Islam memberikan ketetapan bahwa di dalam harta orang kaya ada sebagian hak fakir miskin yang harus

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jauh sebelum berhasil membangun pemerintahan Islam di Madinah, Rasulullah SAW sudah mengajarkan kepada para sahabatnya agar gemar melakukan sedekah. Sebelum ada perintah zakat yang ketentuannya dibeberkan secara resmi, infak dan sedekah sudah menjadi kegiatan yang sangat dianjurkan. Bahkan nilai sedekah yang mereka keluarkan jauh melebihi ketentuan zakat itu sendiri.

Ketika sahabat Bilal mendapatkan kesulitan karena disiksa oleh majikannya, maka Bilal yang masih berstatus budak itu dibeli oleh Abu Bakar, dan sesaat kemudian dimerdekakannya. Tak terkirakan lagi betapa banyak sedekah yang dikeluarkan oleh shabat Utsman bin Affan, misalnya, ketika melihat saudara seakidahnya menghadapi kesulitan ekonomi.

Menyadari betul bahwa rezeki yang berada dalam kekuasaannya itu berasal dari Allah SWT dan merupakan titipan dari-Nya, oleh karena itu kaum muslimin dengan ringan hati mengeluarkannya sebagian untuk membantu saudaranya. Inilah awal sebuah kesadaran bersedekah yang terus dilakukan hingga umat Islam sekarang.

Lebih jauh lagi, kesadaran yang lebih tinggi harus ditumbuhkan dalam jiwa kita, bahwa dalam harta benda yang kini berada dalam kekuasaan kita sesungguhnya terdapat hak bagi fakir miskin. Ya, mereka berhak juga menikmati sebagian harta kita yang memang telah Allah SWT titipkan kepada kita.

Artinya, jika tidak disisihkan dan dikeluarkan sebagai zakat, infak, dan sedekah maka para fakir miskin berhak untuk menuntutnya. Jika di dunia tidak dipenuhi, mereka akan menuntutnya di hari akhir. Bagi pelanggarnya, mereka bisa dikenai sanksi dunia, dan lebih berat lagi sanksi si akhirat.

Siapakah yang berhak atas kekayaan orang-orang kaya? Al-Qur'an menegaskan dalam sebuah ayat: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orag yang sedang alam perjaanan, sebagai suatu keketapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS At Taubah: 60)

Para ahli fiqih bersepakat bahwa di antara delapan asnaf yang berhak atas zakat itu yang diprioritaskan adalah dua yang pertama, yaitu fakir dan miskin. Ahli hukum Islam berselisih pendapat mengenai perbedaan fakir dan miskin.

Sebagian ahli mengatakan bahwa fuqara adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan tapi tidak mencari bantuan tersebut, sementara masakin adalah mereka yang membutuhkan bantuan dan mencarinya.

Sebagian ahli yang lain berpendapat bahwa fuqara adalah mereka yang sama sekali tidak berpenghasilan, sedangkan masakin adalah orang yang berpenghasilan akan tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimalnya.

Fuqara dan masakin, baik dalam definisi yang pertama maupun yang kedua sama-sama berhak atas harta yang dikuasai orang-orang kaya. Artinya, jika hak mereka tidak disalurkan, maka orang-orang kaya itu bisa dikatakan merampas hak mereka, alias mencuri.

Pantas jika Allah menyebut mereka sebagai pendusta agama. Allah berfirman: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS Al Maa'un: 1-3)


Page 2

Jauh sebelum berhasil membangun pemerintahan Islam di Madinah, Rasulullah SAW sudah mengajarkan kepada para sahabatnya agar gemar melakukan sedekah. Sebelum ada perintah zakat yang ketentuannya dibeberkan secara resmi, infak dan sedekah sudah menjadi kegiatan yang sangat dianjurkan. Bahkan nilai sedekah yang mereka keluarkan jauh melebihi ketentuan zakat itu sendiri.

Ketika sahabat Bilal mendapatkan kesulitan karena disiksa oleh majikannya, maka Bilal yang masih berstatus budak itu dibeli oleh Abu Bakar, dan sesaat kemudian dimerdekakannya. Tak terkirakan lagi betapa banyak sedekah yang dikeluarkan oleh shabat Utsman bin Affan, misalnya, ketika melihat saudara seakidahnya menghadapi kesulitan ekonomi.

Menyadari betul bahwa rezeki yang berada dalam kekuasaannya itu berasal dari Allah SWT dan merupakan titipan dari-Nya, oleh karena itu kaum muslimin dengan ringan hati mengeluarkannya sebagian untuk membantu saudaranya. Inilah awal sebuah kesadaran bersedekah yang terus dilakukan hingga umat Islam sekarang.

Lebih jauh lagi, kesadaran yang lebih tinggi harus ditumbuhkan dalam jiwa kita, bahwa dalam harta benda yang kini berada dalam kekuasaan kita sesungguhnya terdapat hak bagi fakir miskin. Ya, mereka berhak juga menikmati sebagian harta kita yang memang telah Allah SWT titipkan kepada kita.

Artinya, jika tidak disisihkan dan dikeluarkan sebagai zakat, infak, dan sedekah maka para fakir miskin berhak untuk menuntutnya. Jika di dunia tidak dipenuhi, mereka akan menuntutnya di hari akhir. Bagi pelanggarnya, mereka bisa dikenai sanksi dunia, dan lebih berat lagi sanksi si akhirat.

Siapakah yang berhak atas kekayaan orang-orang kaya? Al-Qur'an menegaskan dalam sebuah ayat: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orag yang sedang alam perjaanan, sebagai suatu keketapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS At Taubah: 60)

Para ahli fiqih bersepakat bahwa di antara delapan asnaf yang berhak atas zakat itu yang diprioritaskan adalah dua yang pertama, yaitu fakir dan miskin. Ahli hukum Islam berselisih pendapat mengenai perbedaan fakir dan miskin.

Sebagian ahli mengatakan bahwa fuqara adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan tapi tidak mencari bantuan tersebut, sementara masakin adalah mereka yang membutuhkan bantuan dan mencarinya.

Sebagian ahli yang lain berpendapat bahwa fuqara adalah mereka yang sama sekali tidak berpenghasilan, sedangkan masakin adalah orang yang berpenghasilan akan tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimalnya.

Fuqara dan masakin, baik dalam definisi yang pertama maupun yang kedua sama-sama berhak atas harta yang dikuasai orang-orang kaya. Artinya, jika hak mereka tidak disalurkan, maka orang-orang kaya itu bisa dikatakan merampas hak mereka, alias mencuri.

Pantas jika Allah menyebut mereka sebagai pendusta agama. Allah berfirman: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS Al Maa'un: 1-3)


Islam memberikan ketetapan bahwa di dalam harta orang kaya ada sebagian hak fakir miskin yang harus

Lihat Pendidikan Selengkapnya


Page 3

Jauh sebelum berhasil membangun pemerintahan Islam di Madinah, Rasulullah SAW sudah mengajarkan kepada para sahabatnya agar gemar melakukan sedekah. Sebelum ada perintah zakat yang ketentuannya dibeberkan secara resmi, infak dan sedekah sudah menjadi kegiatan yang sangat dianjurkan. Bahkan nilai sedekah yang mereka keluarkan jauh melebihi ketentuan zakat itu sendiri.

Ketika sahabat Bilal mendapatkan kesulitan karena disiksa oleh majikannya, maka Bilal yang masih berstatus budak itu dibeli oleh Abu Bakar, dan sesaat kemudian dimerdekakannya. Tak terkirakan lagi betapa banyak sedekah yang dikeluarkan oleh shabat Utsman bin Affan, misalnya, ketika melihat saudara seakidahnya menghadapi kesulitan ekonomi.

Menyadari betul bahwa rezeki yang berada dalam kekuasaannya itu berasal dari Allah SWT dan merupakan titipan dari-Nya, oleh karena itu kaum muslimin dengan ringan hati mengeluarkannya sebagian untuk membantu saudaranya. Inilah awal sebuah kesadaran bersedekah yang terus dilakukan hingga umat Islam sekarang.

Lebih jauh lagi, kesadaran yang lebih tinggi harus ditumbuhkan dalam jiwa kita, bahwa dalam harta benda yang kini berada dalam kekuasaan kita sesungguhnya terdapat hak bagi fakir miskin. Ya, mereka berhak juga menikmati sebagian harta kita yang memang telah Allah SWT titipkan kepada kita.

Artinya, jika tidak disisihkan dan dikeluarkan sebagai zakat, infak, dan sedekah maka para fakir miskin berhak untuk menuntutnya. Jika di dunia tidak dipenuhi, mereka akan menuntutnya di hari akhir. Bagi pelanggarnya, mereka bisa dikenai sanksi dunia, dan lebih berat lagi sanksi si akhirat.

Siapakah yang berhak atas kekayaan orang-orang kaya? Al-Qur'an menegaskan dalam sebuah ayat: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orag yang sedang alam perjaanan, sebagai suatu keketapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS At Taubah: 60)

Para ahli fiqih bersepakat bahwa di antara delapan asnaf yang berhak atas zakat itu yang diprioritaskan adalah dua yang pertama, yaitu fakir dan miskin. Ahli hukum Islam berselisih pendapat mengenai perbedaan fakir dan miskin.

Sebagian ahli mengatakan bahwa fuqara adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan tapi tidak mencari bantuan tersebut, sementara masakin adalah mereka yang membutuhkan bantuan dan mencarinya.

Sebagian ahli yang lain berpendapat bahwa fuqara adalah mereka yang sama sekali tidak berpenghasilan, sedangkan masakin adalah orang yang berpenghasilan akan tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimalnya.

Fuqara dan masakin, baik dalam definisi yang pertama maupun yang kedua sama-sama berhak atas harta yang dikuasai orang-orang kaya. Artinya, jika hak mereka tidak disalurkan, maka orang-orang kaya itu bisa dikatakan merampas hak mereka, alias mencuri.

Pantas jika Allah menyebut mereka sebagai pendusta agama. Allah berfirman: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS Al Maa'un: 1-3)


Islam memberikan ketetapan bahwa di dalam harta orang kaya ada sebagian hak fakir miskin yang harus

Lihat Pendidikan Selengkapnya


Page 4

Jauh sebelum berhasil membangun pemerintahan Islam di Madinah, Rasulullah SAW sudah mengajarkan kepada para sahabatnya agar gemar melakukan sedekah. Sebelum ada perintah zakat yang ketentuannya dibeberkan secara resmi, infak dan sedekah sudah menjadi kegiatan yang sangat dianjurkan. Bahkan nilai sedekah yang mereka keluarkan jauh melebihi ketentuan zakat itu sendiri.

Ketika sahabat Bilal mendapatkan kesulitan karena disiksa oleh majikannya, maka Bilal yang masih berstatus budak itu dibeli oleh Abu Bakar, dan sesaat kemudian dimerdekakannya. Tak terkirakan lagi betapa banyak sedekah yang dikeluarkan oleh shabat Utsman bin Affan, misalnya, ketika melihat saudara seakidahnya menghadapi kesulitan ekonomi.

Menyadari betul bahwa rezeki yang berada dalam kekuasaannya itu berasal dari Allah SWT dan merupakan titipan dari-Nya, oleh karena itu kaum muslimin dengan ringan hati mengeluarkannya sebagian untuk membantu saudaranya. Inilah awal sebuah kesadaran bersedekah yang terus dilakukan hingga umat Islam sekarang.

Lebih jauh lagi, kesadaran yang lebih tinggi harus ditumbuhkan dalam jiwa kita, bahwa dalam harta benda yang kini berada dalam kekuasaan kita sesungguhnya terdapat hak bagi fakir miskin. Ya, mereka berhak juga menikmati sebagian harta kita yang memang telah Allah SWT titipkan kepada kita.

Artinya, jika tidak disisihkan dan dikeluarkan sebagai zakat, infak, dan sedekah maka para fakir miskin berhak untuk menuntutnya. Jika di dunia tidak dipenuhi, mereka akan menuntutnya di hari akhir. Bagi pelanggarnya, mereka bisa dikenai sanksi dunia, dan lebih berat lagi sanksi si akhirat.

Siapakah yang berhak atas kekayaan orang-orang kaya? Al-Qur'an menegaskan dalam sebuah ayat: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orag yang sedang alam perjaanan, sebagai suatu keketapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah mengetahui lagi Maha bijaksana.” (QS At Taubah: 60)

Para ahli fiqih bersepakat bahwa di antara delapan asnaf yang berhak atas zakat itu yang diprioritaskan adalah dua yang pertama, yaitu fakir dan miskin. Ahli hukum Islam berselisih pendapat mengenai perbedaan fakir dan miskin.

Sebagian ahli mengatakan bahwa fuqara adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan tapi tidak mencari bantuan tersebut, sementara masakin adalah mereka yang membutuhkan bantuan dan mencarinya.

Sebagian ahli yang lain berpendapat bahwa fuqara adalah mereka yang sama sekali tidak berpenghasilan, sedangkan masakin adalah orang yang berpenghasilan akan tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimalnya.

Fuqara dan masakin, baik dalam definisi yang pertama maupun yang kedua sama-sama berhak atas harta yang dikuasai orang-orang kaya. Artinya, jika hak mereka tidak disalurkan, maka orang-orang kaya itu bisa dikatakan merampas hak mereka, alias mencuri.

Pantas jika Allah menyebut mereka sebagai pendusta agama. Allah berfirman: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS Al Maa'un: 1-3)


Islam memberikan ketetapan bahwa di dalam harta orang kaya ada sebagian hak fakir miskin yang harus

Lihat Pendidikan Selengkapnya