Saat menceritakan kembali isi dongeng urutkan harus sesuai dengan

Fabel merupakan jenis cerita dengan tokoh-tokohnya berupa hewan. Jenis ini banyak ditemukan dalam cerita anak-anak karena mengandung amanah dan pesan yang dapat dipelajari. Alur ceritanya pun ringan dan sederhana, sehingga mudah dipahami oleh anak-anak. Karena itu, teks fabel juga sering diceritakan ulang untuk menghibur anak-anak.

Namun demikian, menceritakan teks fabel juga tidak sembarangan. Sebelum melakukan itu kita harus terlebih dahulu memahami isi cerita. Ada beberapa bagian teks yang harus kita perhatikan agar ketika diceritakan kembali, isi pesan yang disampaikan tetap sama. Nah, di artikel kali ini, kita akan membahas tahapan ketika menceritakan isi fabel. Apa saja ya kira-kira?

Memahami Isi Cerita

Tahap pertama dalam memahami teks fabel adalah membacanya secara keseluruhan. Dengan begitu, kita dapat memahami isi cerita secara keseluruhan dan menemukan pesan moral yang ingin disampaikan.

Setelah itu, kita bisa mulai mencatat dan memahami tokoh-tokoh yang berperan di dalam cerita. Kita dapat menentukan siapa yang menjadi tokoh sentral dan tokoh latar beserta karakteristiknya.

Latar cerita juga tidak boleh ketinggalan. Kita harus memperhatikan ini baik-baik, baik itu latar tempat, waktu, ataupun sosial. Kita juga harus mengidentifikasi bagaimana cerita berjalan. Bagian ini berhubungan dengan struktur yang digunakan dalam teks fabel, seperti orientasi, komplikasi, resolusi, dan koda.

Terakhir, kita perlu mempelajari gagasan pokok di tiap paragraf. Dengan begitu, kita dapat merangkai dan menghubungkan cerita dari peristiwa-peristiwa.

Menceritakan Isi Fabel

Setelah membaca dan memahami isi teks fabel, kita dapat menceritakan kembali isinya. Tapi, ada beberapa hal yang harus kita perhatikan agar dapat menceritakannya dengan baik dan menarik.

Pertama adalah menguasai cerita. Jangan sekadar menghafal, tapi pahami alur ceritanya. Dengan begitu, kita bisa lebih lancar menceritakan karena tidak berpatokan pada kata-kata yang dihafal. Gunakan pula kalimat yang dirasa nyaman dan lebih sederhana supaya mudah dipahami.

Kedua, akan lebih baik jika kita dapat menghayati penokohan. Sesuaikan ekspresi dan nada suara dengan tokoh dan suasana cerita. Dengan begitu, mereka yang mendengarkan akan lebih mudah menghayati isi cerita. Akan lebih baik lagi jika kita bisa menggunakan suara yang berbeda untuk tiap tokoh, sehingga pendengar paham siapa yang sedang kita perankan saat itu.

Ketiga adalah menjalin kontak mata. Hal ini juga diperlukan ketika kita sedang berbicara di depan umum, termasuk saat menceritakan teks fabel. Kita dapat memperhatikan reaksi pendengar dan pendengar pun merasa kalau kita memperhatikan mereka. Sehingga, pendengar juga akan memfokuskan perhatian mereka kepada kita.

Terakhir, kita bisa menggunakan alat peraga untuk membantu kita bercerita. Pendengar akan lebih tertarik jika kita menggunakan alat-alat lucu, seperti boneka. Selain itu, alat peraga juga dapat mendukung pemahaman pendengar akan cerita yang kita sampaikan.

kegiatan menceritakan kembali harus melalui tahap membaca atau menyimak. Dengan demikian, untuk merumuskan konsep menceritakan kembali diambil dari konsep bercerita. Oleh karena itu, Keterampilan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca mengarahkan siswa agar mampu mengemukakan ide secara lisan dengan lancar, runtut, lengkap, dan jelas. Agar ide dapat disampaikan kepada pendengar, maka dalam menceritakan kembali cerita anak yang dibaca siswa harus menjaga bahasa, suara, intonasi, dan dapat menggambarkan gagasannya dengan baik. Dapat dikatakan bahwa menceritakan kembali adalah penyampaian ulang cerita secara lisan dari pencerita kepada pendengar dengan menggunakan bahasanya sendiri.

2.2.3.2 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Menceritakan Kembali

Menceritakan kembali merupakan kegiatan mengungkapkan kembali cerita yang di baca atau di dengar. Oleh karena itu, kegiatan yang menjadi hasilnya adalah penceritaan kembali. Dengan demikian, konsep kegiatan menceritakan kembali dapat di adopsi dari rentetan kegiatan bercerita. Adapun hal-hal yang diperhatikan saat bercerita menurut Majid 2001: 45 adalah 1 Tempat bercerita, bercerita tidak selalu dilakukan di dalam ruangan, tetapi boleh juga di luar ruangan yang dianggap baik oleh pencerita agar anak bisa duduk dan mendengarkan cerita; 2 posisi duduk, sebelum cerita dimulai, pendengar dalam posisi duduk santai tetapi terkendali, posisi duduk pencerita juga harus diperhatikan agar tidak terkesan monoton dan menarik perhatian pendengar; 3 bahasa cerita, pencerita menggunakan bahasa yang dekat dengan bahasa pendengar sehingga pendengar dengan mudah memahami isi cerita yang telah diceritakan oleh pencerita; 4 intonasi pencerita, perubahan naik turunnya cerita harus sesuai dengan peristiwa dalam cerita, intonasi harus diatur agar cerita yang disampaikan dapat menarik; 5 pemunculan tokoh-tokoh, dalam bercerita pencerita harus dapat menggambarkan setiap tokoh dengan gambaran yang sesungguhnya, dan memperlihatkan karakternya seperti dalam cerita; 6 penampakan emosi, saat bercerita pencerita harus dapat menampakkan keadaan jiwa dan emosi para tokohnya dengan memberi gambaran kepada pendengar seolah-olah hal itu adalah emosi pencerita sendiri; 7 peniruan suara, pencerita diharapkan dapat menirukan suara sesuai dengan cerita, agar cerita lebih menarik dan tidak monoton; 8 penguasaan terhadap siswa yang tidak serius, perhatian siswa di tengah cerita haruslah dibangkitkan sehingga mereka bisa mendengarkan cerita dengan senang hati dan berkesan; 9 menghindari ucapan spontan, mengucapkan kata yang tidak perlu harus dihindari pada saat bercerita, karena bisa memutuskan rangkaian peristiwa dalam cerita. Dalam praktik bercerita, seseorang harus mampu mengembangkan kreatifitas dan kemampuan improviasasi sejauh tidak menyimpang dari struktur cerita secara keseluruhan. Penghayatan terhadap keseluruhan cerita diperlukan agar dapat mengekspresikan dengan baik. Pengekspresian ini berhubungan dengan kalimat, gerak, dan mimik. Pencerita harus mampu menjalin kontak mata dengan pendengaran dan memperhatikan reaksi pendengar. Yang terpenting adalah pencerita ahrus menggunakan efek suara yang tepat. Dengan demikian pembelajaran menceritakan kembali merupakan pembelajaran bercerita dari cerita yang dibaca atau didengar. Dalam pembelajaran menceritakan kembali cerita yang diceritakan tidak harus persis dengan cerita aslinya, tetapi tidak boleh menyimpang dari struktur cerita secara utuh. Selain itu, dalam menceritakan kembali harus menggunakan efek suara dan ekspresi yang tepat. Pembelajaran menceritakan kembali dapat mendorong siswa untuk lebih kreatif. Berdasarkan uraian di atas untuk melatih siswa dalam menceritakan kembali harus memperhatikan dua hal, yaitu: pencerita dan saat menceritakan kembali. Hal-hal yang perlu dilakukan pracerita yaitu 1 memahami isi cerita dan memahami karakter tokoh. Seorang pembicara yang baik harus memberikan kesan bahwa pembicara menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran, 2 latihan bercerita yang intensif dan latihan olah vokal. Selain menguasai topik, seorang pembicara harus berbicara mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. 3 menyiapkan alat atau media apabila diperlukan, 4 menghafalkan garis besar cerita atau membuat catatan atau ringkasan cerita. Dalam berbicara yang harus diungkapkan adalah isi pembicaraan harus seuiai dengan topik yang telah dipersiapkan sebelumnya., serta 5 memahami kondisi pendengar. Adapun yang perlu diperhatikan saat bercerita adalah 1 mampu membuat kontak mata pendengar. Ketika berbicara jangan memandang hanya kepada satu titik biarkan mata menjelajah kemana-mana untuk mengetahui intensitas ketertarikan audiens. Hal pertama yang dilakukan seorang pembicara yang baik adalah menatap lawan bicara dan mengambil jeda untuk memulai sebuah pembicaraan. Ini merupakan salah satu cara yang membantu untuk menciptakan kesan baik pada lawan bicara. Usahakan mempertahankan kontak mata sepanjang pembicaraan, agar lawan bicara kita tidak merasa diabaikan., 2 Menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan menghindari pengulangan kata yang berlebihan. agar dapat mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pikiran secara tepat, dalam berbahasa baik lisan maupun tulis, pemakai bahasa hendaknya dapat memenuhi beberapa kriteria dalam pemilihan kata, yaitu ketepatan, kecermatan, dan keserasian., 3 Variatif dalam bercerita tanpa meninggalkan unsur-unsur cerita. Dalam berbicara, harus mampu mengembangkan kreativitas dan kemampuan improvisasi sejauh tidak menyimpang dari struktur cerita secara keseluruhan. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Tapi jika nada, tekanan pembicaraan biasa dan datar-datar saja maka masalah kejemuan akan muncul dalam pembicaraan tersebut, 4 Ekspresif dan penuh penghayatan. Penghayatan terhadap keseluruhan cerita diperlukan agar dapat mengekspresikan dengan baik. Pengekspresian ini berhubungan dengan kalimat, gerak, dan mimik. Gerak-gerik yang tepat bisa meningkatkan keefektifan berbicara. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku. Tetapi jangan menggunakan gerak-gerik yang berlebihan, kerena bisa saja menjadikan pesan kurang dipahami., 5 Suara nyaring dan intonasi tepat. Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi- bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu keefektifan berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik atau setidaknya dapat mengalihkan perhatian pendengar, 6 Memahami emosi audiens. Niat yang sungguh-sungguh untuk menghargai lawan bicara secara positif dan tanpa syarat, menghargai, dan mendengarkan dengan baik apa yang ingin dia katakan sebelum kita memulai percakapan, maka akan ada kemungkinan yang lebih besar bahwa interaksi yang kemudian terjadi akan menjadi produktif, menyenangkan dan memuaskan bagi semua pihak yang terkait, serta 7 Percaya diri. Saat mengemukakan isi pembicaran harus sesuai dengan topik yang dibicarakan, semakin dalam pemahaman terhadap topic, maka kepercayaan diri akan semakin besar dan akan semakin mantap dalam berbicara. Kemampuan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca dapat ditingkatkan dan dikembangkan melalui latihan dengan sungguh-sungguh. Menurut Asfandiar 2007: 209 ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan menceritakan kembali cerita anak yang dibaca, yaitu : 1 Baca cerita dengan penuh pemahaman, 2 Hafalkan garis besar ceritanya. Hayatilah pesan utamanya, serta jangan lupa membayangkan kapan harus melakukan improvisasi. 3 Latih vokal, gerak, dan mimik muka. 4 Bersikaplah secara wajar dan tidak melakukan gerakan yang dibuat-buat dan jangan terlalu sering mengulang gerakan yang sama. 5 Libatkan perasaan saat brcerita. Tampakkan ekspresi wajah sesuai dengan cerita marah, menangis, tertawa, kecewa, kaget 6 Usahakan pandangan mata tertuju pada semua pendengar, tidak hanya satu arah. 7 Siapkan suara dengan baik. 8 Perhatikan intonasi suara kapan harus tinggi, rendah, cepat dan lambat, konsentrasi pada cerita. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada hal-hal yang perlu diperhatkan dalam menceritakan kembali meliputi: memahami isi cerita dan karakter tokoh, berlatih vokal secara ekspresif, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, suara nyaring dan intonasi tepat, dan variatif dalam menceritakan kembali.

2.2.4 Teknik Demonstrasi

Video yang berhubungan