Sistem kepartaian yang dianut pada masa Demokrasi Parlementer adalah

KOMPAS.com - Partai politik dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Secara umum, partai politik terbagi ke dalam dua jenis yaitu partai massa dan partai kader.

Partai politik yang ada kemudian membangun sistem kepartaian yang dianut sebuah negara.

Sistem kepartaian di dunia dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu sistem partai tunggal, sistem dwi partai, dan sistem multipartai.

Sistem Partai Tunggal atau One Party System

Sistem partai tunggal digunakan untuk partai yang benar-benar menjadi satu-satunya partai dalam sebuah negara.

Negara yang menerapkan sistem partai tunggal hanya memiliki satu partai yang memegang kekuasaan atas militer, pemerintahan, serta menguasai segala aspek yang berkaitan dengan kehidupan masyarakatnya.

Video Rekomendasi

Sistem kepartaian yang dianut pada masa Demokrasi Parlementer adalah

Sistem partai tunggal dalam sistem politik hanya memberi ruang bagi satu partai politik untuk menjadi lembaga artikulasi kepentingan politik warga negara.

Baca juga: Perludem: Ambang Batas Parlemen Gagal Sederhanakan Sistem Kepartaian

Kecenderungan negara-negara yang menggunakan sistem partai tunggal adalah karena di negara-negara baru, pemimpin sering berhadapan dengan masalah integrasi berbagai golongan, daerah, serta suku bangsa yang berbeda.

Apabila keanekaragaman sosial dan budaya ini dibiarkan, dikhawatirkan akan terjadi gejolak sosial politik yang menghambat usaha-usaha pembangunan.

Sistem partai tunggal dianut di beberapa negara Afrika yaitu Ghana di masa Kwame Nkrumah, Guinea, dan Mali. Selain itu juga di Eropa Timur dan Republik Rakyat Tiongkok.

Sistem Dwi Partai atau Two Party System

Sistem dwi partai berarti adanya dua partai atau adanya beberapa partai tetapi dengan peranan dominan dari dua partai dalam sebuah negara.

Dewasa ini, hanya sedikit negara yang menggunakan sistem dwi partai. Di antaranya adalah Inggris, Amerika Serikat, dan Filipina.

Dalam sistem dwi partai, dengan jelas partai terbagi menjadi partai penguasa karena menang dalam pemilihan umum dan partai oposisi karena kalah dalam pemilihan umum.

Pembagian tugas di antara kedua partai yaitu partai pemenang pemilu akan memerintah dan partai yang kalah dalam pemilu menjadi partai oposisi yang loyal.

Oposisi loyal bukan hanya melakukan kritik terhadap pemerintah berkuasa tetapi juga membedakan dukungan atas kebijakan dan keputusan pemerintahan yang memang berkiblat pada kepentingan publik.

Ketika pemerintah membuat kebijakan publik yang tidak berorientasi pada kebutuhan mayoritas publik, maka oposisi akan melakukan peran dan fungsinya sebagai antitesis atas kebijakan tersebut.

Baca juga: Sistem Kepartaian masa Orde Baru

Sistem Multipartai atau Multiparty System

Sistem multipartai pada umumnya berkembang di negara yang memiliki keanekaragaman dalam masyarakat. Di mana perbedaan ras, agama, dan suku bangsa sangatlah kuat. Sistem multipartai lebih mencerminkan keanekaragaman budaya dan politik dibandingkan sistem dwi partai.

Sistem multipartai tidak memiliki satu partai yang cukup kuat untuk membentuk pemerintahan sendiri sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai lain. Oleh karena itu, sistem multipartai mencerminkan adanya lebih dari dua partai yang dominan.

Sistem kabinet yang diterapkan umumnya berupa sistem kabinet parlementer. Parlemen cenderung memiliki posisi lebih kuat dibanding lembaga eksekutif karena parlemen dapat menjatuhkan kabinet dengan mosi tidak percaya.

Salah satu negara yang menerapkan sistem multipartai adalah Indonesia. Sistem multipartai di Indonesia diterapkan sejak pemilu pertama yang diselenggarakan pada tahun 1955 dan menghasilkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR dan konstituante.

Pemilu 1955 dilaksanakan pada masa demokrasi liberal. Sistem kepartaian yang dianut pada masa demokrasi liberal adalah sistem multipartai.

Demokrasi liberal ditandai oleh Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 November 1945 yang menyerukan kepada rakyat Indonesia untuk mendirikan partai-partai politik sebagai wadah untuk menyalurkan pikiran politiknya.

Referensi

  • Andriyan, Dody Nur. 2016. Hukum Tata Negara dan Sistem Politik: Kombinasi Presidensial dengan Multipartai di Indonesia. Yogyakarta: Deepublish
  • Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

pusat pemerintahan dari kerajaan samudra pasai adalah

Menurut teori Darwin, Pithecanthropus Erectus merupakan mahluk yang hidup pada masa transisi perubahan kera menjadi manusia. Perubahan tersebut ditand … ai dengan ciri fisik berupa​

Berikan empat alasan kita wajib menjaga dan melestarikan warisan budaya masa lalu kita.

Bagaimana pendapat anda tentang keberadaan situs basil budaya dari peristiwa masa lalu bangsa Indonesia ini?

Tulislah dua contoh perilaku menodai agama?Tulislah Tulislah dua contoh perilaku yang menodai agama?Tulislah dua contoh perilaku yang pernah menodai a … gama ​

Konsep ruang dalam mempelajari sejarah telah membagi historiografi indonesia menjadi ...

Jelaskan yang melatarbelakangi terjadinya kabinet sukiman dan wilopo mendapatkan mosi tidak percaya dari parlemen

Carilah dari beberapa sumber tentang sebuah peristiwa sejarah Indonesia yang terjadi antara tahun 1945 hingga tahun 1998.

Contoh peninggalan masa klasik hindu-buddha indonesia pada wilayah sulawesi

Keberagamaan budaya di indonesia harus di shukuri karena.

Adnan Buyung Nasution, Arus Pemikiran Konstitusionalisme; Hukum dan Peradilan, Cetakan Pertama, Jakarta, Kata Hasta Pustaka, 2007.

_____________________, Arus Pemikiran Konstitusionalisme; Tata Negara, Cetakan Pertama Edisi I, Jakarta, Kata Hasta Pustaka, 2007.

Agus Efendi, Studi Komparatif Pengaturan Sistem Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Di Indonesia, Jurnal FIAT JUSTISIA Fakultas Hukum Universitas Lampung, Vol. 2, April-Juni 2016.

Agus Sutisna, Politik Penyederhanaan Sistem Kepartaian Di Indonesia Pasca Reformasi 1998, Jurnal SOSIO DIDAKTIKA: Social Science Education Journal Vol. 2, No. 2, Tahun 2015.

A. Pambudi, Supersemar Palsu; Kesaksian Tiga Jenderal, Cetakan Kedua, Tanggeran, Agromedia Pustaka, 2006.

Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia; Pemahaman Secara Teoritik dan Empirik, Edisi Kedua Cetakan Keempat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015.

Jimly Asshiddiqie, Kerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik dan Mahkamah Konstitusi, Cetakan Ketiga, Jakarta, Konstitusi Press, 2006.

Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan Keempat Edisi Revisi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010.

Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, Rajawali Pers, 2009.

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi; Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, Cetakan Kedua, Jakarta, Rajawali Pers, 2010.

Sri Soemantri M., Hukum Tata Negara Indonesia; Pemikiran dan Pandangan, Cetakan Pertama, Jakarta, Remaja Rosdakarya, 2014.

Syamsuddin Haris, Kekuasaaan Transisional; Problem Penyelenggaraan Pemilu 1999, dalam Transisi Demokrasi; Evaluasi Kritis Penyelenggaraan Pemilu 1999, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta.

Zainal Arifin Hoesein, Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia, Cetakan Pertama, Malang, Setara Press, 2016.