Salah satu adat yang berada di wilayah Banyuwangi adalah

Seni budaya Banyuwangi sangatlah kaya. Kesenian Banyuwangi dan kebudayaan Banyuwangi dikenal unik dan berbeda dari kebanyakan seni budaya Jawa Timur lainnya. Posisi Banyuwangi yang strategis berada di ujung timur Pulau Jawa, membuat sejak jaman dahulu Banyuwangi menjadi tempat bertemu dan berinteraksinya beraneka suku bangsa, budaya, dan agama.

Jadi, seni budaya Banyuwangi lahir dari keberagaman etnis. Paling tidak terdapat 7 etnis besar yang akur hidup berdampingan di Banyuwangi, yaitu suku Osing, Jawa Mataraman, Madura, Bali, Mandar, Tionghoa, dan Arab. Demikian pula hal agama, semua agama besar berkembang dengan baik dan hidup rukun di sini.

Rumah Adat Banyuwangi

Kebudayaan Banyuwangi dalam wujud bangunan fisik bisa kita saksikan pada arsitektur rumah adat Banyuwangi, yaitu rumah adat suku Osing, yang masih bisa kita jumpai di Desa Kemiren Banyuwangi, walaupun tinggal tersisa beberapa.

Selain itu ada bangunan paglak, semacam gazebo berbentuk menara yang cukup tinggi, dan dibangun di sekitar sawah ketika menjelang panen tiba. Biasanya petani bermain musik tradisional angklung Banyuwangi di atas paglak sambil menunggu sawahnya.

Upacara Adat Banyuwangi

Berbagai upacara adat Banyuwangi juga masih banyak bisa kita jumpai di kabupaten yang memiliki julukan sunrise of Java ini. Baik upacara adat Banyuwangi yang berbasis suku Osing, suku Jawa, suku Bali, suku Mandar, suku Madura, maupun aneka tradisi yang berbasis agama.

Suku Osing memiliki beberapa tradisi dan ritual, antara lain: ritual kebo-keboan Banyuwangi di desa Alas Malang; tradisi keboan di desa Aliyan; tradisi seblang di desa Olehsari dan di desa Bakungan; tradisi mepe kasur, tumpeng sewu, dan tradisi barong ider bumi di Desa Kemiren; tradisi gredoan di Desa Macan Putih.

Sementara itu, untuk upacara adat Banyuwangi yang dilakukan etnis-etnis lainnya, antara lain: tradisi petik laut di beberapa desa wilayah pesisir berbasis masyarakat nelayan Madura; ritual Nyepi, Melasti, dan Ogoh-Ogoh di berbagai desa berbasis masyarakat Hindu atau Bali; tradisi jenang suro dan endog-endogan di berbagai desa berbasis masyarakat Islam Jawa dan Osing; tradisi Imlek dan perayaan Cap Go Meh oleh masyarakat Tionghoa; Tradisi Saulak oleh masyarakat suku Mandar.

Kesenian Khas Banyuwangi

Kesenian Banyuwangi yang paling terkenal adalah kesenian gandrung Banyuwangi. Kesenian asli suku Osing ini dulu dimainkan oleh lelaki, dan secara utuhnya berupa pentas tari dan nyanyian yang dimainkan semalam suntuk, tari Jejer Gandrung sebagai bagian dari kesenian gandrung juga biasa dipentaskan terpisah sebagai tari selamat datang di berbagai acara. Setahun sekali di Banyuwangi dipentaskan kesenian gandrung secara masal oleh lebih dari seribu penari dalam event Gandrung Sewu.

Kesenian khas Banyuwangi yang kaya dengan pengaruh Bali adalah kesenian Barong Banyuwangi, yang sering disebut sebagai Barong Osing. Ada juga kesenian Janger Banyuwangi yang sarat dengan perpaduan antara budaya Bali, budaya Osing, dan budaya Jawa Mataraman, berupa pentas drama tradisional semalam suntuk.

Selain itu ada juga kesenian Jaranan Banyuwangi atau Jaranan Buto yang berakar dari budaya Jawa, hadrah kuntulan yang bernafaskan tradisi masyarakat Islam Jawa, kesenian Gandrung Dor yang merupakan perpaduan antara kesenian gandrung dengan nafas Islam, kesenian Prabu Roro atau disebut Rengganis berupa kesenian drama tadisional yang berasal dari budaya Kerajaan Mataram Islam.

Musik Tradisional Banyuwangi

Musik tradisional Banyuwangi juga diwarnai nafas beraneka etnis. Gamelan Banyuwangi contohnya. Nada yang dipergunakan adalah laras slendro Jawa, teknik memainkannya cepat dan dinamis seperti musik gamelan Bali, terdapat instrumen suling bambu dan angklung bambu khas suku Osing dengan nada slendro seperti pentatonik Cina, dan untuk kesenian gandrung terdapat tambahan alat musik biola dan kluncing (triangle) yang merupakan pengaruh Eropa (Belanda).

Selain gamelan, dalam musik tradisional Banyuwangi terdapat kesenian kuntulan Banyuwangi yang menggunakan instrumen terbang (rebana), merupakan pengaruh dari budaya Islam. Ada lagi kesenian patrol Banyuwangi yang menggunakan alat musik kentongan dan suling bambu yang merupakan pengaruh dari budaya masyarakat Madura pesisir. Kuntulan Banyuwangi dan musik patrol Banyuwangi dimainkan dengan teknik yang cukup sulit, sangat cepat, ritmik, dan dinamis.

Di Desa Kemiren Banyuwangi terdapat kesenian musik Gedhogan atau Othek, yaitu permainan musik menggunakan lesung untuk menumbuk padi, dulunya biasa dimainkan oleh kaum ibu dari keluarga petani. Kini musik gedhogan menjadi sebuah pertunjukan yang biasanya dipadukan dengan permainan biola dan angklung Banyuwangi

Demikian informasi mengenai beberapa potensi seni budaya Banyuwangi yang sangat kaya. Banyuwangi ibarat sebuah miniatur Nusantara dan simulasi nyata Bhinneka Tunggal Ika. Di sini, perbedaan keanekaragaman etnis, budaya, bahasa, dan agama, menjadi sebuah kekuatan pemersatu masyarakat. Indonesia perlu belajar banyak mengenai ke-bhineka-an pada masyarakat Banyuwangi.

<<< Seni Budaya Banyuwangi

Desa adat Osing yang dipenuhi dengan budaya Banyuwangi. Foto: Galeri Foto Laman Resmi Desa Kemiren

Desa Osing merupakan desa adat yang berada di Kemiren, Kacamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Desa ini menjadi desa yang mayoritas dihuni oleh orang asli Banyuwangi.

Mengutip jurnal yang berjudul Suku Osing karya Ranang Agung S., S.Pd., M.Sn, dalam bahasa Osing, kata Osing (dibaca Using) itu sendiri berarti tidak dan kata 'Osing' ini mewakili keberadaan orang Osing yang ada di Banyuwangi.

Orang yang tinggal di suku Osing sendiri ketika ditanya tentang lokasi tempat tinggalnya, mereka dengan percaya diri mengatakan Osing dan bukan Banyuwangi. Tidak hanya itu, suku Osing juga sering disebut sebagai Wong Osing dan Lare Osing yang berarti saya orang asing.

Desa adat Osing yang dipenuhi dengan budaya Banyuwangi. Foto: Galeri Foto Laman Resmi Desa Kemiren

Desa adat Osing berada di Banyuwangi, banyak masyarakat Osing yang beranggapan bahwa suku Osing merupakan suku yang asli Banyuwangi. Meski demikian, Banyuwangi kini sudah memiliki berbagai macam suku, seperti Jawa, Madura, hingga Bugis.

Kini desa Osing ditetapkan sebagai desa wisata budaya adat sejak tahun 1993. Selain karena berisikan suku asli Banyuwangi, desa adat Osing juga memiliki keunikan yang beragam dari adat, kesenian, hingga kulinernya. Itulah yang menjadikan desa Osing sebagai salah satu desa yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan.

Kesenian Budaya Desa Adat Osing

Desa adat Osing yang dipenuhi dengan budaya Banyuwangi. Foto: Galeri Foto Laman Resmi Desa Kemiren

Desa ada Osing dikenal memiliki kebudayaan yang unik, yaitu Barong Kemiren. Barong ini merupakan kebudayaan asli Banyuwangi yang biasanya ditampilkan ketika ada turis atau wisatawan.

Tidak hanya itu, kesenian Barong ini juga sering muncul di festival. Salah satunya adalah Banyuwangi Festival. Menurut masyarakat setempat, barong yang menjadi kesenian budaya ini dilambangkan sebagai simbol kebersamaan.

Bahkan menurut laman resmi Desa Kemiren, ritual yang terjadi di desa tersebut tidak pernah lepas dari tarian barong ini. Perbedaan Barong Kemiren dengan yang lainnya adalah pada ukurannya.

Barong Kemiren lebih kecil dan memiliki sayap di kedua sisinya. Mulanya, Barong Kemiren adalah hasil ciptaan dari warga asli Osing yang kemudian terus diwariskan kepada anak-anaknya. Kini, Barong Kemiren hanya dimainkan ketika ada acara pernikahan atau ritual penting lainnya.

Tari Gandrung merupakan salah satu tarian yang berasal dari Banyuwangi. Kata 'gandrung' sendiri dapat diartikan sebagai bentuk terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi.

Keberadaan Dewi Padi sendiri dikisahkan sebagai salah satu penolong bagi suku Osing karena bisa memberi kesejahteraan. Tari Gandrung biasanya digelar oleh masyarakat sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang didapat.

Biasanya, Tari Gandrung dilakukan oleh perempuan bersamaan dengan pasangan atau tamu laki-laki. Meski demikian, fakta menyebutkan bahwa ternyata Tari Gandrung bermula oleh laki-laki. Namun, seiring berkembangnya zaman, tarian ini pun dilakukan oleh perempuan dengan bantuan laki-laki.