Sebutkan persyaratan dasar KEAMANAN pangan yang harus dipenuhi

Sebutkan persyaratan dasar KEAMANAN pangan yang harus dipenuhi

Setiap insan membutuhkan pangan. Bagi sebahagian orang, mampu mengkonsumsi pangan secara teratur setiap hari �untuk mengganjal perut� sudah merupakan suatu nikmat. Apakah yang mereka konsumsi tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi yang diperlukan oleh tubuhnya? Bagi mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang atau yang penting sudah makan.

Pada tempat yang sama dengan mudah kita dapat menjumpai kelompok masyarakat lain yang lebih beruntung, mampu dan berkesempatan untuk memilah dan memilih pangan yang akan dikonsumsinya antara lain dengan mempertimbangkan faktor-faktor keamanan, mutu dan gizi yang terkandung dalam pangan tersebut. Diantara kelompok masyarakat tersebut bahkan ada yang memilih karena alasan �gengsi�, pergaulan, kepuasan batin dan lain sebagainya yang tidak terkait dengan fungsi utama pangan bagi tubuh.

Dengan demikian dasar pertimbangan untuk memilih pangan akan bervariasi tergantung keadaan ekonomi, pengetahuan dan kesadaran masing-masing orang tentang pangan. Mungkin ada yang mengutamakan keamanan, yang lain menyatakan keamanan, mutu dan gizi semuanya penting. Bahkan saat ini berkembang iklim yang menempatkan pangan sekaligus sebagai pencegah atau obat berbagai penyakit.

Bagi pemerintah, pangan yang beredar harus aman, bermutu dan bergizi karena pangan sangat penting bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta kecerdasan masyarakat. Masyarakat perlu dilindungi dari pangan yang merugikan dan/atau membahayakan kesehatan.

Upaya untuk mewujudkan keadaan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Setelah melalui proses panjang yang melibatkan berbagai pihak Peraturan ini menggariskan hal-hal yang diperlukan untuk mewujudkan pangan yang aman, bermutu dan bergizi.

Tanggung jawab dan hak setiap pihak yang berperan sebagai pilar pembangunan keamanan pangan; yaitu pemerintah, pelaku usaha pangan, dan masyarakat konsumen juga ditetapkan dalam Peraturan ini. Seperti apakah pangan yang aman, bermutu dan bergizi? Uraian berikut menjelaskan beberapa hal yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

Keamanan Pangan

Beberapa indikator dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu pangan tidak aman. Tanda-tanda yang mudah ditemukan antara lain berbau busuk atau tengik, terdapat kotoran berupa kerikil, potongan kayu atau kaca atau terdapat belatung. Namun masih ada bahan-bahan lain yang tidak kasat mata yang dapat menyebabkan pangan berbahaya bagi kesehatan yaitu mikroorganisme misalnya virus atau bakteri serta racun yang dihasilkannya, yang mungkin terdapat pada sayuran, susu, kacang tanah, daging, ikan dan lain-lain. Kelompok mikroorganisme yang menyebabkan bahaya tersebut biasa disebut pathogen.

Bahan lain yang juga berbahaya bagi kesehatan adalah pewarna, pengawet dan bahan tambahan lain dari jenis yang tidak diperuntukkan untuk pangan seperti formalin yang akhir-akhir ini menjadi isu di Indonesia. Namun demikian bahan tambahan dari jenis yang aman yang digolongkan sebagai bahan tambahan pangan juga dapat mengganggu kesehatan apabila digunakan sembarangan dan dengan takaran yang tidak sesuai.

Dalam pembahasan mengenai pangan, bahan-bahan yang berbahaya tersebut biasa dinamakan sebagai cemaran; dan dikelompokkan menjadi cemaran biologis seperti bakteri, cemaran kimia seperti formalin termasuk cemaran logam seperti air raksa dan cemaran fisik seperti batu, potongan kayu atau tulang.

Suatu pangan dikatakan aman apabila bebas dari bahaya yang ditimbulkan akibat dari keberadaan cemaran tersebut. Kata bebas dalam hal ini tidak selalu berarti sama dengan nol atau tidak ada sama sekali. Karena berbagai alasan beberapa bahan tersebut tidak dapat dihilangkan dengan seksama, namun melalui berbagai penelitian dan pengkajian nasional dan internasional ditetapkan standar atau batas maksimal keberadaan dari masing-masing bahan tersebut. Umumnya standar atau batas maksimal tersebut ditetapkan dengan memperhatikan kesehatan manusia dan diatur secara spesifik untuk masing-masing jenis pangan. Dengan demikian setiap pangan harus memenuhi persyaratan keamanan yang ditetapkan agar tidak mengganggu, merugikan atau membahayakan kesehatan manusia

Sanitasi sebagai Upaya Keamanan Pangan

Cemaran biologis merupakan tantangan yang cukup besar bagi masyarakat Indonesia. Hal tersebut tidak saja berkenaan dengan iklim tropis yang �nyaman� bagi pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan pathogen tetapi juga terkait dengan keterbatasan pengetahuan, sikap dan perilaku bersih masyarakat pada umumnya baik konsumen maupun yang terlibat dalam pengolahan pangan. Salah satu upaya yang ditetapkan untuk mecapai keamanan pangan adalah pelaksanaan Sanitasi pada setiap rantai pangan.

Rantai pangan dimulai sejak penanaman hingga pemanenan dan penanganan pasca panen dimana dihasilkan pangan segar. Selanjutnya adalah pengolahan pangan segar hingga menghasilkan pangan olahan yang siap dikonsumsi seperti mie instan, daging kaleng, dan biskuit. Pengolahan pangan segar juga dapat menghasilkan pangan olahan lain yang merupakan bahan baku seperti terigu dan tepung telur. Mata rantai lainnya adalah pengangkutan, distribusi dan pemasaran pangan. Mata rantai terakhir adalah penyiapan pangan sebelum dikonsumsi baik di dapur masing-masing konsumen maupun dirumah makan umum seperti restoran, kafe atau warung. Berkenaan dengan sanitasi tersebut, menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan menetapkan persyaratan tentang sanitasi pada fasilitas, terhadap pelaksanaan kegiatan, dan pekerja.

Persyaratan sanitasi dipenuhi melalui penerapan cara-cara yang baik. Cara-cara yang baik tersebut meliputi Cara Budidaya Yang Baik (Tanaman, Peternakan, Perikanan), Cara Produksi Pangan Segar Yang Baik (Hasil Pertanian, Peternakan, Perikanan), Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik, Cara Distribusi Pangan Yang Baik, Cara Ritel Pangan Yang Baik, dan Cara Produksi Pangan Siap Saji Yang Baik.

Untuk melaksanakan cara-cara tersebut, pemerintah menyiapkan berbagai pedoman yang diperlukan, melakukan pembinaan dan pengawasan yang diperlukan. Pedoman Cara Budidaya Yang Baik disiapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang pertanian, perikanan atau kehutanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Pedoman ini antara memuat tentang pemilihan lahan pertanian, pengendalian cemaran biologis serta penyakit hewan dan tanaman yang mengancam keamanan pangan. Dalam pedoman tersebut juga ditekankan perihal meminimalkan residu kimia akibat penggunaan pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan obat hewan.

Pedoman Cara Produksi Pangan Segar Yang Baik mengatur tentang cara pencegahan kontaminasi pangan segar dari udara, tanah, air, pakan, pupuk, pestisida, obat hewan, serta pengendalian kesehatan hewan dan tanaman. Pedoman ini disiapkan oleh disiapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab dibidang pertanian atau perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing.

Menteri yang bertanggungjawab dibidang perindustrian atau perikanan menyiapkan Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik, yang antara lain menjelaskan tentang pencegahan kontaminasi, pemusnahan atau mencegah tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen, pengendalian proses, pemilihan bahan baku, bahan tambahan pangan, kemasan, dan penyimpanan serta pengangkutan. Khusus untuk pangan olahan tertentu antara lain pangan untuk bayi, ibu hamil atau menyusui, dan yang menderita penyakit tertentu, pedoman tersebut disiapkan oleh badan yang bertanggung jawab dibidang pengawasan obat dan makanan.

Pangan yang telah diproduksi dengan cara-cara yang baik, masih dapat mengalami kerusakan akibat penanganan yang tidak benar selama pengangkutan dan penyimpanan, oleh karena itu pelaksanaan cara distribusi yang baik penting untuk dilaksanakan. Pedoman Cara Distribusi Pangan Yang Baik ditetapkan oleh Menteri yang bertanggungjawab dibidang perindustrian, pertanian atau perikanan sesuai bidang tugas dan kewenangan masing-masing. Dalam Pedoman ini dapat disimak hal-hal yang berkenaan dengan cara bongkar muat, pengendalian suhu, kelembaban dan tekanan udara selama distribusi dan penyimpanan serta sistem pencatatan untuk penelusuran distribusi pangan.

Berapa jumlah tempat penjualan pangan saat ini? Mungkin tidak mudah untuk menghasilkan data tersebut. Tempat penjualan yang disediakan atau mendapat izin pemerintah dapat dihitung, termasuk pasar induk, pasar daerah, toko kelontong, toserba, supermarket, dan hypermarket. Namun tidak kalah banyaknya tersebar warung, kios, pasar �kaget� yang pengaturannya �suka-suka�. Selama dalam proses penjualan, kontaminasi silang sangat mungkin terjadi antara pangan dengan bahan bukan pangan atau pangan yang siap dikonsumsi dengan pangan yang masih mentah, apabila prinsip-prinsip keamanan pangan tidak menjadi perhatian. Dalam Pedoman Cara Ritel Pangan Yang Baik yang disiapkan oleh badan yang bertanggung jawab dibidang pengawasan obat dan makanan, diatur tentang cara penempatan pangan pada rak penyimpanan dan lemari gerai, pengendalian stok penerimaan dan penjualan, rotasi stok sesuai tanggal kedaluwarsa, dan pengendalian lingkungan terutama suhu, kelmbaban, dan tekanan udara.

Berbicara tentang pangan siap saji, meskipun tidak dapat ditunjukkan dengan data kuantitaf, namun dapat dipastikan semakin banyak masyarakat yang menggantungkan pemenuhan kebutuhannya pada berbagai pangan siap saji yang tersedia. Mulai dari gerobak dorong, �warteg� hingga restoran mewah dapat menyediakan sarapan pagi, makanan siang dan makanan malam yang dibutuhkan. Untuk menghindari gangguan kesehatan terutama diare sehubungan dengan mengkonsumsi pangan siap saji maka pada Pedoman Cara Produksi Pangan Siap Saji Yang Baik diatur tentang cara pencegahan kontaminasi, pemusnahan dan pencegahan mikroorganisme patogen, pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, cara pengolahan, penyimpanan dan penyajian yang benar. Pedoman tersebut ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab dibidang kesehatan.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Penyediaan dan kebutuhan akan bahan tambahan pangan tidak terlepas dari upaya untuk memenuhi keinginan dan harapan konsumen akan karakteristik suatu pangan. Dalam proses kerjanya bahan tambahan pangan tersebut dapat mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Dengan bahan pengawet misalnya, keju yang dihasilkan di negara lain dapat bertahan selama beberapa waktu untuk dinikmati di Indonesia. Demikian juga dengan daging kaleng yang diproduksi di kota tertentu di pulau Jawa dan membutuhkan masa perjalanan dapat dinikmati masyarakat di kota-kota lain yang tidak memproduksi daging kaleng. Dengan antioksidan margarin tidak cepat tengik. Selain itu, warna, rasa dan aroma pangan juga dapat diperbaiki atau dipertegas dengan adanya bahan tambahan pangan dan masih banyak peranan lain dari bahan tambahan pangan yang bermanfaat. Bagi penderita diabetes kehadiran pemanis buatan memberikan peluang bagi mereka untuk mengkonsumsi pangan yang mereka sukai.

Namun karena ketidaktahuan para pelaku usaha, beberapa bahan yang tidak diperuntukkan untuk pangan digunakan untuk pangan. Misalnya pewarna tekstil dan formalin. Ada juga karena �sengaja� dengan alasan ekonomis dan praktis. Memang bahaya terhadap kesehatan yang ditimbulkan tidak segera terlihat sebagaimana bahaya akibat bakteri namun dalam jangka panjang dapat berakibat fatal. Untuk menghindari penggunaan bahan-bahan yang dilarang tersebut serta untuk memastikan penggunaan bahan tambahan pangan secara benar maka pemerintah dalam hal ini instansi yang bertanggung jawab dibidang pengawasan obat dan makanan, menetapkan bahan apa saja yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan, batas maksimum penggunaan serta jenis pangan yang dapat menggunakan bahan tersebut.

Pangan Produk Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan

Meski tergolong baru dibanding teknologi pangan lainnya, Indonesia membuka diri terhadap kedua teknologi ini. Untuk pemanfaat yang benar dan demi perlindungan kesehatan masyarakat, pemerintah menetapkan sejumlah persyaratan yang diperlukan dalam penerapan teknologi tersebut. Pemeriksaan keamanan pangan, merupakan hal utama terhadap pangan hasil rekayasa genetika dan untuk itu pemerintah membentuk suatu komisi. Komisi yang terdiri dari wakil dari berbagai instansi terkait tersebut secara detail akan memperhatikan karakterisasi modifikasi genetika, deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetika, informasi perubahan nilai gizi, alergenitas dan toksisitas. Dalam prosedur selanjutnya badan yang bertanggung jawab dibidang pengawasan obat dan makanan akan menetapkan pangan hasil rekayasa genetika yang dinyatakan aman.

Perihal iradiasi, pemerintah menetapkan beberapa ketentuan tentang pelaksanaan iradiasi pangan yang meliputi izin pemanfaatan tenaga nuklir, jenis pangan yang boleh diiradiasi, dosis iradiasi, sumber iradiasi serta tujuan iradiasi. Ketentuan tersebut telah memperhatikan standar internasional serta hasil-hasil percobaan di Indonesia oleh institusi yang bergerak dibidang tenaga nuklir. Sementara pengawasan terhadap produk pangan iradiasi dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab dibidang pengawasan obat dan makanan.

Mutu Pangan

Bagi produsen mutu pangan merupakan alat kompetisi terhadap produk lain baik hasil produksi dalam negeri maupun pangan impor. Bagi pemerintah dalam perdagangan pangan selain keamanan, mutu merupakan salah satu persyaratan untuk mewujudkan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab.

Persyaratan mutu suatu pangan dikemas dalam bentuk Standar Nasional Indonesia yang penetapannya oleh badan yang bertanggung jawab dibidang standar. Standar tersebut bersifat sukarela namun dengan beberapa pertimbangan seperti kesehatan dan keamanan suatu standar dapat dinyatakan wajib. Dan perlu kita sadari bahwa saat ini mutu pangan juga merupakan bahagian dari tuntutan konsumen.

Gizi Pangan

Keadaan gizi masyarakat terutama dari kelompok rawan merupakan salah satu acuan kemajuan pembangunan kesehatan suatu negara. Dan untuk mengukur keadaan gizi tersebut, instansi yang bertanggung jawab dibidang kesehatan bertanggung jawab untuk menetapkan standar status gizi masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi seperti yang terjadi akhir-akhir ini termasuk kecukupan asupan zat-zat gizi, keadaan ekonomi keluarga, kebersihan lingkungan, pengetahuan gizi, perilaku, dan kesadaran akan pentingnya memperhatikan asupan zat-zat gizi. Dengan demikian penanganan masalah gizi menjadi tanggungjawab berbagai pihak seperti kesehatan, pertanian, perikanan, industri, pemerintah daerah, pengawas obat dan makanan serta masyarakat.

Untuk mengukur kecukupan asupan gizi masing-masing orang pada setiap kelompok umur dan jenis kelamin, secara rutin instansi yang bertanggungjawab dibidang kesehatan bersama-sama dengan pakar terkait melakukan pengkajian untuk menetapkan suatu acuan yang disebut dengan Angka Kecukupan Gizi. Angka tersebut juga dapat dipergunakan untuk memperkirakan kebutuhan zat gizi masyarakat Indonesia. Jika angka-angka tersebut dikonversikan kedalam bentuk pangan terutama untuk zat gizi makro, maka dapat diperoleh perkiraan kebutuhan jumlah pangan terutama bahan pangan pokok.

Pemasukan dan Pengeluaran Pangan

Ekspor dan impor pangan merupakan suatu keadaan yang harus dihadapi setiap negara. Kemampuan dan keadaan masing-masing negara akan menentukan nilai atau volume kedua arus tersebut. Dalam kaitannya dengan perlindungan kesehatan masyarakat Indonesia, maka setiap pangan yang dimasukkan kedalam wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan yang berlaku.

Dalam pelaksanaannya, menteri yang bertanggung jawab dibidang pertanian atau perikanan sesuai dengan bidang tugas dan kewenangan masing-masing menetapkan sejumlah persyaratan terhadap pangan segar yang akan diimpor. Persyaratan tersebut antara lain hasil pengujian dan pemeriksaan keamanan oleh instansi yang berwenang di negara asal. Dan jika diperlukan pengujian dan pemeriksaan dapat dilakukan kembali di Indonesia. Untuk pangan olahan hal tersebut menjadi tanggung jawab dari badan pengawas obat dan makanan.

Bagaimana dengan pangan yang akan diekspor? Sekurang-kurangnya persyaratan keamanan yang ditetapkan di Indonesia harus dipenuhi. Negara pengimpor mungkin menetapkan tambahan persyaratan lain atau standar yang lebih tinggi, maka hal tersebut menjadi tantangan bagi produsen yang akan melakukan hubungan dagang.

Pengawasan Keamanan Pangan

Selain self control yang diterapkan oleh masing-masing pelaku usaha pangan, perdagangan pangan membutuhkan adanya external control oleh masyarakat, para pemerhati serta terutama oleh pemerintah. Untuk pangan olahan, sistem yang ditetapkan adalah penilaian pangan sebelum beredar (premarket evaluation) dan pengawasan pangan beredar (post market control).

Sistem pengawasan berlapis tersebut bukan hanya sebagai saringan terhadap peredaran produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan namun juga merupakan wadah sosialisasi dan pembinaan terhadap pelaku usaha pangan tentang keamanan, mutu dan gizi pangan. Beberapa negara mungkin hanya memberlakukan post market control disertai dengan law enforcement. Cara tersebut akan berjalan dengan baik apabila seluruh komponen dalam sistem pengawasan pangan telah terwujud dan berjalan dengan mantap. Antara lain tersedianya personel yang kompeten, peralatan memadai serta jejaring yang baik.

Sebahagian besar pelaku usaha pangan di Indonesia adalah industri kecil dan industri rumah tangga dengan pengetahuan teknologi dan keamanan pangan yang minim serta sarana dan prasarana terbatas. Sehingga sistem berlapis diberlakukan di Indonesia yaitu penilaian sebelum beredar dan pengawasan selama beredar.

Pangan olahan yang telah lolos dari tahapan penilaian dan akan diedarkan secara eceran akan mendapat surat persetujuan pendaftaran. Penilaian tersebut berkenaan dengan persyaratan keamanan, mutu, gizi serta pelabelan. Surat persetujuan pendaftaran yang dikeluarkan akan memuat suatu nomor pendaftaran yang wajib ditempelkan pada label pangan yang bersangkutan. Nomor tersebut merupakan identitas produk pangan yang bersangkutan. Dengan nomor tersebut dapat ditelusuri asal-usul produk. Instansi yang bertanggung jawab dibidang pengawasan obat dan makanan melaksanakan tugas penilaian pangan yang dimaksud. Untuk pangan hasil industri rumah tangga surat keterangan yang diberikan disebut sertifikat produksi yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota setempat.

Selama berada dalam peredaran, pangan diawasi secara rutin oleh instansi yang bertanggung jawab dibidang pengawasan obat dan makanan, dengan pengambilan dan pengujian sampel. Untuk melakukan tindak lanjut yang diperlukan, maka hasil pegujian disampaikan kepada instansi yang berwenang; misal untuk pangan segar disampaikan kepada minteri yang bertanggung jawab dibidang pertanian, perikanan atau kehutanan. Untuk pangan olahan disampaikan kepada menteri yang bertanggung jawab dibidang perikanan, perindustrian atau badan yang bertanggung jawab dibidang pengawasan obat dan makanan. Jika hasil pengujian tersebut berkenanan dengan pangan hasil industri rumah tangga dan pangan siap saji, maka disampaikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.

Jika dicurigai terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku, pemerintah berhak melakukan pemeriksaan yang diperlukan. Untuk pangan segar dilakukan oleh Gubernur, Bupati atau Walikota setempat sementara untuk pangan olahan dilakukan oleh instansi pengawas obat dan makanan. Bupati atau Walikota juga berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap pangan siap saji dan pangan olahan hasil industri rumah tangga.

Jika berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, patut diduga merupakan tindak pidana maka dapat dilakukan tindakan penyidikan. Dan jika diperlukan badan pengawas obat dan makanan dapat mengumumkan hasil pengujian atau hasil pemeriksaan tersebut melalui media massa.

Partisipasi masyarakat

Sesungguhnya keamanan, mutu dan gizi pangan merupakan tanggung jawab setiap pilar keamanan pangan yaitu pemerintah termasuk para ahli dan peneliti dari perguruan tinggi, pelaku usaha dan konsumen. Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dengan menyampaikan permasalahan yang dialami, memberikan masukan dan/atau cara pemecahan masalah pangan, langsung atau dengan cara lain kepada pimpinan instansi yang terkait dan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


KONSUMEN BERTANYA BADAN POM MENJAWAB
  1. Apa saja kriteria sehingga suatu pangan dinyatakan sebagai pangan tercemar?
    Suatu pangan dinyatakan sebagai pangan tercemar apabila mengandung bahan yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia, mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, mengandung bahan yang dilarang digunakan, mengandung bahan yang menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia dan pangan kedaluwarsa.
  2. Bahan tambahan pangan yang boleh digunakan telah ditetapkan, apakah hal tersebut berarti tidak diizinkan untuk menggunakan bahan lain?
    Teknologi pangan berkembang dengan cepat sehingga peluang untuk dihasilkannya bahan tambahan pangan lain dimungkinkan. Penggunaan bahan tambahan tersebut diperbolehkan apabila telah diperiksa keamanannya dan mendapat persetujuan dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
  3. Apakah Badan POM terlibat dalam penanggulangan keracunan pangan?
    Penanggulangan keracunan pangan melibatkan berbagai instansi antara lain unit pelayanan kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Badan Pengawas Obat dan Makanan dan pihak kepolisian. Dalam hal ini Badan POM melakukan pemeriksaan/penyelidikan dan pengujian terhadap contoh pangan yang dicurigai sebagai penyebab keracunan, untuk selanjutnya menentukan penyebab keracunan pangan.
  4. Apakah semua pangan olahan yang beredar wajib memiliki surat persetujuan pendaftaran atau sertifikat produksi pangan industri rumah tangga?
    Tidak, dikecualikan dari ketentuan tersebut bagi pangan yang mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari pada suhu kamar (misal kue jajan pasar), pangan yang dimasukkan ke Indonesia dalam jumlah kecil untuk penelitian, dikonsumsi sendiri atau dalam rangka mengurus surat pertsetujuan pendaftaran.
  5. Tindakan apa yang dapat diberikan apabila terjadi pelanggaran hukum di bidang pangan?
    Gubernur, Bupati/Walikota atau Kepala Badan POM berwenang mengambil tindakan administratif berupa peringatan secara tertulis, larangan mengedarkan pangan untuk sementara waktu dan atau perintah menarik produk pangan dari peredaran, pemusnahan pangan, penghentian produksi untuk sementara waktu, pengenaan denda, pencabutan izin produksi, pencabutan izin usaha, pencabutan persetujuan pendaftaran atau sertifikat produksi pangan industri rumah tangga.