Sifat musik tradisional apabila dipentaskan di kalangan istana menjadi

Gerakan penari Saman saat tampil dalam pembukaan Festival Tari Saman di Gayo Lues, Aceh. Foto: Suparta/acehkini

Seni tari klasik merupakan tari tradisional yang lahir di lingkungan keraton atau pusat pemerintahan. Biasanya, tarian ini diwariskan secara turun-temurun pada kalangan bangsawan.

Sejatinya, seni tari klasik adalah tarian yang berkembang di wilayah kerajaan dan menjadi tradisi yang melekat di masyarakat umum. Tarian ini memiliki aturan baku yang tidak bisa diubah.

Seni tari klasik memiliki karakter tertentu, yakni sesuai dengan koreografi atau tubuh sang penari yang elok, lembut, dan tegas. Di samping itu, tari klasik juga dapat dikenali dengan beberapa ciri, di antaranya:

  • Berpedoman pada pakem tertentu yang tidak dapat diubah atau diganggu gugat. Jika diubah, makna tarian akan rusak.

  • Tata rias penari cantik, anggun, dan disesuaikan dengan tema tarian.

  • Busana pakaian tergolong mewah dan serupa dengan pakaian para bangsawan.

  • Memiliki nilai estetika tinggi serta makna dan filosofi yang mendalam.

Ilustrasi tari piring, Tarian khas Sumatera Barat Foto: Wikimedia Commons

Di Indonesia, ada banyak jenis seni tari klasik. Tarian tersebut tersebar di berbagai daerah dan memiliki filosofi yang berbeda-beda.

Berikut adalah contoh seni tari klasik yang ada di Indonesia.

Tari Piring berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Seperti namanya, tarian ini membutuhkan piring sebagai properti utama. Tarian ini merupakan ungkapan syukur pada dewa atas hasil panen yang melimpah.

Dalam tarian ini, penari akan meletakkan piring di kedua telapak tangan. Kemudian, piring itu akan diayunkan dengan gerakan lincah dan teratur tanpa jatuh dari tangan penari. Di akhir tarian, penari akan melempar piring ke lantai dan menginjak pecahan piring tersebut.

Tarian asal suku Gayo ini merupakan media dakwah. Tari tradisional ini tidak diiringi oleh musik, namun menggunakan irama tepukan suara penari. Dalam tarian ini, penari akan duduk berbaris dan menepuk paha serta dada secara serempak. Tak hanya itu, penari juga bernyanyi dengan suara yang cukup tinggi.

Tarian Kuda Lumping berasal dari Ponorogo, Jawa Tengah. Tari yang dikenal dengan jaran kepang atau jathilan ini adalah gambaran dari sekelompok prajurit penunggang kuda di medan perang.

Ketika mementaskan tarian, penari Kuda Lumping yang kesurupan sering menampilkan berbagai atraksi unik seperti makan beling, menyayat tubuh, hingga berjalan di atas pecahan kaca. Karena itulah, tarian ini selalu didampingi oleh pawang yang bertugas menyadarkan penari.

Tarian asal Cirebon ini menggambarkan usaha seorang Prabu Minakjingga yang mengejar cinta Ratu Kencana Wungu. Meski dia sudah berusaha, ia tetap gagal meluluhkan hati sang Ratu. Biasanya, penari Topeng Klana mengenakan busana yang didominasi warna merah dan topeng yang terbuat dari emas.

Tari Gambir Anom berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Tarian ini menggambarkan kisah Irawan, putra Arjuna, yang sedang jatuh cinta pada lawan jenisnya. Ketika mementaskan tarian, penari akan mengalungkan sampur pada seorang tamu agung untuk mengajaknya menari bersama.

Sifat musik tradisional apabila dipentaskan di kalangan istana menjadi

Sifat musik tradisional apabila dipentaskan di kalangan istana menjadi
Lihat Foto

Tribunnews.com

Tari Bedhaya Ketawang Keraton Surakarta

KOMPAS.com - Tari Bedhawa Ketawang merupakan tarian sakral atau suci yang dimiliki oleh Keraton Kasunanan Surakarta yang memiliki sarat makna.

Tari Bedhawa Ketawang sebuah tari lambang kebesaran yang hanya ditarikan ketika upacara peringatan kenaikan atau penobatan tahta raja atau disebut Tingalandelam Jumenang.

Dilansir dari situs Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tari Bedhaya Ketawang adalah tarian kebesaran yang hanya dipertunjukkan ketiak penobatan serta peringatan kenaikan tahta raja di Keraton Kasunanan Surakarta.

Tari Bedhaya Ketawang merupakan tarian sakral yang suci bagi masyarakat dan Keraton Kasunan Surakarta.

Nama Tari Bedhawa Ketawang diambil dari kata "bedhaya" yang memiliki arti penari wanita di istana. Kata "ketawang" berasal dari kata tawang yang berati langit.

Kata ketawang melambangkan suatu yang tinggi, suci, dan tempat tinggal para dewa. Para penarinya dilambangkan seperti letak bintang kalajengking yang jumlahnya sembilan.

Baca juga: Tari Cokek, Tari Tradisional Masyarakat Betawi

Sejarah tari Bedhaya Ketawang

Tari Bedhaya Ketawang juga menjadi salah satu pusaka warisan leluhur yang dimiliki raja dan merupakan konsep legitimasi raja.

Gerakan tarian tersebut mengandung makna falsafah yang tingga. Sehingga masih berjalan sesuai dengan pakem hingga saat ini.

Tari Bedhaya Ketawang sudah ada pada zaman Kerajaan Mataram yang dipimpin Sultan Agung Hanyakrakusuma pada 1623-1645.

Menurut cerita, pada saat memerintah Sultan Agung melakukan ritual semedi lalu mendengar suara senandung dari arah langit.