Dalam beberapa hari terakhir, media massa gencar memberitakan rencana pemerintah mengendalikan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Isu ini mendominasi sekitar 40% dari total pemberitaan tentang Kemenhub atau yang berkaitan dengan fungsi dan tugas Kemenhub. Isu tentang rencana pembatasan penggunaan BBM bersubsidi diangkat media massa nasional, dimana sebagian besar media massa masih memuat tentang polemik jadi tidaknya penerapan kebijakan pembatasan penggunaan BBM Bersubsidi. Media massa lebih banyak menyoroti tentang kelemahan atau hambatan yang mungkin akan dihadapi pemerintah dalam menerapkan kebijakan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi dengan opsi memaksa kendaraan bermotor menggunakan bahan bakar gas dan pertamax. Dari sejumlah opsi pengendalian BBM bersubsidi yang disiapkan pemerintah, ada dua opsi yang paling berpeluang diterapkan. Pertama, membatasi konsumsi BBM bersubsidi jenis premium di Jawa-Bali secara bertahap mulai 1 April 2012. Kedua, menaikkan harga BBM bersubsidi jenis premium secara bertahap. Opsi-opsi tersebut akan diikuti program konversi bahan bakar kendaraan bermotor dari BBM ke bahan bakar gas (BBG) dalam bentuk compressed natural gas (CNG) dan liquefied gas for vehicle (LGV) atau Vi-Gas. Pengendalian BBM bersubsidi merupakan amanat Undang-Undang (UU) No 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun Anggaran 2012. Berdasarkan Pasal 7 Ayat (4) UU tersebut, pengendalian anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan bahan bakar gas cair (liquefied petroleum gas/LPG) tabung 3 kg dalam tahun anggaran 2012 dilakukan melalui pengalokasian BBM bersubsidi secara lebih tepat sasaran dan kebijakan pengendalian BBM bersubsidi. Hal itu kemudian ditegaskan dalam penjelasan Ayat (4) butir 1 bahwa pengalokasian BBM bersubsidi tepat sasaran dilakukan melalui pembatasan konsumsi BBM jenis premium untuk kendaraan roda empat pribadi pada wilayah Jawa - Bali sejak 1 April 2012. Untuk mendukung kebijakan tersebut, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden (Perpers) No 55/2005, terutama Pasal 2 Ayat (3) dan (4) yang menyebutkan bahwa semua jenis kendaraan transportasi darat, sungai, danau, dan penyeberangan berhak menkonsumsi BBM bersubsidi. Beberapa rekomendasi kepada pemerintah terkait isu ini antara lain: Menteri Perhubungan (Menhub) sebaiknya ikut “berpartisipasi” secara aktif dalam isu kebijakan BBM karena kebijakan pengendalian BBM bersubsidi terkait langsung dengan kebijakan transportasi nasional. Pengendalian BBM bersubsidi (baik melalui opsi pembatasan konsumsi maupun opsi kenaikan harga secara bertahap) bertujuan menekan konsumsi BBM bersubsidi yang terus meningkat dan sulit dikendalikan akibat terus bertambahnya jumlah kendaraan bermotor. Meningkatnya subsidi akan terus membebani APBN, apalagi subsidi BBM sebagian besar dinikmati orang-orang mampu. Jika konsumsi BBM bersubsidi dibatasi atau harga BBM bersubsidi dinaikkan, berarti pemerintah bisa menghemat subsidi. Hasil penghematan subsidi BBM akan digunakan antara lain untuk membangun infrastruktur transportasi publik yang nyaman, aman, dan murah, sehingga masyarakat akan terdorong beralih dari mobil pribadi ke angkutan umum. Dengan begitu, kemacetan dan kesemerawutan lalu-lintas bisa dikurangi. Kebijakan itu juga bertujuan mendorong masyarakat beralih dari BBM ke BBG, mengingat kebijakan tersebut akan diikuti oleh program konversi bahan bakar kendaraan bermotor dari BBM ke BBG. Pernyataan-pernyataan Menhub sebaiknya fokus pada hal-hal yang menjadi kewenangan Kemenhub, terutama yang menyangkut penataan sistem transportasi nasional agar pernyataan Menhub tidak overlapping dengan kebijakan menteri-menteri terkait lain, khususnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Keuangan (Menkeu), dan Menko Perekonomian. Wewenang Menteri ESDM yaitu yang menyangkut teknis pengendalian BBM bersubsidi di lapangan, sedangkan wewenang Menko Perekonomian menyangkut koordinasi kebijakan. Adapun Menkeu memiliki ruang lingkup wewenang yang berhubungan dengan anggaran subsidi (APBN). Agar efektif, Menhub sebaiknya menyampaikan statement kepada media massa dalam jumpa pers yang melibatkan media massa nasional, cetak dan elektronik. Ada baiknya jumpa pers difokuskan pada masalah penatan transportasi nasional dalam kaitannya dengan rencana kebijakan pengendalian BBM bersubsidi, baik melalui pembatasan konsumsi, maupun melalui kenaikan harga secara bertahap. Selain itu, Menhub sebaiknya menginformasikan kepada masyarakat mengenai dampak positif pengendalian BBM bersubsidi terhadap sistem transportasi nasional, khususnya di Jabodetabek. Jika yang diberlakukan adalah opsi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi jenis premium, apa dampak positifnya bagi kegiatan transportasi? Jika yang diberlakukan adalah opsi kenaikan harga BBM bersubsidi jenis premium secara bertahap, apa pula dampak positifnya bagi kegiatan transportasi? Penting agar pernyataan Menhub didukung data-data dan hasil kajian yang valid, kredibel, faktual, dan ilmiah sehingga tidak memicu kontroversi dan mengakibatkan blunder yang akhirnya merugikan pemerintah. Menhub sebaiknya juga membeberkan program-program Kemenhub yang terkait dengan penataan sistem transportasi nasional, baik yang sudah, sedang, maupun yang akan diterapkan. Upayakan agar program atau proyek yang dijelaskan kepada media massa adalah program atau proyek unggulan yang memiliki magnitude besar dan proximity kuat serta memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Jika ada rencana kebijakan transportasi nasional yang akan segera dikeluarkan, Menhub sebaiknya langsung menginformasikannya kepada media massa. Isu pembatasan jumlah kendaraan bermotor sudah lama mencuat. Pers kemungkinan akan kembali menanyakan hal itu. Ada baiknya Menhub menjelaskan tentang kebijakan pemerintah terkait hal ini. Benarkah pemerintah tidak akan membatasi jumlah kendaraan bermotor? Apa alasannya? Atau, pemerintah akan membatasinya? Apa pula alasannya? Bagaimana teknisnya? Pers juga kemungkinan akan bertanya tentang program Kemenhub dalam mengatasi kemacetan lalu lintas secara umum, khususnya di kawasan Jabodetabek. Menhub sebaiknya memberikan penjelasan yang komperehensif tentang hal ini. Jelaskan pula bahwa penanganan kemacetan lalu lintas bukan hanya tugas Kemenhub, melainkan tugas bersama instansi-instansi terkait lainnya. Bahkan, kewenangan lebih banyak ditangan Pemda. Pers kemungkinan akan bertanya kira-kira opsi mana yang akan diambil pemerintah, apakah membatasi konsumsi BBM bersubsidi jenis premium, atau menaikkan harga BBM bersubsidi jenis premium secara bertahap? Menhub sebaiknya menjelaskan bahwa pemerintah membuka berbagai opsi, namun keputusannya nanti tergantung hasil pembahasan dengan DPR. (JAB) KOMPAS.com - Mosi adalah salah satu unsur terpenting dalam debat. Mosi merupakan pernyataan dalam bentuk satu kalimat utuh (subjek, predikat dan objek) yang menjadi bahan perdebatan. Menurut Iis Siti Salamah Azzahra dalam buku Menulis Teks Debat (2020), mosi debat bisa diketahui dari judul ataupun pendapat yang disampaikan oleh tim yang berdebat. Mosi sangatlah penting karena di dalam debat akan ada dua tim yang saling beradu argumen satu sama lain. Tim tersebut adalah tim afirmatif (pro) setuju dengan mosi debat yang diberikan. Sedangkan tim oposisi (kontra) akan menyanggah argumen dari tim afirmatif karena tidak setuju dengan mosi yang diberikan. Untuk mempelajari lebih dalam tentang mosi debat. Berikut merupakan contoh mosi debat yang diambil dari program Rosi berjudul 'Vaksinasi Hak atau Kewajiban?' yang tayang di Kompas TV pada 15 Januari 2021. Mosi: Peraturan daerah memberi sanksi kepada mereka yang menolak untuk divaksin. Tim afirmatif (Prof. Eddy Hiariej - Wakil Menteri Hukum dan HAM): Hukum adalah seni berintepretasi. Fungsi hukum pidana tidak serta merta langsung diterapkan. Lalu, kalau misalnya tidak mau divaksin, harus ditanyakan dulu alasannya mengapa tidak mau. Misalnya saya tidak mau divaksin dengan vaksin A, saya maunya dengan vaksin B. Tidak menjadi persoalan. Jadi ini bergantung pada seni berintepretasi. Selain itu, edukasi tentang kesehatan kepada masyarakat juga menjadi hal penting. Apakah jika tidak divaksin akan menimbulkan dampak berbahaya bagi orang di sekitarnya? Tim kontra (Viktor Santoso Tandiasa - Penggiat Uji Materi PERDA COVID-19): Banyak kekhwatiran yang terjadi terhadap vaksin ini. Karena dari vaksinasi baru menggunakan satu jenis vaksin, sedangkan ada enam jenis vaksin. Lalu kemudian misalnya saya akan divaksin, nah saya akan dapat vaksin yang mana? 'Kan belum tahu. Maka jangan sampai kalau sanksi yang ada di dalam perda ini dikenakan kepada warga negara ketika menolak (divaksin). Warga negara dapat menggunakan haknya dalam Pasal 5 UU Kesehatan, misalnya dia menolak untuk divaksin. Baca juga: Contoh Debat tentang Vaksin Covid-19 Contoh lainnya diambil dari Program Rosi 'Vaksin Gratis Untuk Semua', Kompas TV pada 19 Desember 2020. Mosi: Vaksinasi Covid-19 adalah ajang yang empuk untuk komersialisasi Tim afirmatif (Prof. Sulfikar Amir - Pakar Sosiologi Bencana NTU Singapura/Penggagas Petisi Vaksin Covid-19 Gratis) Justru komersialisasi itu yang membuat pandemi Indonesia semakin parah atau tidak berkurang. Bahkan Indonesia menjadi negara dengan kondisi Covid terburuk di Asia Tenggara. Contohnya komersialisasi testing yang membuat orang tidak punya standar mana yang benar. Padahal seharusnya testing itu menjadi hal yang gratis. Jika ada komersialisasi dalam pelayanan publik, dikhawatirkan pelayanan publik bisa dikorupsi oleh cara berpikir profit. Tim kontra (Poltak Hotradero - Pegiat Media Sosial/Pendukung Vaksin Mandiri) Komersialisasi merupakan sesuatu yang sah, asalkan transparan dan jelas. Vaksinasi gratis dan mandiri jelas memiliki perbedaan. Ini semua tergantung pada pilihan individunya. Misalnya kalau vaksinasi mandiri itu booking, lalu tidak perlu antre. Untuk masalah harga vaksin A, vaksin B, vaksin lainnya itu semua sudah tertera jelas harganya. |