatu peristiwa sesuai dengan urutan waktu kejadian. Dengan kata lain, kausalitas bisa membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa bersejarah sesuai dengan urusan waktunya karena mengacu kepada sebab dan akibat dari peristiwa tersebut.

(Baca juga: Konsep Berpikir Sinkronik, Apa Itu?)

Adapun, salah satu contoh peristiwa sejarah dengan hubungan kausalitas adalah sebab dan akibat dari dilaksanakannya sistem tanam paksa (culturstelsel). Tanam paksa adalah upaya pemerintah kolonial Belanda untuk menutupi keuangan kas Belanda yang mengalami defisit akibat banyak membiayai perang.

Melalui tanam paksa ini pemerintah kolonial Belanda mengajak rakyat Pribumi untuk menanam tanaman ekspor seperti teh, tembakau, kakao, kopi, dan kina. Selama kurang lebih 40 tahun dilaksanakan tanam paksa Belanda berhasil mendapatkan keuntungan dari penjualan tanaman ekspor, sekaligus mengakibatkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat pribumi yang menanam tanaman ekspor namun tidak mendapatkan yang layak dari pemerintahan kolonial Belanda.

Dalam konsep berpikir kausalitas, ini terlihat bahwa “sebab” dari peristiwa sejarah tersebut adalah “sistem tanam paksa”dari pemerintah kolonial Belanda. Sedangkan akibat yang ditimbulkan dari peristiwa sejarah tersebut antara lain :

  1. Penderitaan rakyat berupa kelaparan, karena rakyat terlalu fokus mengurus tanaman ekspor hingga tanaman pangan menjadi terbengkalai.
  2. Petani mulai mengenal jenis dan cara merawat dari tanaman ekspor.
  3. Muncul kritikan atas kebijakan sistem tanam paksa dari kalangan humanis dan liberal Belanda.
  4. Muncul kebijakan baru sebagai upaya balas budi yang dikenal dengan politik etis.

Dengan melihat penjelasan tersebut, maka konsep berpikir kausalitas perlu juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bisa membantu dalam memecahkan masalah. Pasalnya, jika kita tidak berpikir sebab akibatnya maka kita bisa berlaku seenaknya dan malah akan menimbulkan masalah.

Ilustrasi buku sejarah. Foto: Pixabay

Ilmu sejarah diperlukan agar kita mengetahui berbagai peristiwa dan pengalaman umat manusia yang terjadi di masa lampau. Pada dasarnya, apa yang terjadi di masa kini merupakan hasil dari rentetan kejadian dari masa-masa sebelumnya.

George Santayana, seorang penulis asal Spanyol mengatakan, “Mereka yang tidak mempelajari sejarah akan mengulangi sejarah itu sendiri". Ir. Soekarno juga mengingatkan masyarakat Indonesia untuk tidak melupakan sejarah.

Menyusun sejarah tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Sejarawan harus bisa menerapkan konsep berpikir tertentu sehingga peristiwa sejarah dapat dikaji secara sistematis dan menyeluruh.

Konsep Berpikir Kronologis

Ilustrasi konsep kronologi. Foto: Pixabay

Mengutip buku Sejarah Indonesia Paket C Tingkatan V Modul Tema 1 karya Sulaiman Hasan dan Anik Irawati, S.Pd (2017: 12), kronologis artinya pengetahuan tentang urutan waktu dari sejumlah peristiwa. Dengan demikian, yang dimaksud berpikir secara kronologis adalah kemampuan berpikir secara urut, runtut, dan berkesinambungan agar dapat memberikan gambaran utuh tentang suatu kejadian.

Konsep ini sangat penting karena sejarah selalu menekankan perlunya menyusun kejadian berdasarkan urutan waktunya. Sejarawan juga memerhatikan keterkaitan antar peristiwa yang terjadi lebih dahulu dengan yang selanjutnya.

Contoh kronologi sejarah mengutip dari Bahan Belajar Manusia dan Sejarah yang disusun Sri Tersnaningsih dkk (2017: 7) adalah lahirnya sebuah kerajaan yang diawali dengan peristiwa perebutan kekuasaan atau pemberontakan.

Kelompok yang memenangkan duel tersebut akan mendirikan kerajaan baru. Kemudian secara kronologis digambarkan perkembangan kerajaan baru tersebut. Mulai dari siapa saja yang menjadi raja, peristiwa-peristiwa penting apa saja yang terjadi selama kerajaan itu berdiri, dan bagaimana kerajaan itu berakhir.

Konsep Berpikir Periodisasi

Mengutip Konsep Dasar Berpikir Sejarah Kelas X/Ganjil tulisan Linda Ainiyah, periodisasi adalah pengelompokan peristiwa sejarah dalam suatu babak, masa, zaman, atau periode tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama. Ini berbeda dengan kronologi yang merupakan urutan waktu terjadinya peristiwa dari yang paling awal hingga paling akhir.

Salah satu contoh periodisasi adalah sebagai berikut:

Periodisasi Dinasti-dinasti di China. Foto: Konsep Dasar Berpikir Sejarah Kelas X/Ganjil tulisan Linda Ainiyah

Konsep Berpikir Diakronik

Dihimpun dari eModul Sejarah Kelas X yang disusun Nelwita, konsep berpikir diakronik artinya berpikir mengenai peristiwa sejarah secara menyeluruh dan runut, namun terbatas dalam ruang dan lebih mementingkan proses. Tujuannya adalah untuk melihat perubahan yang terjadi dalam proses perkembangan peristiwa sejarah dalam waktu yang singkat.

Ciri-ciri berpikir diakronik adalah:

  • Bersifat vertikal (menjelaskan proses terjadinya suatu peristiwa dari awal hingga akhir)

  • Cakupan kajian jauh lebih luas.

  • Terdapat konsep perbandingan.

  • Memiliki sifat historis/komparatif.

  • Mengkaji masa yang satu dan yang lain.

Konsep Berpikir Sinkronik

Ilustrasi buku sejarah. Foto: Pixabay

Masih mengutip sumber yang sama, berpikir sinkronik artinya mempelajari sejarah dalam kurun waktu tertentu, tetapi dengan ruang lingkup yang lebih luas. Sejarawan dituntut untuk menerangkan suatu peristiwa secara mendalam dengan mengkaji aspek politik, ekonomi, dan sosial budayanya.

Sri Tresnaningsih dkk (2017) menjelaskan bahwa konsep ini memandang adanya keselarasan antara suatu peristiwa dengan peristiwa lain. Misalnya ketika mempelajari Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat perdagangan di kawasan Asia Tenggara.

Siswa juga mengetahui bahwa Sriwijaya mampu membentuk armada angkatan laut yang kuat sehingga mampu mengawasi perairan di Nusantara. Kekuatan militer ini menjadi jaminan keamanan bagi para pedagang di wilayah tersebut. Jadi, dengan berpikir sinkronik, seseorang dapat mempelajari peristiwa secara mendetail.