Seorang pahlawan yang bercita-cita mewujudkan persatuan tanah air adalah

Seorang pahlawan yang bercita-cita mewujudkan persatuan tanah air adalah

Seorang pahlawan yang bercita-cita mewujudkan persatuan tanah air adalah
Lihat Foto

Biografi Prof. Mr. Dr. R. Supomo (1977)

Soepomo di ruang kerjanya sebagai Duta Besar RI untuk Inggris di London.

KOMPAS.com - Nama Dr. Soepomo mungkin lebih dikenal sebagai jalan di bilangan Tebet, Jakarta Selatan.

Namanya memang diabadikan di jalan Jakarta dan sejumlah kota lain di Indonesia atas jasanya yang besar. Dr Soepomo adalah salah satu perumus dasar negara yakni Pancasila.

Ia juga ikut menyusun Undang-undang Dasar 1945. Dikutip dari Biografi yang disusun Direktorat Jenderal Kebudayaan, Soepomo lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah pada 22 Januari 1903.

Meski berasal dari kota kecil, Soepomo lahir dari keluarga yang terpandang di sana. Ia adalah putra pertama Raden Tumenggung Wignyodipuro, pejabat Bupati Anom Inspektur Hasil Negeri Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Baca juga: Para Tokoh di Balik Lahirnya Pancasila

Kakeknya, KRT Reksowadono, adalah Bupati Sukoharjo.

Kendati terlahir ningrat, Soepomo tak memiliki jiwa feodal seperti keluarga kepala daerah umumnya. Ia digambarkan sebagai anak yang sederhana dan rendah hati.

Berprestasi di sekolah

Sebagai anak bangsawan, Soepomo mendapat kehormatan untuk bersekolah di sekolah dasar untuk anak-anak Belanda dan bangsawan yakni Europeesche Lagere School di Solo.

Soepomo menamatkan sekolah pada 1917, di usia yang cukup muda yakni 14 tahun. Ia kemudian melanjutkan sekolah ke tingkat berikutnya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang ada di Solo juga.

Baca juga: Ingat MULO dan HBS? Ini Beberapa Sekolah Umum pada Masa Hindia Belanda

Soepomo remaja menamatkan sekolah pada 1920 dengan prestasi yang gemilang. Di sekolah ini pula, Soepomo bertemu dengan Raden Ajeng Kushartati, gadis keraton yang kelak menjadi istrinya.

Selepas lulus dari MULO, Soepomo kemudian melanjutkan sekolah hukum ke Rechtscool di Jakarta pada 1920. Di Jakarta, Soepomo mulai bergaul dengan pemuda-pemuda lain yang tergabung dalam pergerakan nasional.

Seorang pahlawan yang bercita-cita mewujudkan persatuan tanah air adalah

Seorang pahlawan yang bercita-cita mewujudkan persatuan tanah air adalah
Lihat Foto

KOMPAS.com/Arum Sutrisni Putri

Tangkapan layar program Belajar dari Rumah TVRI Kelas 4-6 SD 14 Mei 2020 tentang Perjuangan Jenderal Sudirman.

KOMPAS.com - Perjuangan Jenderal Sudirman melawan Kolonial Belanda perlu kita teladani. Rasa cinta tanah airnya yang tinggi membawa Indonesia merdeka dan jauh dari penjajahan. 

Meneladani perjuangan Jenderal Sudirman

Apa yang bisa kita teladani dari perjuangan Jenderal Sudirman? Berikut beberapa hal yang bisa kita teladani dari perjuangan Jenderal Sudirman adalah:

  • Semangat patriotisme Jenderal Sudirman pada bangsa dan negara Indonesia yang besar.
  • Jiwa nasionalis atau cinta tanah air yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya.
  • Rela berjuang demi bangsa dan negaranya sebab ingin berdaulat penuh.
  • Semangat berkorban demi kemerdekaan Republik Indonesia.
  • Tak pantang menyerah meski dengan senjata seadanya.
  • Meski sedang sakit, Jenderal Sudirman tetap mampu berjuang untuk kemerdekaan Indonesia hingga akhirnya dikenal sebagai pahlawan bangsa.
  • Bersatu dan bergabung dengan rakyat demi mewujudkan kemerdekaan RI.
  • Sikap teguh yang tidak rela bangsa dan negaranya dijajah bangsa lain.

Baca juga: Bagaimana Meneladani Sikap Kepahlawanan?

Perjuangan Jenderal Sudirman

Pada 1943, saat itu Sudirman menjadi anggota Pembela Tanah Air (Peta), mendapat pangkat shodanco dan menjadi komandan batalyon Peta di Kroya, Jawa Tengah.

Setelah Indonesia merdeka, Sudirman bergabung menjadi tentara keamanan rakyat atau TKR. Saat menjadi anggota TKR Sudirman berhasil merebut senjata pasukan Jepang dalam pertempuran di Banyumas, Jawa Tengah.

Perang besar pertama yang dipimpin Sudirman adalah perang melawan tentara Inggris dan NICA Belanda pada November-Desember 1945 yang dikenal sebagai pertempuran Palagan Ambarawa dan menang.

Pada 18 Desember 1945 Sudirman dilantik menjadi jenderal oleh Presiden Soekarno.

Seiring dengan perkembangan TKR menjadi TNI Sudirman dilantik menjadi Panglima Besar bersama pucuk TNI lainnya di Gedung Agung Yogyakarta pada 28 Juni 1947.

Pada masa Agresi Militer Belanda ke-2 atau masa perang kemerdekaan ke-2 ketika masuknya tentara Belanda pada 19 Desember 1948, Soekarno meminta Suridman yang sakit istirahat.

Baca juga: Meneladani Sikap Pangeran Diponegoro

Sudirman menolak sebab ingin bersatu dengan rakyat. Karena Sudirman harus bergabung dengan rakyat menentukan kemerdekaan Indonesia.

Pada 19 Desember 1948 Belanda menguasai Yogyakarta dan menangkap para pemimpin negara, Sudirman menentukan perang gerilya sehingga harus bergerilya di wilayah pedesaan.

Karena sakit tuberkulosis yang diderita tidak memungkinkan Jenderal Sudirman berjalan kaki untuk tetap melanjutkan gerilya. 

Akhirnya, Panglima Besar Jenderal Sudirman ditandu oleh para pengikut setianya selama perjalanan bergerilya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Sidang pertama diadakan pada hari sabtu malam tanggal 27 Oktober 1928, dimulai jam 19.30 dan berakhir jam 2.30, bertempat di gedung “Katholieke Jongenlingen Bond” Waterlooplein (Jalan Lapangan Banteng). Rapat dibuka oleh ketua “Sugondo Djojopuspito” dengan mengenangkan sejarah pergerakan bangsa Indonesia, mulai dari timbulnya Budi Utomo 1908, kemudian diuraikan tentang timbulnya perkumpulan pemuda bersifat kedaerahan, dilanjutkan dengan keterangan mengenai Kongres (Kerapatan) Pemuda Indonesia I tahun 1926, Kongres I dipimpin oleh Tabrani yang bermaksud menyiarkan persatuan, sedangkan Kongres II maksudnya ialah untuk meguatkan  perasaan persatuan dan kebangsaan.

Setelah mendengarkan uraian singkat dari ketua, maka sidang kemudian dilanjutkan dengan mendengarkan pidato dari Mohamad Yamin yang berjudul “Persatuan dan Kebangsaan Indonesia”. Pidato Moh. Yamin ini mempunyai nilai yang tinggi dan merupakan salah satu pidato brilian dari pemimpin pemuda Indonesia. Mohamad Yamin waktu itu berusia 25 tahun, seorang mahasiswa Rechts Hooge School tingkat I.

Arti Persidangan

Moh. Yamin merasa gembira berbicara dimuka persidangan ini, karena para undangan yang hadir datang dari seluruh Indonesia, dan terdiri dari anggota-anggota berbagai perkumpulan, dan peristiwa ini pertama kali terjadi dalam sejarah pergerakan pemuda Indonesia. Arti yang terkandung dalam persidangan ini besar sekali, karena persidangan bercita-cita menegakkan bangsa yang satu. Persatuan dan kebangsaan Indonesia ialah hasil fikiran dan kemauan sejarah yang sudah beratus-ratus tahun umurnya. Semangat yang selama ini masih tidur, sekarang telah bangun dan sadar, dan inilah yang dinamai roh Indonesia.

Persatuan Bukan Perbedaan

Kalau kita memandang tanah air dan bangsa Indonesia akan nampaklah kepada kita akan kesamaan dalam bahasa, adat dan nasib yang ditanggung serta kemauan.

Pada zaman purbakala bangsa Indonesia mempunyai daerah yang luas dan berlayar kemana-mana, pada waktu itu kita telah melihat persatuan dan cita-cita menuju persatuan, walaupun belum seperti sekarang ini. Sriwijaya waktu itu belum berhasil mewujudkan persatuan yang kita cita-citakan, dan kerajaan itu runtuh sebelum tujuan persatuan itu tercapai, karena waktu itu belum ada kemauan yang sebenar-benarnya.

Contoh yang kedua adalah kembangnya kerajaan Majapahit, dan dalam pengaruhnya pada beberapa tempat di tanah air, dapatlah kita pandang sebagai langkah menuju persatuan. Tapi persatuan itu tidak kekal karena dasarnya tidak mencukupi dan belum dikehendaki oleh rakyatnya,

Majapahit akhirnya runtuh seperti Sriwijaya. Bagi kita hendaklah mencari suatu ajaran supaya persatuan kita menjadi kokoh dan berarti. Contoh diatas itu dikemukakan, untuk menjelaskan kepada kita bahasa persatuan kita sesuatu yang lahir dari kita sendiri, jadi bukan semata-mata diterima atau dipengaruhi dari luar. Peradaban kita telah tinggi sebelum orang Belanda datang ke Indonesia, persatuan kita waktu itu bukannya tidak ada tetapi sedang tidur.

Kemudian Belanda dapat mempersatukan pulau-pulau kita, tapi mereka membawa sebagian besar hasil kita ke barat, keadaan ini berlangsung sampai abad ke 19, dan sejak itu lahirlah cita-cita hendak mendirikan persatuan atas kemauan kita semua.

Persatuan kita sekarang lahir atas kemauan dan semangat kita, kita sendiri yang melahirkan dan menimbulkannya, dan kita juga merasakan buruk dan baiknya. Bangunnya bangsa Indonesia di zaman ini tidak ada bandingannya dalam sejarah Asia Selatan. Persatuan kita bukan hanya sabagai maksud, tapi sudah membekas dalam pergerakan kita. Bagi pemuda, persatuan Indonesia merupakan darah daging mereka masing-masing yang menghidupkan tubuh kita.

Pemuda dan Persatuan

Pemuda harus berada ditengah-tengah persatuan dan kebangsaan kita, tidak boleh berada diluar atau dipinggirnya. Pemuda harus menyertai dan mengikuti panggilan persatuan dan kebangsaan, sesudah itu baru dapat kita mengambil putusan apa yang diharapkan dari pemuda tentang persatuan kebangsaan itu. Pemuda bukan meniru-niru pergerakan kebangsaan dari Eropa dan lain-lain negeri, tapi kita sendiri yang menghendakinya. Pemuda hatinya merdeka dan jiwanya bebas, dalam dadanya tersimpan kemauan zaman baru dan kegembiraan masa depan. Kemauan pemuda merupakan banjir yang tiada dapat dihambat, berdosa siapa yang berani menghambatnya. Pemuda tidak dapat menyingkirkan badan daripada cita-cita dan kewajibannya.

Sekarang bangsa kita berada dalam taraf yang rendah tempatnya dalam pergerakan hidup, dan bangsa kita harus mendapatkan tempat yang mulia dalam pergaulan hidup seperti bangsa yang merdeka. Isyaflah pemuda akan keadaan itu dan harapan masa datang terletak ditangan pemuda dan inilah kewajiban pemuda dalam pergerakan dan persatuan Indonesia. Bangsa kita selama bertahun-tahun dididik sebagai burung tidak bisa bernyanyi, minum, dan makan disuapi, dan dikatakan bangsa yang tidak berpahlawan.

Pahlawan-pahlawan Eropa seperti Napoleon, Wellington, dan Pieterzooncoen diajarkan kepada kita kegagaln dan kebesarannya. Sebaliknya pahlawan-pahlawan kita seperti Diponegoro, Imam Bonjol, Yose Rizal diukiskan sebagai orang yang mkurang benar, dan dalam udara kerendahan dalam pergaulan bangsa-bangsa.

Sekarang perasaan Indonesia sudah lahir, persatuan Indonesia sudah dijadikan pegangan, dan kita pemuda harus memikul beban itu. Saya berdiri dimuka sidang yang besar dan zaman yang besar yaitu zaman Indonesia Raya. Gunanya kita berapat ialah memperhatikan perasaan dan kemauan Indonesia. Persatuan Indonesia bukan sesuatu yang kosong, tetapi dipersatukan oleh beberapa ikatan yang dibuat oleh kita sendiri dan sejarahnya.

Sumber : Buku Peranan Kramat Raya