Sistem yang diterapkan oleh van der Capellen adalah pajak

Jakarta -

Cultuurstelsel itu apa, sih? Cultuurstelsel adalah kebijakan sistem tanam paksa yang terjadi pada masa pemerintah kolonial Hindia Belanda di bawah Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch [1830-1833].

Secara garis besar, cultuurstelsel dilakukan dengan cara memaksa para petani untuk memberikan tanah mereka dan menanam tanaman ekspor yang laku di pasar internasional.

Sistem tanam paksa ini membawa keuntungan besar di negara Belanda. Sebaliknya bagi petani di Jawa, sistem ini membuat masyarakat menderita. Waktu dan energi masyarakat terkuras untuk mengurus tanah milik pemerintah kolonial.

Sebelum diberlakukan kebijakan cultuurstelsel, pemerintah kolonial di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles telah menetapkan kebijakan landrente atau sistem sewa tanah. Kebijakan ini ditempuh saat Inggris menguasai Hindia Belanda pada 1811-1816.

Namun, kebijakan ini dianggap gagal memenuhi kebutuhan keuangan pemerintah kolonial saat Hindia Belanda kembali ke Belanda. Ditambah lagi, pada 1825-1830 terjadi perang Diponegoro yang menyebabkan pemerintah Hindia Belanda mengalami defisit keuangan karena pengeluaran tidak sebanding dengan pemasukan.

Selain itu, berdasarkan penelitian bertajuk 'Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa di Jawa pada Tahun 1830-1870" yang dilakukan Agnes Dian Anggraini dari Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, hutang Belanda semakin bertambah akibat perang-perang Napoleon dan kegagalan Belanda merebut kembali Belgia.

Maka dari itu, untuk mengatasi krisis keuangan pihak Belanda, Johannes Van den Bosch mengajukan gagasan cultuurstelsel kepada Raja Wilem I dan mendapat persetujuan. Dengan demikian, cultuurstelsel dilakukan dengan tujuan utama mengatasi krisis keuangan dan mengisi kekosongan kas negara pihak Belanda.

Kebijakan Cultuurstelsel

Johannes Van den Bosch membuat kebijakan untuk meminta para petani menanam tanaman ekspor, seperti tebu, tembakau, kopi, dan nila di seperlima bagian dari tanah milik mereka.

Jika petani tidak memiliki tanah, mereka harus bekerja tanpa upah di perkebunan negara selama 66 hari dalam setahun.

Berikut ini adalah beberapa ketentuan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa yang dimuat dalam Lembaran Negara [Staatsblad] Tahun 1834 No.22.

1. Penduduk menyediakan Sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan cultuurstelsel atau sistem tanam paksa

2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan cultuurstelsel tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa

3. Waktu dan pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman cultuurstelsel tidak boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi

4. Tanah yang disediakan untuk tanaman cultuurstelsel dibebaskan dari pembayaran pajak tanah

5. Hasil tanaman yang terkait dengan pelaksanaan cultuurstelsel wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harga atau nilai hasil tanaman ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayarkan oleh rakyat, kelebihannya akan dikembalikan kepada rakyat

6. Kegagalan panen yang bukan disebabkan oleh kesalahan petani, menjadi tanggungan pemerintah

7. Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan cultuurstelsel berada di bawah pengawasan langsung para penguasa pribumi, sedangkan pegawai-pegawai Eropa melakukan pengawasan secara umum

8. Penduduk yang bukan petani, diwajibkan bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun

Ciri Utama Cultuurstelsel atau Sistem Tanam Paksa

Kebijakan eksploitasi dari pemerintah kolonial Hindia Belanda ini memiliki ciri yakni kewajiban rakyat Jawa untuk membayar pajak mereka dalam bentuk barang, yakni hasil-hasil pertanian dan bukan dalam bentuk uang.

Pemerintah kolonial mengharapkan dengan pungutan pajak dalam bentuk natura ini tanaman dagang dapat dikirim ke negeri Belanda untuk dijual pada pembeli dari Eropa, dengan keuntungan yang besar.

Penyimpangan Cultuurstelsel

Berdasarkan kebijakan di atas, kebijakan yang dibuat terlihat tidak memberatkan rakyat kan detikers? Namun, dalam praktik cultuurstelsel terjadi penyimpangan dari kebijakan-kebijakan tersebut. Ini dia beberapa penyimpangannya.

1. Pelaksanaan sistem tanam paksa memakai seluruh bagian tanah petani

2. Petani tetap dikenakan pajak atas tanah yang digunakan untuk menanam tanaman ekspor

3. Pengembalian kelebihan hasil sangat sedikit, tidak sebanding dengan kelebihan yang seharusnya

4. Tenaga sukarela ternyata dilaksanakan secara paksa dan melebihi waktu yang sudah ditetapkan dan tak jarang mereka bekerja jauh dari tempat tinggalnya sehingga tidak sempat menanam padi untuk kebutuhan

Dengan adanya penyimpangan dalam pelaksanaannya, cultuurstelsel atau sistem tanam paksa ini menimbulkan berbagai dampak kerugian bagi masyarakat Hindia Belanda yang kini dikenal dengan nama Indonesia.

Mereka harus menanggung kebutuhan hidup pemerintah Belanda. Masyarakat tidak hanya mengorbankan harta tapi juga tenaga. Masa itu dinilai sebagai salah satu periode terkelam di sejarah Indonesia, itu dia penjelasan mengenai cultuurstelsel.

Simak Video "Jalan-jalan Keliling di Kota Lama Semarang Saat Malam Gelap"

[pal/pal]

Artikel ini tidak memiliki referensi atau sumber tepercaya sehingga isinya tidak bisa dipastikan. Bantu perbaiki artikel ini dengan menambahkan referensi yang layak. Tulisan tanpa sumber dapat dipertanyakan dan dihapus sewaktu-waktu.
Cari sumber: "Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen" – berita · surat kabar · buku · cendekiawan · JSTOR

Mr. Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen [15 Desember 1778 – 10 April 1848] adalah penguasa Hindia Belanda pertama yang memerintah di Hindia setelah dikuasai oleh Kerajaan Inggris selama beberapa tahun. Pada Konvensi london, kepada Belanda diberikan kembali Hindia Belanda.

Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen

Godert Alexander Gerard Philip Baron van der Capellen

Gubernur Jenderal Hindia BelandaMasa jabatan
1816–1826PendahuluJohn FendallPenggantiHendrik Merkus de KockMenteri Dinas Kehormatan dan Menteri Dalam NegeriMasa jabatan
1809 – 1811PendahuluJohan Hendrik Mollerus [dinas kehormatan]
Adriaan Pieter Twent van Raphorst [menteri dalam negeri]Penggantitidak adaMenteri Jajahan dan PerdaganganMasa jabatan
1814–1814PendahuluPaulus van der Heim [jajahan]
Jacob Jan Cambier [perdagangan]PenggantiJoan Cornelis van der HoopKomandan KNILMasa jabatan
1819–1819PendahuluCarl Heinrich Wilhelm AnthingPenggantiHendrik Merkus de Kock Informasi pribadiLahir15 Desember 1778UtrechtMeninggal10 April 1848

De Bilt, UtrechtKebangsaanBelanda

Van der Capellen, memerintah antara tanggal 19 Agustus 1816 – 1 Januari 1826. Ia merupakan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-41.

Ia adalah seorang berpikiran liberal, semangat yang tengah berhembus di Eropa setelah Revolusi Prancis. Tetapi segera ia melihat bahwa penerapan prinsip laissez-faire akan segera merugikan petani kecil di Jawa dan beberapa wilayah Hindia Belanda lainnya karena orang-orang kaya [baca:orang Belanda] akan segera menguasai banyak lahan dan membiarkan para petani dan buruh tani kehilangan mata pencaharian, keadaan yang sudah pernah terjadi pada abad ke-18, pada masa VOC.

Di masanya ia juga harus menghadapi rongrongan Raffles, sebagai Komisaris Jenderal Bengkulu, yang mencoba menguasai Sumatra dan Kalimantan untuk dikuasai raja Britania Raya. Perselisihan ini terselesaikan dengan disepakatinya Traktat London 1824. Permasalahan keamanan lainnya yang harus dihadapinya adalah Perang Paderi di Minangkabau, Perang Diponegoro, perlawanan sultan Palembang, dan pemberontakan di Maluku.

Untuk memperbaiki situasi ekonomi, Van der Capellen berusaha memajukan ekonomi warga yang sebagian besar adalah petani. Ia menghentikan pembayaran sewa tanah di daerah Negara Agung Mataram, untuk membantu petani. Namun tindakannya ini menimbulkan protes dari kalangan ningrat pemilik tanah dan menjadi perlawanan. Pecahlah perang yang dipimpin oleh seorang pangeran Kesultanan Yogyakarta, Pangeran Diponegoro, yang dikenal sebagai Perang Diponegoro antara tahun 1825 – 1830. Di Maluku, ia mengurangi sebagian monopoli perdagangan rempah-rempah untuk meredam ketidakadilan dan perlawanan rakyat.

Untuk memajukan pertanian dan tingkat pendidikan, ia mendirikan "Departemen Pertanian, Seni, dan Ilmu Pengetahuan untuk Pulau Jawa" yang bertugas memajukan pertanian melalui pendidikan umum dan profesional serta penelitian di bidang biologi. Prof. C.G.K. Reinwardt [dikenal pula sebagai direktur Kebun Botani Buitenzorg yang pertama] ditunjuk sebagai orang pertama untuk menduduki portofolio ini. Di masanya, dikeluarkan UU Pendidikan [1916]. Sebagai pelaksanaannya dibangunlah sekolah-sekolah dasar untuk semua golongan warga. Namun, tanggapan masyarakat non-Belanda sangat sepi karena pengajaran sekolah-sekolah ini memakai bahasa Belanda dan mengajarkan pranata Eropa. Menyadari hal ini van der Capellen memerintahkan penyelidikan mengenai sistem pendidikan warga asli sehingga dapat dimodernisasi. Dapat dikatakan ini adalah usaha pertama untuk memasukkan prinsip pendidikan Eropa ke masyarakat asli Indonesia.

Di bidang kesehatan, tantangan yang harus dihadapi adalah mewabahnya penyakit cacar. Reinwardt berusaha keras menyadarkan warga akan pentingnya sanitasi dan agar warga bersedia diimunisasi. Imunisasi berhasil dijalankan dan penyakit cacar berhasil ditekan penyebarannya.

Van der Capellen yang sangat liberal ini tidak disukai kalangan atas di Hindia Belanda karena dianggap terlalu lemah. Pada tahun 1824 ia dipanggil pulang ke Belanda dan pada tahun 1826 posisi gubernur jenderal diserahkan kepada Hendrik Merkus de Kock.

Untuk menghormati jasanya, di kota Batusangkar, ibu kota Kabupaten Tanah Datar didirikan benteng menurut namanya, yaitu Fort Van der Capellen.

  • Daftar Penguasa Hindia Belanda
  • Fort Van der Capellen
  • G.A.G.Ph. baron van der Capellen, Parlement.com
Jabatan pemerintahan
Didahului oleh:

Johan Hendrik Mollerus[Dinas kehormatan]Adriaan Pieter Twent van Raphorst

[Menteri dalam negeri]

Menteri Dinas Kehormatan dan Menteri Dalam Negeri
1809-1811
Diteruskan oleh:
tidak ada
Didahului oleh:

Paulus van der Heim[Menteri jajahan]Jacob Jan Cambier

[Menteri perdagangan]

Menteri Jajahan dan Perdagangan
1814
Diteruskan oleh:
Joan Cornelis van der Hoop
Didahului oleh:
John Fendall
Gubernur-Jenderal Hindia Belanda
1816-1826
Diteruskan oleh:
Hendrik Merkus de Kock
Didahului oleh:
Carl Heinrich Wilhelm Anthing
Komandan KNIL
1819
Diteruskan oleh:
Hendrik Merkus de Kock

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Godert_Alexander_Gerard_Philip_baron_van_der_Capellen&oldid=20748597"

Page 2

Anda tidak memiliki hak akses untuk menyunting halaman ini, karena alasan berikut:

Alamat IP Anda berada dalam rentang yang telah diblokir di semua wiki Wikimedia Foundation.

Pemblokiran dilakukan oleh Jon Kolbert [meta.wikimedia.org]. Alasan yang diberikan adalah Open proxy/Webhost: Visit the FAQ if you are affected .

  • Mulai di blokir: 7 November 2021 17.35
  • Kedaluwarsa blokir: 7 Desember 2023 17.35

Alamat IP Anda saat ini adalah 168.138.160.234 dan rentang yang diblokir adalah 168.138.0.0/16. Harap sertakan semua rincian di atas dalam setiap pertanyaan Anda.

Jika Anda yakin Anda diblokir merupakan sebuah kesalahan, Anda dapat menemukan informasi tambahan dan petunjuk di kebijakan global Tanpa proksi terbuka. Jika tidak, untuk membicarakan hal ini, silakan mengirim permintaan untuk diperiksa di Meta-Wiki atau mengirim surel ke antrean VRT steward di dengan menyertakan semua rincian di atas.

Anda dapat melihat atau menyalin sumber halaman ini.

== Lihat pula == * [[Daftar Penguasa Hindia Belanda]] * [[Fort Van der Capellen]]

Kembali ke Godert Alexander Gerard Philip baron van der Capellen.

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/wiki/Godert_Alexander_Gerard_Philip_baron_van_der_Capellen"

Video yang berhubungan