SMA KELAS 11 SEMESTER 1 Pelajaran 1 Gereja sebagai Umat Allah Istilah “Umat Allah” sudah digunakan dalam Perjanjian Lama, yang dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh Konsili Vatikan II. Gereja sebagai Umat Allah dimunculkan kembali, mungkin karena sudah terlalu lama Gereja menjadi terlalu hierarkis, didominasi oleh kaum rohaniawi dan awam yang adalah mayoritas dalam Gereja agak terdesak ke pinggir. Dengan paham Gereja sebagai Umat Allah, diakui kembali kesamaan martabat dan peranan semua anggota Gereja. Semua anggota Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi. Arti dan Makna Gereja “Umat Allah” Istilah Umat Allah ini sebenarnya sudah kuno, sudah dipakai sejak dalam Perjanjian Lama. Kemudian istilah ini dihidupkan dan dipopulerkan lagi oleh Konsili Vatikan II. Pergertian Umat allah mempunyai ciri khas sebagai berikut.
Demikianlah, Gereja sungguh merupakan Umat Allah yang sedan dalam perjalanan menuju ke rumah Bapa. Pengertian Gereja sebagai Umat Allah ini sungguh dimunculkan tepat pada waktunya karena pada abad-abad terakhir Gereja sudah menjadi sangat organisatoris dan struktural-hierarkis. Sekarang kita kembali kepada Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Baru, di mana Gereja sungguh merupakan satu Umat Allah yang sehati sejiwa, seperti yang ditunjukkan oleh Umat Purba, yang imannya kita anut sampai saat ini (lih. Kis 2: 41 - 47). Gereja harus merupakan seluruh umat, bukan hanya hierarki saja dan awan seolah-olah hanya merupakan tambahan, pendengar, dan pelaksana. Singkatnya: Gereja hendaknya MENGUMAT. DASAR DAN KONSEKUENSI GEREJA YANG MENGUMAT 1. Dasar dari Gereja yang Mengumat
2. Konsekuensi dari Gereja yang Mengumat Selanjutnya, kalau Gereja sunggu umat Allah, maka konsekuensi bagi Gereja itu sendiri adalah: a. Konsekuensi bagi pimpinan gereja (hierarki)
Page 2
Oktober 22, 2012 pada 5:40 am (Uncategorized)
Jika Gereja sungguh Umat Allah, apakah konsekuensi bagi Gereja itu sendiri?
■ Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi pelayanan. Pimpinan bukan di atas umat, tetapi di tengah umat. ■ Harus peka untuk melihat dan mendengar karisma dan karunia-karunia yang tumbuh di kalangan umat. b. Konsekuensi bagi setiap anggota umat. ■ Menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain. Orang tidak dapat menghayati kehidupan imannya secara individu saja. ■ Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala karisma, karunia, dan fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah masyarakat. Semua bertanggung jawab dalam hidup dan misi Gereja. c. Konsekuensi bagi hubungan awam dan hierarki. Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi pelengkap penyerta atau pelengkap penderita, melainkan partner hierarki. Awam dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi.
You're Reading a Free Preview
// // |