Siapa saja orang-orang yang mendapat keringanan dalam berpuasa brainly

Jawaban:

Rukhshah atau keringanan merupakan salah satu cara yang memudahkan umat Islam dalam beribadah. Adanya keringanan ini dikarenakan pada dasarnya Islam tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya. Akan tetapi, bukan berarti keringanan ini bisa diambil sesuka hati. Ada beberapa sebab atau kondisi yang membuat keringanan bisa diambil. Berikut ini adalah 7 alasannya:

1. Bepergian

Bepergian atau safar dalam jarak tertentu membuat seorang muslim mendapatkan beberapa keringanan dalam menjalankan ibadah. Misalnya puasa dan shalat. Saat seorang muslim berada dalam perjalanan, maka dia bisa mendapat keringanan dengan tidak berpuasa.

Selain itu, orang yang berada dalam perjalanan juga diperbolehkan menjama’ (menggabungkan dua shalat) ataupun mengqashar (memendekkan jumlah rakaat dalam shalat) shalat yang dilakukan selama perjalanan. Orang tersebut juga diperbolehkan mengganti shalat jumat dengan shalat dzuhur, serta melakukan tayammum saat berada dalam kendaraan.

2. Sakit

Orang yang berada dalam kondisi sakit juga mendapatkan keringanan dalam ibadah. Seperti diperbolehkan tidak berpuasa, melakukan tayammum, dan menjadikan makanan yang haram sebagai obat jika dibutuhkan.

3. Terpaksa

Dalam kondisi terpaksa, seorang muslim boleh merusak hak milik orang lain, memakan bangkai, meminum minuman keras, bahkan mengatakan hal yang membawa pada kekufuran selama hatinya tetap beriman. Akan tetapi, kondisi terpaksa yang dimaksud haruslah benar-benar terpaksa. Bukan dibuat atau dianggap terpaksa padahal masih mampu.

4. Lupa

Allah memaafkan orang yang melakukan kesalahan saat ia lupa. Misalnya orang yang makan karena lupa dia sedang berpuasa, atau lupa mengucap basmalah saat menyembelih hewan. Lupa tersebut tidak menjadikan puasanya batal dan daging hewannya tetap halal untuk dimakan.

5. Kebodohan

Orang yang melakukan kesalahan atau dosa tanpa tahu bahwa apa yang dilakukannya adalah salah, maka kesalahannya dimaafkan karena kebodohan atau ketidak tahuannya.

6. Tidak Mampu

Orang yang tidak memiliki kemampuan atau dianggap tidak mampu bertindak dibebaskan sama sekali dari beban hukum. Artinya, kesalahan yang dia lakukan tidak akan mendapat hukuman. Orang yang mendapat keringanan karena tidak mampu contohnya adalah anak kecil dan orang gila.

7. Kesulitan Umum

Beberapa perkara yang dianggap sebagai kesulitan umum juga akan mendapat keringanan dalam pelaksanaannya. Contohnya, pada saat musim hujan akan cukup sulit untuk berjalan di tempat umum tanpa terkena percikan air yang mungkin bercampur najis. Banyaknya orang dan kendaraan yang lewat membuat hal semacam ini jadi sulit untuk dihindari.

Itulah beberapa alasan mengapa rukhshah atau keringanan bisa diambil. Akan tetapi, bentuk keringanan untuk masing – masing kondisi bisa saja berbeda. Ada keringanan yang membuat perkara tersebut jadi gugur, namun ada pula yang hanya dikurangi, perlu diganti, dimajukan atau diundur, perubahan, dan lain sebagainya.

Pengambilan rukhshah juga tidak boleh dilakukan secara asal atau karena menggampangkan ibadah itu sendiri. Rukhshah harus dilakukan dengan memperhatikan kondisi yang ada serta mengikuti tuntunan syariat. Dengan begitu, rukhshah yang diambil tidak bersifat merugikan atau bahkan menjadi dosa.

Penjelasan:

jdikan jwbn terbaik yaa

Siapa saja orang-orang yang mendapat keringanan dalam berpuasa brainly
Orang yang tidak wajib puasa

Orang yang tidak wajib puasa tidak mendapatkan dosa apabila meninggalkan puasa wajib Ramadhan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Beberapa umat Islam juga mengalami kondisi menjadi orang yang tidak wajib puasa.

Selain itu, Tidak semua Muslim yang sehat mampu melaksanakan puasa Ramadhan. Seperti karena tuntutan pekerjaan yang berat sebagai kuli bangunan dan lain-lain. Jika seseorang itu berpuasa akan menimbulkan dampak negatif yang lebih serius bagi dirinya sendiri. Bahkan dalam beberapa kasus, orang-orang terdekat merasakan dampak negatif tersebut.

Orang yang tidak boleh puasa biasanya memiliki kendala atau kondisi tertentu sehingga boleh meninggalkan puasa Ramadhan. Seperti beberapa kendala yang hadir karena kesehatan yaitu sakit dan hilang akal.

Baca juga artikel tentang Hukum Puasa Bagi Anak Yang Belum Baligh.

Dalil Orang Orang Yang Tidak Wajib Puasa

Pada dasarnya, semua umat Islam wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Seperti yang Allah jelaskan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman wajib puasa sebagaimana orang-orang sebelumnya untuk memperoleh ketakwaan.

Tetapi, untuk orang-orang tertentu juga mendapat keringanan atas kewajiban berpuasa sehingga boleh meninggalkan puasa. Landasan orang yang tidak wajib puasa bisa kita lihat dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 184 berikut ini:

“(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Orang Yang Tidak Wajib Puasa dan Hukumnya

Kita bisa sebutkan orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa dan ketentuan menggantinya di bawah ini sebagai informasi yang perlu kita ketahui. Sehingga ketika kita berjumpa dengan kendala yang membuat kita tidak berpuasa menjadi lebih tenang dan tidak khawatir. Sesungguhnya Islam adalah Agama yang memudahkan umatnya dan memahami segala kondisi dari umat.

Orang Sakit

Yaitu jika dengan puasa penyakitnya akan bertambah atau lama sembuh. Orang yang masuk kategori ini wajib mengqadha atau mengganti puasa di hari lain sebanyak hari ketika ia meninggalkan puasa.

Musafir Atau Orang Dalam Perjalanan

Orang yang musafir dengan tujuan untuk beribadah kemudian khawatir dengan puasa dapat mengalami kesulitan boleh meninggalkan kewajiban berpuasa. Tetapi wajib bagi musafir mengganti puasa di hari lain setelah ia sampai tujuan. Selain itu seseorang yang sedang dalam perjalanan juga boleh tetap melaksanakan puasa jika mampu.

Hadits Riwayat Muslim menyebutkan, sahabat pernah safar bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam, beberapa sahabat ada yang berpuasa dan sebagiannya lagi tidak berpuasa. Meskipun begitu satu sama lain saling menghormati dan tidak mencela.

Orang Yang Fisiknya Tidak Mampu Berpuasa

Orang yang masuk kategori ini ialah para orang tua renta. Ketidakmampuan fisik orang tua renta berlaku sangat lama sehingga tidak mungkin bagi orang tua renta melaksanakan kewajiban puasa.

Orang yang tidak puasa karena lanjut usia maka dia harus membayar fidyah. Yaitu memberi makan orang miskin sebanyak hari yang ia tinggalkan untuk tidak berpuasa.

Dalam riwayat Dar Al-Quthni dan Al-Hakim dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda, orang tua renta mendapat keringanan berbuka (tidak puasa) dan memberi makan satu orang miskin sebanyak hari yang ditinggalkan. Dan tidak wajib bagi orang tua renta menjalankan qadha puasa.

Hamil dan Menyusui

Perempuan hamil dan menyusui juga mendapat keringanan atau rukhsah untuk tidak menjalankan ibadah wajib puasa atas dasar khawatir dengan kesehatan ibu dan janin yang ada dalam kandungannya.

Rasulullah shallallahu’alaihi wassalam bersabda, sesungguhnya Allah memberi rukshah separuh shalat untuk musafir dan puasa dari perempuan hamil dan menyusui. (HR. An-Nasai dan Ahmad).

Ayok kawan-kawan menjadi bagian dari keluarga besar SMA MBS Muh Piyungan dengan mendaftar menjadi siswa kami. Informasi pendaftaran siswa baru dapat kita akses dengan cara klik disini.

Fidyah secara bahasa adalah tebusan. Menurut istilah syariat adalah denda yang wajib ditunaikan karena meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan. Syekh Ahmad bin Muhammad Abu al-Hasan al-Mahamili mengklasifikasi fidyah menjadi tiga bagian. Pertama, fidyah senilai satu mud. Kedua, fidyah senilai dua mud. Ketiga, fidyah dengan menyembelih dam (binatang) (Syekh Ahmad bin Muhammad Abu al-Hasan al-Mahamili, al-Lubab, hal. 186).  

Dalam tulisan ini penulis akan fokus kepada fidyah yang berkaitan dengan ibadah puasa Ramadhan. Merujuk keterangan al-Mahamili di atas, fidyah dalam pembahasan ini masuk kategori pertama, yaitu fidyah senilai satu mud. Kajian mengenai panduan membayar fidyah puasa setidaknya dapat dipetakan dalam beberapa subpembahasan sebagai berikut:  

Kategori Orang yang Wajib Membayar Fidyah  

1. Orang tua renta

  Kakek atau nenek tua renta yang tidak sanggup lagi menjalankan puasa, tidak terkena tuntutan berpuasa. Kewajibannya diganti dengan membayar fidyah satu mud makanan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Batasan tidak mampu di sini adalah sekiranya dengan dipaksakan berpuasa menimbulkan kepayahan (masyaqqah) yang memperbolehkan tayamum. Orang dalam jenis kategori ini juga tidak terkena tuntutan mengganti (qadha) puasa yang ditinggalkan (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 428).  

2. Orang sakit parah 

Orang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh dan ia tidak sanggup berpuasa, tidak terkena tuntutan kewajiban puasa Ramadhan. Sebagai gantinya, ia wajib membayar fidyah. Seperti orang tua renta, batasan tidak mampu berpuasa bagi orang sakit parah adalah sekiranya mengalami kepayahan apabila ia berpuasa, sesuai standar masyaqqah dalam bab tayamum. Orang dalam kategori ini hanya wajib membayar fidyah, tidak ada kewajiban puasa, baik ada’ (dalam bulan Ramadhan) maupun qadha’ (di luar Ramadhan).   Berbeda dengan orang sakit yang masih diharapkan sembuh, ia tidak terkena kewajiban fidyah. Ia diperbolehkan tidak berpuasa apabila mengalami kepayahan dengan berpuasa, namun berkewajiban mengganti puasanya di kemudian hari (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib, juz 2, hal. 397).  

3. Wanita hamil atau menyusui  

Ibu hamil atau wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak/janin yang dikandungnya. Di kemudian hari, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan, baik karena khawatir keselamatan dirinya atau anaknya. Mengenai kewajiban fidyah diperinci sebagai berikut:  

  • Jika khawatir keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak /janinya, maka tidak ada kewajiban fidyah.   
  • Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah. (lihat Syekh Ibnu Qasim al-Ghuzzi, Fath al-Qarib Hamisy Qut al-Habib al-Gharib, hal. 223).  

4. Orang mati 

Dalam fiqih Syafi’i, orang mati yang meninggalkan utang puasa dibagi menjadi dua:  

Pertama, orang yang tidak wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, semisal sakitnya berlanjut sampai mati. Tidak ada kewajiban apa pun bagi ahli waris perihal puasa yang ditinggalkan mayit, baik berupa fidyah atau puasa.  

Kedua, orang yang wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa. Menurut qaul jadid (pendapat baru Imam Syafi’i), wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Biaya pembayaran fidyah diambilkan dari harta peninggalan mayit. Menurut pendapat ini, puasa tidak boleh dilakukan dalam rangka memenuhi tanggungan mayit. Sedangkan menurut qaul qadim (pendapat lama Imam Syafi’i), wali/ahli waris boleh memilih di antara dua opsi, membayar fidyah atau berpuasa untuk mayit.  

Qaul qadim dalam permasalahan ini lebih unggul daripada qaul jadid, bahkan lebih sering difatwakan ulama, sebab didukung oleh banyak ulama ahli tarjih.  

Ketentuan di atas berlaku apabila tirkah (harta peninggalan mayit) mencukupi untuk membayar fidyah puasa mayit, bila tirkah tidak memenuhi atau mayit tidak meninggalkan harta sama sekali, maka tidak ada kewajiban apa pun bagi wali/ahli waris, baik berpuasa untuk mayit atau membayar fidyah, namun hukumnya sunah (Syekh Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 221-222).  

5. Orang yang mengakhirkan qadha Ramadhan  

Orang yang menunda-nunda qadha puasa Ramadhan—padahal ia memungkinkan untuk segera mengqadha—sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah satu mud makanan pokok untuk per hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atas keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan.  

Berbeda dengan orang yang tidak memungkinkan mengqadha, semisal uzur sakit atau perjalanannya (safar) berlanjut hingga memasuki Ramadhan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya, ia hanya diwajibkan mengqadha puasa.  

Menurut pendapat al-Ashah, fidyah kategori ini menjadi berlipat ganda dengan berlalunya putaran tahun. Semisal orang punya tanggungan qadha puasa sehari di tahun 2018, ia tidak kunjung mengqadha sampai masuk Ramadhan tahun 2020, maka dengan berlalunya dua tahun (dua kali putaran Ramadhan), kewajiban fidyah berlipat ganda menjadi dua mud.  

Syekh Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan:  

(ومن أخر قضاء رمضان مع إمكانه) بأن كان مقيما صحيحا. (حتى دخل رمضان آخر لزمه مع القضاء لكل يوم مد) وأثم كما ذكره في شرح المهذب وذكر فيه أنه يلزم المد بمجرد دخول رمضان، أما من لم يمكنه القضاء، بأن استمر مسافرا أو مريضا حتى دخل رمضان فلا شيء عليه بالتأخير، لأن تأخير الأداء بهذا العذر جائز فتأخير القضاء أولى بالجواز.  

“Orang yang mengakhirkan qadha Ramadhan padahal imkan (ada kesempatan), sekira ia mukim dan sehat, hingga masuk Ramadhan yang lain, maka selain qadha ia wajib membayar satu mud makanan setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan orang tersebut berdosa seperti yang disebutkan al-Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzab. Di dalam kitab tersebut, beliau juga menyebut bahwa satu mud makanan diwajibkan dengan masuknya bulan Ramadhan. Adapun orang yang tidak imkan mengqadha, semisal ia senantiasa bepergian atau sakit hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya dengan keterlambatan mengqadha. Sebab mengakhirkan puasa ada’ disebabkan uzur baginya adalah boleh, maka mengakhirkan qadha tentu lebih boleh”.

  (والأصح تكرره) أي المد. (بتكرر السنين) والثاني لا يتكرر أي يكفي المد عن كل السنين.  

“Menurut pendapat al-ashah, satu mud menjadi berlipat ganda dengan berlipatnya beberapa tahun. Menurut pendapat kedua, tidak menjadi berlipat ganda, maksudnya cukup membayar satu mud dari beberapa tahun yang terlewat”. (Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, juz 2, hal. 87).  

Kadar dan Jenis Fidyah

Kadar dan jenis fidyah yang ditunaikan adalah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Makanan pokok bagi mayoritas masyarakat Indonesia adalah beras. Ukuran mud bila dikonversikan ke dalam hitungan gram adalah 675 gram atau 6,75 ons. Hal ini berpijak pada hitungan yang masyhur, di antaranya disebutkan oleh Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu. Sementara menurut hitungan Syekh Ali Jumah dalam kitab al-Makayil wa al-Mawazin al-Syar’iyyah, satu mud adalah 510 gram atau 5,10 ons.  

Alokasi Fidyah

Fidyah wajib diberikan kepada fakir atau miskin, tidak diperbolehkan untuk golongan mustahiq zakat yang lain, terlebih kepada orang kaya. Alokasi fidyah berbeda dengan zakat, karena nash Al-Qur’an dalam konteks fidyah hanya menyebut miskin “fa fidyatun tha‘âmu miskin” (QS al-Baqarah ayat 184). Sedangkan fakir dianalogikan dengan miskin dengan pola qiyas aulawi (qiyas yang lebih utama), sebab kondisi fakir lebih parah daripada miskin (Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 176).  

Per satu mud untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan merupakan ibadah yang terpisah/independen, oleh karenanya diperbolehkan mengalokasikan beberapa mud untuk beberapa puasa yang ditinggalkan kepada satu orang fakir/miskin. Semisal fidyah puasa orang mati 10 hari, maka 10 mud semuanya boleh diberikan kepada satu orang miskin.  

Berbeda halnya dengan satu mud untuk jatah pembayaran fidyah sehari, tidak diperbolehkan diberikan kepada dua orang atau lebih. Semisal fidyah puasa wanita menyusui 1 hari, maka satu mud fidyah tidak boleh dibagi dua untuk diberikan kepada dua orang fakir. Begitu juga, fidyah puasa ibu hamil 2 hari tidak cukup diberikan kepada 4 orang miskin.   Syekh Khathib al-Syarbini menjelaskan:  

(وله صرف أمداد) من الفدية (إلى شخص واحد) لأن كل يوم عبادة مستقلة، فالأمداد بمنزلة الكفارات، بخلاف المد الواحد فإنه لا يجوز صرفه إلى شخصين؛ لأن كل مد فدية تامة، وقد أوجب الله تعالى صرف الفدية إلى الواحد فلا ينقص عنها  

“Boleh mengalokasikan beberapa mud dari fidyah kepada satu orang, sebab masing-masing hari adalah ibadah yang menyendiri, maka beberapa mud diposisikan seperti beberapa kafarat, berbeda dengan satu mud (untuk sehari), maka tidak boleh diberikan kepada dua orang, sebab setiap mud adalah fidyah yang sempurna. Allah telah mewajibkan alokasi fidyah kepada satu orang, sehingga tidak boleh kurang dari jumlah tersebut”. (Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 176).  

Tata Cara Niat Fidyah

Fidyah adalah ibadah yang berkaitan dengan harta, sehingga disyaratkan niat dalam pelaksanaannya seperti zakat dan kafarat.   Disebutkan dalam himpunan fatwa Imam Muhammad al-Ramli:  

(سئل) هل يلزم الشيخ الهرم إذا عجز عن الصوم وأخرج الفدية النية أم لا  

“Imam al-Ramli ditanya, apakah orang tua renta yang lemah berpuasa dan mengeluarkan fidyah wajib niat atau tidak?

  (فأجاب) بأنه تلزمه النية لأن الفدية عبادة مالية كالزكاة والكفارة فينوي بها الفدية لفطره  

“Imam al-Ramli menjawab bahwa ia wajib niat fidyah, sebab fidyah adalah ibadah harta seperti zakat dan kafarat, maka niatkanlah mengeluarkan fidyah karena tidak berpuasa Ramadhan” (Syekh Muhammad al-Ramli, Fatawa al-Ramli, juz 2, hal. 74).  

Berikut contoh tata cara niat dalam penunaian fidyah:  

● Contoh niat fidyah puasa bagi orang sakit keras dan orang tua renta:  

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى  

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardlu karena Allah.”  

● Contoh niat fidyah bagi wanita hamil atau menyusui:  

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ على فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى

  “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anaku, fardlu karena Allah.”  

● Contoh niat fidyah puasa orang mati (dilakukan oleh wali/ahli waris):

  نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى  

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadhan untuk Fulan bin Fulan (disebutkan nama mayitnya), fardlu karena Allah”.   

● Contoh niat fidyah karena terlambat mengqadha puasa Ramadhan  

نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هَذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى  

“Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardlu karena Allah”.   Niat fidyah boleh dilakukan saat menyerahkan kepada fakir/miskin, saat memberikan kepada wakil atau setelah memisahkan beras yang hendak ditunaikan sebagai fidyah. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam bab zakat.

 Waktu Mengeluarkan Fidyah

Fidyah puasa untuk orang mati diperbolehkan dilakukan kapan saja, tidak ada ketentuan waktu khusus dalam fiqih turats. Sedangkan fidyah puasa bagi orang sakit keras, tua renta dan ibu hamil/menyusui diperbolehkan dikeluarkan setelah subuh untuk setiap hari puasa, boleh juga setelah terbenamnya matahari di malam harinya, bahkan lebih utama di permulaan malam. Boleh juga diakhirkan di hari berikutnya atau bahkan di luar bulan Ramadhan.  

Tidak cukup mengeluarkan fidyah sebelum Ramadhan, juga tidak sah sebelum memasuki waktu maghrib untuk setiap hari puasa.   Ringkasnya, waktu pelaksanaan fidyah minimal sudah memasuki malam hari (terbenamnya matahari) untuk setiap hari puasa, boleh juga dilakukan setelah waktu tersebut.   Al-Imam Muhammad al-Ramli pernah ditanya perihal tata cara niat fidyah bagi orang tua renta sebagai berikut:  

وما كيفيتها وما كيفية إخراج الفدية هل يتعين إخراج فدية كل يوم فيه أو يجوز إخراج فدية جميع رمضان دفعة سواء كان في أوله أو في وسطه أو لا؟  

“Bagaimana cara niat fidyah? Bagaimana cara mengeluarkan fidyah, apakah menjadi keharusan mengeluarkan fidyah setiap hari di dalam hari tersebut? Apakah boleh mengeluarkan fidyah keseluruhan Ramadhan dengan sekaligus, di awal Ramadhan atau tengahnya?”.   Beliau menjawab:   ويتخير في إخراجها بين تأخيرها وبين إخراج فدية كل يوم فيه أو بعد فراغه ولا يجوز تعجيل شيء منها لما فيه من تقديمها على وجوبه لأنه فطرة.  

Ia (orang tua renta) diperkenankan memilih antara mengakhirkan penunaian fidyah dan mengeluarkan fidyah di setiap harinya, di dalam hari tersebut atau setelah selesainya hari tersebut. Tidak boleh mempercepat fidyah dari waktu-waktu tersebut, sebab terdapat unsur mendahulukan fidyah dari kewajibannya seseorang, yaitu berbuka puasa” (Syekh Muhammad al-Ramli, Fatawa al-Ramli, juz 2, hal. 74).  

Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani menjelaskan:

  (ولا يجوز) للهرم والزمن ومسن اشتدت مشقة الصوم علیه وللحامل والمرضع (تعجيل المد قبل رمضان) بل لا يجوز تعجیل فدية يوم قبل دخول ليلته، كما لا يجوز تعجيل الزكاة لعامين. (ويجوز) التعجيل (بعد فجر كل يوم) من رمضان، بل يجوز بعد غروب الشمس في ليلة كل يوم بل يندب في أول ليلة

  “Tidak boleh bagi orang sangat tua, orang pincang, orang berumur yang mengalami kepayahan berpuasa, ibu hamil dan ibu menyusui, mempercepat penunaian fidyah satu mud sebelum Ramadhan, bahkan tidak boleh mempercepat fidyah untuk hari tertentu sebelum memasuki malamnya, sebagaimana tidak boleh mempercepat penunaian zakat untuk masa dua tahun. Boleh mempercepat fidyah setelah terbitnya fajar pada masing-masing hari dari bulan Ramadhan, bahkan boleh mempercepat fidyah setelah terbenamnya matahari di waktu malam untuk setiap harinya, bahkan sunah ditunaikan di permulaan malam”. (Syekh Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 223).  

Fidyah dengan Uang

Sebagaimana penjelasan di atas, harta yang dikeluarkan untuk fidyah disyaratkan berupa makanan pokok daerah setempat. Tidak cukup menggunakan harta jenis lain yang bukan merupakan makanan pokok, semisal uang, daging, tempe, dan lain-lain. Ini adalah pendapat mayorits ulama mazhab empat, yaitu Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.   Pendapat ini berargumen dengan nash syariat yang secara tegas memerintahkan untuk memberi makanan pokok kepada fakir/miskin, bukan memberi jenis lain (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, juz 9, hal. 7156).   Sedangkan menurut Hanafiyah, fidyah boleh ditunaikan dalam bentuk qimah (nominal) yang setara dengan makanan yang dijelaskan dalam nash Al-Qur’an atau hadits, misalnya ditunaikan dalam bentuk uang. Ulama Hanafiyyah cenderung lebih longgar memahami teks-teks dalil agama yang mewajibkan pemberian makan kepada fakir miskin. Menurutnya, maksud pemberian makanan untuk fakir miskin adalah memenuhi kebutuhan mereka, dan tujuan tersebut bisa tercapai dengan membayar qimah (nominal harta) yang sebanding dengan makanan. (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, juz 9, hal. 7156).

 Konsep jenis makanan pokok yang dinominalkan versi Hanafiyyah terbatas pada jenis-jenis makanan yang tercantum secara eksplisit dalam hadits Nabi, yaitu kurma, al-burr (gandum)/tepungnya, anggur, dan al-sya’ir (jerawut). Hanafiyyah tidak memakai standar makanan pokok sesuai daerah masing-masing.   Adapun kadarnya adalah satu sha’ untuk jenis kurma, jerawut, dan anggur (menurut sebagian pendapat, kadarnya anggur adalah setengah sha’). Sedangkan gandum atau tepungnya adalah setengah sha’ untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.

Ringkasnya, ketentuan kadar, jenis dan kebolehan menunaikan qimah dalam fidyah menurut perspektif Hanafiyah sama dengan ketentuan dalam bab zakat fitrah (Syekh Ahmad bin Muhammad al-Thahthawi al-Hanafi, Hasyiyah ‘ala Maraqil Falah, hal. 688).   Ukuran satu sha’ menurut Hanafiyyah menurut hitungan versi Syekh Ali Jum’ah dan Muhammad Hasan adalah 3,25 kg, berarti setengah sha’ adalah 1,625 kg. Sedangkan menurut hitungan versi Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqih al-Islami adalah 3,8 kg, berarti setengah sha’ adalah 1,9 kg.  

Dengan demikian, cara menunaikan fidyah dengan uang versi Hanafiyyah adalah nominal uang yang sebanding dengan harga kurma, anggur atau jerawut, seberat satu sha’ (3,8 kg atau 3,25 kg) untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan. Bisa juga memakai nominal gandum atau tepungnya seberat setengah sha’ (1,9 kg atau 1,625 kg) untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan.  

Demikianlah mengenai panduan membayar fidyah puasa. Semoga bermanfaat.     Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.  Dipost ulang melalui sumber : Panduan Lengkap Membayar Fidyah Puasa: Cara, Niat, Takaran, hingga Penyaluran (nu.or.id)


Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/120153/panduan-lengkap-membayar-fidyah-puasa--cara--niat--takaran--hingga-penyaluran===

Yuk, install NU Online Super App versi Android (s.id/nuonline) dan versi iOS (s.id/nuonline_ios). Akses dengan mudah fitur Al-Qur'an, Yasin & Tahlil, Jadwal Shalat, Kompas Kiblat, Wirid, Ziarah, Ensiklopedia NU, Maulid, Khutbah, Doa, dan lain-lain.